"Gak tahu malu! Lo gak ngaca? Lo itu jelek, gendut, item lagi! Bisa-bisanya mimpi mau jadi pacar Alder."
Suara sumbang itu terus terlontar dari banyaknya murid yang mengelilinginya, melemparnya dengan kertas bahkan dengan botol air mineral kosong.
Dimana letak kesalahannya? Gadis bernama Jasmine itu hanya mencoba menyatakan perasaannya pada pemuda bernama Alder, tapi ternyata di situ lah awal kehancurannya.
Mendapat perlakuan buruk dan bullying dari teman-teman sekolahnya, tak lantas membuat Jasmine menyerah. Meski nyaris tak waras, ia berhasil merubah dirinya. Dari seekor itik, menjadi angsa cantik!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Savana Alifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MERAJUK
MASIH FLASHBACK
Pagi berikutnya, Jasmine kembali memberikan Alder bekal. Saat itu mereka bertemu di parkiran motor. Sepertinya Jasmine sengaja menunggu Alder di sana.
"Alder ..." Panggil Jasmine.
Alder yang hendak melepas helm menoleh, di balik helm full face yang ia kenakan bibirnya menyunggingkan senyum. Tentu Jasmine tak akan melihatnya.
Meski kata orang Jasmine itu begitu buruk, entah mengapa Alder tak memandang seperti itu. Ada sesuatu yang terus menariknya untuk bisa menerima gadis itu.
"Ada apa?" Tanya Alder, ia yang kaku tak tahu harus bicara apa ketika berhadapan dengan Jasmine.
"Ini aku bawakan bekal lagi, aku harap kamu gak buang lagi," Jasmine menunduk seraya mengulurkan tangannya. Memberikan kotak bekal berwarna biru pada Alder.
"Ah, itu ..." Alder memalingkan wajah saat Jasmine menatapnya. Kenapa ia tak kuat membalas tatapan teduh itu? Padahal ia ingin sekali menjelaskan pada Jasmine bahwa makanan itu bukan dirinya yang membuang, tapi Lily. Namun sayangnya, lidahnya terasa kelu.
"Gak papa kok, mungkin kamu gak suka dengan menu kemarin. Ini aku ganti menu lagi, di makan yah," pinta Jasmine. Gadis itu tersenyum lalu pergi.
Alder menunduk, menatap kotak bekal berwarna biru, bergambar tokoh kartun kucing yang mempunyai kantong ajaib. Ia tersenyum kecil, lalu kembali menatap Jasmine yang sudah menjauh.
"Terima kasih," gumamnya. Anehnya, ia sampai tak sarapan, berharap Jasmine akan kembali membawakannya makanan. Entah karena ingin menebus kesalahannya untuk bekal yang terbuang kemarin, atau karena yang lain.
Tujuannya ke kelas, tapi Alder justru berbelok ke perpustakaan. Satu-satunya tempat yang sepi apalagi pagi hari seperti ini. Ia ingin makan di sana.
"Menggemaskan," gumamnya saat ia melihat telur ceplok di bentuk wajah manusia yang tengah tersenyum.
Tak ingin membuang waktu, ia pun makan dengan lahap. Sesekali ia mengangguk-anggukkan kepalanya, mengakui bahwa rasa masakan Jasmine lezat dan cocok dengan lidahnya.
Sampai makanan itu tandas tak tersisa, Alder pun memasukan kotak bekal itu ke dalam tasnya. Suatu saat nanti ia akan mengembalikannya lagi pada Jasmine.
Flashback End
"Kamu mau aku kembalikan kotak bekal itu? Semuanya masih aku simpan, sayang," Alder menggenggam tangan Jasmine, kali ini Jasmine tak menolak lagi.
Jasmine diam saja, ia bingung harus percaya atau tidak.
"Inilah alasan aku mencintai kamu dalam waktu singkat. Karena sebenarnya, aku mencintai kamu sejak lama."
"Aku, aku masih gak percaya. Mana mungkin kamu cinta sama aku sejak dulu. Kalau kamu cinta sama aku sejak dulu, kenapa kamu diam saja saat mereka menyakitiku? Kenapa kamu gak pernah menatapku? Dan lagi, bukan cuma sekali itu aja aku liat kotak bekalku ada di tong sampah, tapi beberapa kali. Jangan bohong Al, kamu cinta aku yang sekarang kan? Bukan aku yang dulu. Pada dasarnya, semua laki-laki itu sama, hanya melihat wanita dari kecantikannya saja."
Alder menghela nafas panjang, ternyata begitu sulit meyakinkan Jasmine. Mungkin karena gadis itu terlalu banyak menerima rasa sakit, karena itu Jasmine tak gampang percaya.
"Pertanyaannya banyak banget, aku bingung mau jawab yang mana dulu. Nanyanya satu-satu dong, sayang," kata Alder seraya mencolek ujung hidung mancung milik Jasmine. Sebisa mungkin ia membuat Jasmine luluh. Alder tak mau kehilangan Jasmine lagi, cukup lima tahun saja ia tersiksa, hidup dalam kehampaan yang serasa tak berujung. Kali ini tidak lagi!
Jasmine mendelik, ingin menarik tangannya dari genggaman Alder namun pria itu tak membiarkannya.
