Sofia Anderson lahir dari keluarga kaya raya namun ia di besarkan dan hidup sederhana bersama seorang pria yang menculiknya sewaktu masih kecil karena sebuah dendam masa lalu.
16 tahun kemudian sang penculik mulai menyadari kesalahannya dan ingin menyerahkan Sofia pada orang tua kandungnya. Lantas memindahkan gadis itu ke universitas milik keluarganya berharap ada keajaiban disana.
Namun tingkat sosial yang berbeda membuat Sofia mendapatkan banyak sekali bullyan dari teman-temannya, belum lagi ayah angkatnya (sang penculik) yang tiba-tiba menghembuskan napas terakhirnya sebelum mengatakan rahasia yang sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab~29
Malam itu Sofia nampak terbangun setelah tak sadarkan diri sejak tadi siang. "Saya di mana ?" ucapnya kemudian.
"Anda di rumah sakit, nona." terang sang perawat yang kebetulan sedang mengganti botol infusnya yang telah habis.
"Rumah sakit? bagaimana bisa? aku tadi sedang bekerja." Sofia masih nampak bingung.
"Tadi siang bos anda membawamu kesini dalam keadaan pingsan." terang sang perawat.
"Bos ?" gumam Sofia dan bersamaan itu ruangannya nampak di buka dari luar.
"Syukurlah kau sudah sadar, Sofia." Lucy yang baru datang segera berjalan mendekat.
"Aku menungguimu sejak tadi, tapi karena mengantuk aku membeli kopi saja." terangnya seraya menunjukkan botol kopi kemasan di tangannya.
"Terima kasih, tapi lebih baik kamu pulang Lucy aku akan baik-baik saja di sini." timpal Elsa tak enak hati.
"Sudah tidak apa-apa, ini perintah CEO. Beliau memintaku untuk menjagamu setelah tadi bertanya padaku kamu mempunyai keluarga atau tidak di sini." terang Lucy kemudian.
"CEO ?" Lagi-lagi Sofia nampak tak mengerti.
"Apa di kehidupan sebelumnya kamu adalah seorang pahlawan Sofia? sampai-sampai seorang CEO yang terkenal sangat dingin dan galak pun bisa baik sekali denganmu." timpal Lucy dengan penasaran.
"Ya aku dulu adalah super hero, Luc." celetuk Sofia sembari terkekeh dan itu membuat Lucy nampak gemas menatapnya.
"Baiklah kamu harus makan banyak, Sofia." Lucy nampak mengulurkan satu sendok makanan ke depan bibir Sofia.
"Aku bisa sendiri." Sofia langsung mengambil sendok beserta piring yang sedang di bawa oleh sahabatnya itu.
"Baiklah, tapi kamu harus makan yang banyak." ujar Lucy.
"Oh ya apa kamu tahu, tadi CEO menggendongmu bak seorang pahlawan dan...." ucapan Lucy terjeda saat Sofia tiba-tiba tersedak makanan yang sedang ia kunyah.
"Pelan-pelan Sofia." Lucy bergegas mengulurkan segelas air mineral padanya dan langsung di minum oleh gadis itu.
"CEO menggendongku ?" ucap Sofia setelah itu dengan wajah tak percaya.
"Hm dan kamu tahu semua karyawan wanita di kantor langsung iri padamu termasuk aku, Sofia." Lucy yang nampak gemas langsung menggoyang-goyang lengan Sofia hingga gadis itu meringis kesakitan.
"Maaf, aku terlalu histeris Sofia. Kamu benar-benar seperti Cinderela bersama seorang pangeran." imbuh Lucy lagi dengan antusias.
"Kamu terlalu berlebihan Lucy, wajar dia menolongku saat pingsan di ruangannya karena jika tidak maka aku akan benar-benar menyebutnya manusia tak berperasaan." timpal Sofia menanggapinya.
"Kamu benar-benar tak mengasyikkan, Sofia." Lucy nampak mengerucutkan bibirnya, harusnya sahabatnya itu merasa antusias juga dan bangga tapi reaksinya justru biasa saja.
"Berhenti berhayal Lucy, sadarlah kita hanya orang-orang kelas bawah jadi apa yang kau pikirkan itu takkan mungkin terjadi." timpal Sofia, meskipun ia mempunyai impian setinggi langit namun sedikitpun ia tak pernah bermimpi mempunyai pasangan yang kaya raya.
Sofia terlalu sadar diri dan cerita Cinderela hanya ada di negeri dongeng, suatu saat ia hanya berharap akan menemukan seorang pria yang bertanggung jawab dan mencintainya dengan tulus. Sebuah impian yang simpel dan realistis menurutnya.
