Cinta bertepuk sebelah tangan sungguh menyakitkan hati Nadila Putri. Nyatanya Abdullah cinta pertamanya justru mencintai wanita lain yaitu Silfia Anwar.
Nadila pun memilih pergi meninggalkan mereka demi persahabatan.
Nadila memilih bekerja di UEA menjadi tkw, tetapi belum ada satu tahun kedua orang tuanya menyuruhnya pulang. Namun, tidak Nadila sangka ketika tiba di Indonesia justru dijodohkan dengan Abdullah.
Apakah Abdullah akan menerima Nadila? Lalu bagaimana nasib Silfia. Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Tiba di tempat kerja, Dila gugup ketika berhadapan dengan tim yang sudah senior. Tetapi tidak berlangsung lama, karena mereka memperkenalkan diri dengan ramah.
"Kamu bisa membawa motor?" Tanya pria kepada Dila yang sedang menunggu akan diberi tugas apa di tempat itu.
"Bisa Pak" jawabnya bersemangat.
"Sekarang kamu ke ruang sebelah temui bu Lia" tiah pria itu, lalu menyerahkan baju seragam, di bagian belakang bertuliskan 'Catering Eco. "Sebelum menemui bu Lia, kamu ganti seragam dulu" lanjutnya.
"Baik, Pak" Dila pun bertanya letak toilet kepada karyawan senior, setelah menemukan lalu ganti pakaian. Tidak mau membuang waktu ia masuk ke salah satu ruangan luas, banyak sekali kardus besar, kecil, dan sedang, keranjang ukuran sama dan juga box yang sudah di kemas dalam kantong plastik. Pekerja pria dan wanita berpakaian sama dengannya sudah berkumpul. Masing-masing diberi tugas untuk mengantar makanan ke tujuan yang berbeda.
"Permisi bu..." ucap Dila, ketika hanya tinggal berdua dengan bu Lia di ruangan itu.
"Tugas kamu disini seperti mereka, jika makanan yang kamu antar hanya sedikit, cukup menggunakan motor, tapi jika berjumlah banyak, kamu dan beberapa teman akan diantar supir ke lokasi" kata Lia panjang lebar. Ibu setengah baya itu juga mengatakan resiko yang akan Dila terima, apa bila makanan rusak dikenakan sanksi potong gaji.
"Baik Bu" Dila pun mengerjakan tugas pertama, yaitu mengantar makanan ke alamat yang diberikan Lia. Dibantu pria yang bagian angkat-angkat, mereka menggotong keranjang ke atas motor. Dila mengendarai motor tersebut dengan hati-hati, karena di belakangnya membawa keranjang besar yang berisi makanan tersebut.
"Assalamualaikum..." ucapnya ketika tiba di salah satu rumah lantai dua. "Saya mau mengantar makanan, Kak" ucapnya kepada seorang wanita yang menemuinya di halaman.
"Tolong bawa masuk ya, Dek." kata wanita bertubuh ramping itu masuk lebih dulu.
"Baik Kak" Dila membuka ikatan tambang, perlahan-lahan hendak mengangkat keranjang besar itu, tapi kesulitan, lantaran berat sekali. Bersamaan dengan itu, seorang pria bertubuh jangkung turun dari motor. Ia lepas helm menyangkutkan di stang, tampak wajahnya yang tampan merapikan rambutnya yang sedikit acak-acakkan karena helm. Begitu menoleh, melihat wanita kesulitan, ia berlari.
"Saya bantu, Dek" pria itu menahan keranjang besar yang hendak diangkat Dila. "Biar saya saja yang mengangkat ke dalam" ujarnya tegas, tetapi teduh.
"Terima kasih, Kak" Dila terpaku di pinggir motor ketika pria tampan itu mengangkat keranjang tampak ringan seperti tenaga Tarzan di film-film. Dila mengikuti pria itu ke dalam, suara tawa riuh tertangkap di telinga Dila ketika tiba di dalam rumah megah itu. Tawa itu berasal dari tiga puluhan pria wanita sepertinya sedang reunian. Begitu menoleh ke arah pria yang membawa keranjang diikuti Dila semua lantas diam.
Pria jangkung meletakkan keranjang di pinggir meja makan, lalu menemui seorang wanita. Entah apa yang pria dan wanita itu bicarakan, tapi tidak lama kemudian kembali. Pria jangkung segera bergabung dengan teman-teman, kemudian yang wanita menemui Dila menyerahkan amplop.
"Ini uang pembayaran pesanan saya, lalu ini untuk kamu" wanita itu menambahkan uang 20 ribu.
"Terima kasih Kak, kalau begitu saya permisi" Dila membawa keranjang kosong lalu kembali ke catering.
"Dila" panggil bu Lia, ketika Dila meneguk air untuk menghilangkan dahaga.
"Saya Bu" Dila meletakkan gelas kecil di pinggir dispenser lalu mendekati Lia.
