Di sebut wanita mandul memang sangatlah menyakitkan bagi wanita manapun tak terkecuali Fana. kata mandul hampir setiap hari menjadi santapan sehari-hari bagi wanita cantik itu. suami yang sepantasnya memberi dukungan bahkan seharusnya menjadi tempat untuk mengadu seakan mendukung ibunya, dan itu semakin membuat Fana merasa semakin terpojokkan.
Hingga suatu saat pekerjaannya seolah mendekatkan dirinya dengan seorang pria muda yang merupakan model di agensinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ingin menghilang dari muka bumi.
Setelah meninggalkan kediaman mama Susan, mobil Fana melaju menuju sebuah restoran di mana saat ini Riza tengah menunggunya untuk makan siang bersama.
Karena jarak dari kediaman mama Susan tak begitu jauh dari restoran, tiga puluh menit kemudian mobil Fana pun tiba. Dari balik kaca mobil Fana dapat menyaksikan mobil milik Riza terparkir tak jauh dari mobilnya berada saat ini. Tak ingin Riza terlalu lama menunggu, Fana pun segera turun dari mobil begitu pun dengan Chici yang ikut turun dari mobil.
"Gak sabaran banget sih tuh brondong." komentar Chici ketika mendengar dering ponsel Fana, gadis itu bisa menebak jika panggilan telepon tersebut pasti berasal dari Riza, mengingat sejak di perjalanan tadi sudah beberapa kali pria itu melakukan panggilan telepon.
Fana hanya bisa menghela napas kala dugaan Chici tak meleset, panggilan telepon di ponselnya memang berasal dari nomor ponsel Riza.
"Aku sudah di depan." setelah menyampaikan hal itu pada Riza, Fana pun segera menyudahi sambungan teleponnya kemudian melangkah memasuki pintu masuk utama restoran.
Di ambang pintu, Fana dapat melihat Riza yang kini tengah melambaikan tangan ke arahnya . Fana dan juga Chici kembali melanjutkan langkahnya menghampiri meja Riza.
Riza berdiri dari duduknya kemudian menarik salah satu kursi yang kosong di sampingnya untuk ditempati oleh pujaan hati.
"Fana doang nih yang disiapin tempat duduk, aku gak???." ujar Chici dengan nada menggoda, sebelum kemudian menarik salah satu kursi kosong untuk ditempati olehnya.
"Sepertinya itu tugas khusus untuk kekasihnya mbak Chici nanti." kelakar Riza hingga memancing senyum lebar di bibir Chici.
"Bagaimana meetingnya hari ini, sayang???." tanya Riza kembali fokus menatap wajah cantik kekasihnya itu.
Fana nampak mengusap tengkuknya kala mendengar Riza memanggilnya dengan sebutan sayang di depan Chici.
"Cieeee .... sayang......" kembali Chici melontarkan kata-kata menggoda. Berbeda dengan Fana yang terlihat malu dengan panggilan Riza, pria itu justru nampak biasa saja.
"Santai aja kali Fan, aku hanya bercanda!!! Lagian kalian kan sepasang kekasih jadi wajarlah kalau Riza manggil kamu dengan sebutan sayang." lanjut ujar Chici kala menyaksikan gurat malu di wajah sahabatnya itu.
"Alhamdulillah, semua berjalan dengan lancar apalagi kliennya baik banget." pada akhirnya Fana menjawab pertanyaan Riza.
"Dan untuk jadwal pengambilan Foto prewed akan di mulai besok." lanjut Fana.
"Syukurlah!!!." Riza merasa lega saat mendengar meeting Fana hari ini berjalan dengan lancar tanpa ada kendala.
Tak ingin mengulur waktu makan siang, Riza segera meminta Fana dan juga Chici untuk memilih menu makan siang mereka sebelum sesaat kemudian melambaikan tangan pada pelayan restoran untuk membuat pesanan.
Dua puluh menit kemudian pesanan mereka pun tiba. Riza segera mengajak keduanya untuk menyantap makan siang.
Usai makan siang Riza kembali ke perusahaan setelah menyaksikan mobil Fana bergerak meninggalkan resto.
**
Pagi pagi sekali Fana sudah nampak rapi, mengingat pagi ini ia akan kembali mendatangi kediaman megah milik kliennya untuk pengambilan gambar prewed. sama seperti kemarin, hari ini Fana kembali di temani oleh Chici.
Mengingat hari ini weekend jalanan ibukota tak begitu macet dengan aktivitas kendaraan yang berlalu lalang, sehingga mereka bisa tiba tepat waktu di tujuan.
*
"Fan, bukannya kemarin mbak Indah sempat bilang ya kalau dia punya adik cowok?? aku jadi penasaran dengan adiknya mbak Indah. jika kakak dan ibunya saja secantik itu bisa dipastikan adiknya juga pasti gak kalah gantengnya." komentar Chici saat mereka hendak turun dari mobil.
"Ingat ya Chi, kedatangan kita ke sini untuk bekerja bukannya mau melihat cowok ganteng, jadi lupakan pikiran kamu tentang adiknya mbak indah itu!!!." Pesan Fana. Ia hanya bisa menggelengkan kepala melihat Chici memanyunkan bibirnya.
"Namanya juga usaha dalam mencari keberadaan jodoh, Fan." sahut Chici membela diri.