"Aku jawab satu-satu, ok? Apapun pertanyaan kamu, aku pasti jawab. Yang pertama, kenapa aku diam saat mereka nyakitin kamu? Karena kalau aku bertindak, mereka akan semakin menindas mu. Lily, dia sangat terobsesi padaku. Aku gak sengaja mendengar pembicaraannya dengan seseorang melalui telpon. Kamu mau tahu dia membicarakan apa?"
Jasmine mengangguk, ia kembali menatap Alder setelah sebelumnya selalu berpaling.
"Dia bilang, kalau misalnya kamu berhasil dekat sama aku, kamu harus celaka. Segila itu obsesi Lily, aku gak mungkin mengorbankan kamu demi perasaanku. Sepertinya dia sadar kalau aku menaruh perhatian ke kamu."
"Apa? Segitunya Lily benci aku?"
Alder mengangguk, "Karena itu aku diam saja. Aku gak mau kamu celaka, karena sedikit saja aku salah mengambil sikap, keselamatan kamu taruhannya."
Alder menyelipkan beberapa helai rambut Jasmine yang menjuntai dan bergerak-gerak tertiup angin, "Dan jawaban untuk pertanyaan kedua adalah, aku selalu memperhatikanmu tanpa kamu tahu. Aku selalu menatapmu saat kamu tidak menatapku. Saat kamu duduk berdua dengan Oryza, saat kalian makan bersama di kelas, aku tahu semuanya. Dan asal kamu tahu, aku cemburu. Aku sangat cemburu melihat kedekatan kalian. Sementara aku hanya bisa melihat dari kejauhan."
"Memangnya sejak kapan kamu menyadari kalau kamu mencintaiku?" Tanya Jasmine lagi. Alder belum menjawab semua pertanyaannya, tapi dia sudah menambah pertanyaan lagi.
"Aku juga gak tahu sejak kapan. Tapi saat pertama kali kamu memperkenalkan diri dan menyatakan perasaan kamu, ada sesuatu yang menarik di mata kamu. Mata teduh ini yang sampai sekarang gak bisa aku lupakan," jawab Alder seraya menyentuh mata Jasmine. "Dan aku gak bisa melupakan suara kamu, kamu tahu? Suara kamu itu terngiang-ngiang terus sebelum aku tidur. Seperti lagu pengantar tidur yang membuat aku tenang dan tidur nyenyak."
"Gombal," gumam Jasmine.
"Gak gombal sayang, beneran loh. Dan untuk jawaban yang ke tiga, Lily memang beberapa kali membuang kotak bekal kamu, tapi itu sudah kosong. Makanannya sudah habis aku makan, dan lagi, aku selalu mengambilnya lagi dan aku cuci lalu aku bawa pulang. Karena itu sampai sekarang kotak bekal itu masih ada padaku."
Mereka saling menatap, menyampaikan rasa yang sama-sama mereka miliki. Ternyata selama ini perasaan Jasmine terbalas.
"Apa sekarang kamu percaya?"
Sejenak Jasmine terdiam, "Aku masih gak nyangka kamu juga punya perasaan yang sama. Kok bisa Al? Aku sendiri sadar, kalau aku memang gak pantas buat kamu. Aku jelek, sedangkan kamu idola di sekolahan. Gak mungkin kan?"
"Kenapa harus gak mungkin? Buktinya aku memang cinta sama kamu. Dan ingat sayang, cinta itu magic yang terkadang gak perlu alasan untuk merasakannya."
Hati Jasmine menghangat mendengar kalimat itu, ia tersenyum saat Alder juga melempar senyum padanya.
"Jadi, kamu percaya kan sama aku? Aku berani bersumpah, sampai detik ini pun aku gak pernah punya hubungan dengan gadis manapun selain kamu. Apalagi dengan Lily," Alder mengecup punggung tangan Jasmine, membawa telapak tangan gadis itu ke pipinya.
"Tapi kenapa dia bisa mengaku sebagai calon istri kamu? Apalagi kamu sangat perhatian padanya, kamu memberikan jas kamu untuknya," Jasmine mengerucutkan bibirnya, meski begitu, ibu jarinya bergerak lembut mengusap pipi Alder.
"Aku kan udah bilang, dia sangat terobsesi padaku. Sayangnya, Papa juga ikut termakan omongan manisnya. Dia mendapat dukungan dari Papa untuk mendekatiku, karena itu dia berani terang-terangan mengaku-ngaku sebagai calon istriku. Dan soal jas, aku risih melihat pakaiannya. Menggelikan sayang," Alder bergidik, bukannya suka melihat pakaian wanita terlalu terbuka, ia justru muak.
"Kenapa gak minta jas Oryza saja yang di kasih ke dia? Kenapa harus jas kamu?" Jasmine masih tak terima.
"Oryza kan gak ada tadi, kamu lupa?"
Benar juga, Oryza tak muncul saat kejadian itu. Jasmine menghembuskan nafas lega, ternyata ucapan Lily dusta semata.
"Tapi, Al. Kalau Papa kamu mendukung Lily, apa itu artinya dia gak akan menyetujui hubungan kita?" Ada ketakutan menyelinap dalam dirinya, bagaimana jika seandainya hubungan mereka tak direstui? Apa akan kembali kandas? Rasanya pasti lebih menyakitkan lagi.
"Papa jadi urusanku, kamu gak perlu terlalu memikirkannya."
Jasmine mengangguk meski hatinya tetap terganggu. Ia mempercayakan semuanya pada Alder.