"Baiklah, bolehkah aku tidur sebentar Sofia dan lebih baik kau juga tidur kembali." ucap Lucy setelah membereskan bekas makan sahabatnya itu, kemudian gadis itu nampak merebahkan dirinya di sebuah ranjang khusus untuk keluarga pasien yang berada tak jauh dari ranjang milik Sofia.
Kapan lagi ia bisa menikmati sebuah ruangan VIP di rumah sakit elit di kotanya tersebut, jika bukan saat ini. Karena nanti belum tentu ada kesempatan seperti ini lagi, CEOnya itu benar-benar sangat baik dan ia takkan berhenti mengaguminya.
Lucy nampak senyum-senyum sendiri mengingat bagaimana CEOnya itu menggendong Sofia bak seorang pangeran menggendong sang putri.
"Sofia, aku benar-benar rela jika jodohmu adalah CEO. Jika itu benar jangan lupakan aku ya. Tak apa aku menjadi pelayanmu asal selalu bisa bersamamu menyaksikan kebahagiaan kalian." lirih Lucy sembari memejamkan matanya dan itu membuat Sofia yang masih mendengarnya nampak geleng-geleng kepala.
"Sepertinya yang pantas di rawat itu kamu bukan aku, Lucy." timpalnya namun sepertinya sahabatnya itu telah mengarungi mimpinya karena tak lagi menanggapi perkataannya.
Menyadari dirinya di tinggal tidur, Sofia nampak menghela napasnya. Kemudian gadis itu kembali merebahkan tubuhnya dan memaksakan matanya untuk tidur, ia ingin cepat berganti hari dan segera pulang dari sini.
Sungguh ia tidak bisa membayangkan berapa harga sewa ruangan yang ia tempati itu dalam semalam.
Keesokan harinya.....
"Jadi hari ini saya sudah boleh pulangkan, dok ?" tanya Sofia saat dokter datang memeriksanya pagi itu, ia sudah merasa lebih baik setelah tadi bangun pagi.
"Belum bisa nona Sofia, bos anda memerintahkan anda untuk di rawat di sini hingga benar-benar sembuh." tegas sang dokter.
"Tapi saya sudah merasa lebih baik dok dan saya juga tidak mempunyai uang untuk membayar sewa kamar yang sangat mewah ini." terang Sofia seraya mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan tersebut.
"Anda tenang saja nona, semua biaya administrasi sudah di tanggung oleh perusahaan anda. Jadi lebih baik fokuslah dengan kesembuhanmu saat ini." terang sang dokter lagi.
"Di tanggung perusahaan? apa dengan sistem potong gaji lagi ?" gumam Sofia, mana mungkin perusahaan mau menanggung biaya rumah sakit dengan fasilitas semewah ini dengan cuma-cuma pikirnya.
"Tapi dok, saya benar-benar merasa sehat." mohon Sofia lagi, ia harus secepatnya bekerja dan mendapatkan uang untuk membayar sewa rumahnya juga.
"Anda mengalami anemia, nona. Tolong beristirahatlah beberapa hari di sini sampai benar-benar sembuh." tegas sang dokter tanpa mau di bantah, sepertinya dokter itu lebih menyayangi pekerjaannya dari pada mengikuti keinginan gadis tersebut.
Tak ingin berdebat lebih jauh, dokter itu segera pergi setelah memasang infus baru untuk Sofia dan gadis itu terlihat pasrah di atas tempat tidurnya.
Sementara itu di tempat lain James terlihat sibuk di ruang kerjanya siang itu.
"Selamat siang, tuan." sapa sang asisten setelah masuk ke dalam ruangannya.
James nampak menatap pria itu sejenak lantas kembali menatap layar monitornya. "Ada informasi apa, Ben ?" tanyanya kemudian.
"Mungkin saja ini penting untuk anda, tuan." sahut Ben sang asisten.
"Katakan !!" James langsung menatapnya dengan serius.
"Saya mendapatkan informasi kemarin tuan Ariel membawa seorang gadis ke rumah sakit milik anda, tuan." terang Ben yang langsung membuat James nampak memicing menatapnya.
"Seorang gadis ?" ucapnya memastikan.
"Benar tuan." sahut Ben lantas menyerahkan beberapa potret di mana Ariel nampak membopong seorang gadis masuk ke area rumah sakit milik tuannya itu.
James yang melihat itu tentu saja langsung meradang, apa calon menantunya itu sedang bermain hati dengan gadis lain?
Kemudian James kembali melihat foto-foto itu satu persatu dan pandangannya langsung melebar saat melihat wajah seorang gadis yang sedang di rawat di sebuah ruangan VIP.
"Gadis ini ?" gumamnya saat melihat potret Sofia yang terlihat sedang berbincang dengan seorang dokter di ruang perawatannya.