Fana terdengar mendecakkan lidah mendengarnya, sebelum sesaat kemudian turun dari mobilnya dan diikuti oleh Chici.
Sepertinya kedatangan mereka telah di nantikan, buktinya seorang asisten rumah tangga nampak berdiri di depan pintu masuk utama untuk menyambut kedatangan mereka.
"Silahkan masuk Nona...!!." bi Ani mengantarkan Fana dan Chici menuju ruang tengah, di mana saat ini indah dan mama Susan tengah duduk santai sembari menikmati secangkir teh menunggu kedatangan mereka.
"Selamat pagi."
"Selamat pagi, nak Fana, silahkan duduk!!!." setelah mempersilahkan Fana dan Chici untuk duduk mama Susan meminta Bi Ani untuk membuatkan teh serta camilan untuk tamunya.
"Tante kagum dengan semangat kamu dalam bekerja Nak Fana, on time banget." puji mama Susan.
Fana hanya mengulas senyum tipis, di puji demikian oleh mama Susan sama sekali tak membuat Fana besar kepala, sebab selama ini ia pun melakukan hal yang sama pada semua kliennya.
Sembari menunggu petugas MUA tiba, mereka pun mengobrol ringan dengan ditemani secangkir teh hangat serta sepiring cake buatan mama Susan pagi tadi, yang baru saja di sajikan oleh Bi Ani di atas meja.
"Ngomong ngomong, apa nak Fana sudah punya pacar???."
Fana nampak kikuk menjawab pertanyaan mama Susan, hingga hanya ulasan senyum yang terukir di sudut bibir mungilnya.
"Jadi nak Fana sudah punya pacar." menyaksikan senyuman tipis disudut bibir Fana, mama Susan dapat menyimpulkan jika wanita itu secara tidak langsung mengakui hubungannya dengan putranya.
"Tadinya Tante pikir nak Fana belum punya pacar, mau Tante kenalin sama anak laki-laki Tante." entah apa maksud dan tujuan mama Susan berkata demikian, hanya wanita itu yang tahu.
"Waaaahhhh.... pacarnya Fana posesif banget Tante, bisa-bisa gempa nih bumi kalau dia tahu Fana kenalan sama cowok lain." Chici membekap mulutnya dengan telapak tangannya, saat mulutnya keceplosan. Fana mendelik pada sahabatnya itu.
"Oh ya...." pengakuan Chici sontak saja memancing senyuman mama Susan.
Di tengah obrolan ringan mereka tiba-tiba suara bariton yang begitu familiar di telinga Fana mengalihkan perhatian semua yang ada diruangan tersebut. "Pagi mah."
"Pagi sayang." jawab mama Susan pada anak bujangnya yang baru kembali usai joging.
Baik Fana, Chici, dan juga Riza cukup terkejut menyadari keberadaan masing-masing.
"Riza." lirih Fana.
"Fana...." berbeda dengan Fana yang berujar dengan nada lirih, Riza justru berujar dengan nada yang dapat didengar oleh seisi ruangan termasuk ibunya.
Cukup lama Riza terdiam, seolah mencerna situasi yang ada, hingga sesaat kemudian otak cerdas Riza berhasil membaca situasi, begitu pun dengan Fana.
Riza kemudian mengayunkan langkah mendekat pada sofa yang kini di tempati oleh Fana.
"Jadi Klein yang kamu maksud itu kak indah, sayang???." tanya Riza memastikan.
Fana serasa ingin menghilang dari muka bumi untuk sementara waktu, kala mendengar Riza memanggilnya dengan sebutan sayang di depan mama Susan.
Chici menyikut lengan Fana ketika melihat sahabatnya itu masih bengong.
"Iy_Iya." suara Fana terdengar terbata, dahinya pun mulai di basahi keringat dingin, apalagi saat ini mama Susan sama sekali tak memalingkan pandangan darinya.
"Mati aku.... sepertinya mamanya Riza akan segera mengusirku dari sini setelah tahu aku menjalin hubungan dengan putranya." batin Fana.
"Sayang.....???." mama Susan mengulang satu kata yang baru saja diucapkan putranya saat memanggil Fana, dan itu berhasil membuat tubuh Fana semakin menegang.
"Jadi pacar posesif nak Fana itu anak bujang Tante??? Anak bujang mama memang pandai memilih calon mantu buat mama."
Wajah Fana yang tadinya tertunduk seketika menengadah saat mendengar komentar mama Susan.
Riza semakin mendekat pada Fana kemudian mendaratkan bokongnya di bahu sofa di samping Fana.
"Kamu sudah sarapan, sayang???."
Entah sadar atau tidak dengan pertanyaan Riza, namun Fana sontak menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
Meski cukup terkejut dengan keberadaan Fana di rumahnya namun setelahnya Riza menunjukkan sikap biasa saja, perasaan serta hubungannya dengan Fana pun sama sekali tidak ditutupi oleh pria itu dihadapan ibunya.
"Tunggu sebentar aku ke kamar dulu untuk membersihkan tubuh." pamit Riza seraya mengusap lembut puncak kepala Fana, dan tentunya tindakan tersebut dilakukan pria itu dihadapan ibunya tanpa merasa risih sedikitpun, berbeda dengan Fana yang kini telah di landa perasaan sungkan pada mama Susan.