"Sekarang kamu antar makanan ke alamat ini, pastikan sebelum jam dua belas siang sudah sampai disana" bu Lia mengatakan jika makanan tersebut untuk makan siang.
"Siap, Bu" Dila mengangkat kantong plastik yang berisi beberapa kotak makanan, lalu membawa ke atas motor. Tentu saja kiriman kedua ini tidak berat seperti sebelumnya. Sebelum berangkat, ia memeriksa alamat yang diberikan bu Lia.
"Loh, ini kan alamat rumah Kak Faizah, duh, bagaimana ini?" Batin Dila, sebenarnya ia senang bisa sekaligus menemui si kembar, tapi bagaimana jika disana bertemu Silfia?
"Ah, biar saja, apa yang terjadi terjadilah" Dila pun akhirnya berangkat. Namanya juga kerja, ia harus profesional. Mencari pekerjaan sekarang susah, ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
Motor Matic fasilitas catering pun melaju sedang menuju kediaman Barra. Siang itu jalanan lancar, memudahkan Dila untuk cepat tiba di mana sembilan bulan yang lalu ia bekerja sebagai baby sitter di rumah itu.
Tiba di halaman, Dila menyiapkan mental apabila bertemu Silfia. Dia harus siap menghadapi amukkan Silfia jika sudah tahu bahwa sekarang ini ia adalah istri Abdullah. Sebab, Faizah bisa saja bercerita kepada Silfia ketika datang ke acara pernikahan tempo hari.
"Kamu?" Ketus Silfia yang kebetulan membuka pintu.
Tetapi Dila menanggapi dengan tersenyum, ia bersikap seolah-olah tidak pernah ada masalah dengan Silfia. "Apa kabar Kak?" Tanya Dila, setelah beberapa menit saling diam.
"Kamu kesini pasti ingin bertemu Abdullah kan? Jangan mimpi!" Ketus Silfia. Ternyata dugaan Dila salah, Silfia sepertinya belum tahu jika Abdullah menikah dengannya.
"Oh, tidak. Saya kesini mau mengantar pesanan Kak Faiz."
"Alesan!" Silfia melipat tangan di dada. Seolah-olah ia bos di rumah itu.
"Maaf Kak, saya tidak ada waktu untuk berdebat, tolong panggilkan Kak Faiz" Dila harus cepat-cepat, karena pekerjaan yang lain sudah menunggu. Namun, tidak ada pergerakkan dari Silfi, Dila menghubungi Faiz.
"Assalamualaikum..." Jawab Faiz di telepon.
"Aku menunggu di luar, Kak," Dila menutup handphone kembali memasukkan ke dalam tas kecil.
"Silfia, ada Dila kok tidak disuruh masuk," Faiz pun muncul.
"Tadi sudah saya suruh masuk Non, tapi Dila mau bertemu Non Faiz langsung, katanya," jawab Silfia asal, lalu membungkuk hendak setrika pakaian Yusup dan Yasmine.
"Dila, kok kamu sendirian, setiap pulang kerja kan Abdullah kesini dulu, kenapa kamu tidak bareng saja..." Faiz menyuruh Dila masuk, ia pikir Dila ingin main saja.
"Kak, tolong jangan bilang Silfia, kalau aku sudah menikah dengan Kak Abdullah ya" lirih Dila, agar tidak terdengar Silfia.
"Loh, memangnya kenapa?" Faiz bertanya, untuk apa pula pernikahan harus disembunyikan.
"Aku tidak mau ribut Kak" Dila mengatakan jika Silfi sebenarnya mencintai Abdullah. Tetapi tidak mengatakan bagaimana kisahnya dengan Abdullah.
"Oh begitu" Faiz tidak menyangka jika selama ini terjadi cinta segitiga di antara mereka.
"Oh, iya, saya kesini kan mau mengantar pesanan, Kak," Dila segera keluar, sampai lupa tujuan datang ke rumah itu.
"Pesanan apa?" Faiz mengikuti Dila ke pinggir motor.
"Kakak pesan makanan di catering Eco, kan?" Dila menyerahkan bok dalam kantong plastik merah.
"Jadi... kamu bekerja di sana, La?" Faizah menatap Dila tidak percaya. Istri Abdullah, anak pemilik perkebunan yang terkenal kaya, belum lagi Abdul bekerja dengan suaminya dengan gaji besar, tetapi membiarkan istrinya bekerja panas-panasan.
"Ada apa sebenarnya antara kamu dengan Abdullah La? Cerita La" Faiz menggoyang pundak Dila, merasa ada yang tidak beres.
...~Bersambung~...
pokoknya ditunggu banget kelanjutannya author
semngattttt
Faiz, sementara ajak Dila ke rumah orang tuamu agar Dila menemukan kebahagiaan & kedamaian dirinya & keluarganya