Hangga menatap gadis kecil di hadapannya,
" bunda sedang tidak ada dirumah om.. ada pesan? nanti Tiara sampaikan.." ujar gadis kecil itu polos,
Hangga menatapnya tidak seperti biasanya, perasaan sedih dan bersalah menyeruak begitu saja, mendesak desak di dalam dadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku mencintaimu
Suasana yang canggung itu pecah oleh suara Hanum,
" mbak, Tiara ketiduran.."
mendengar itu Rani bangkit dari kursinya, mendekat ke tenda dan melihat tiara,
benar, putrinya itu tertidur.
" Astaga.. Dia bahkan tertidur dengan perut kosong.." ujar Rani menyesalkan,
" tidak mbak, dia minum segelas susu dan makan beberapa roti denganku tadi.."
" baguslah kalau begitu, biar ku bangunkan?" Rani yang akan masuk ke dalam tenda di cegah oleh Hangga.
Entah kapan laki laki itu berjalan dari teras ke dalam, tau tau dia sudah memegang bahu Rani.
" Jangan, kasihan.." suar Hangga dalam,
" kasihan? Kau mau aku membiarkannya tidur di dalam tenda?" Rani menatap Hangga kesal.
" Akan ku pindahkan dia ke kamar, tentunya aku akan pelan pelan sehingga tidak membangunkannya,"
" Tidak, biarkan kami pulang,"
" ini sudah malam, udara juga dingin, apa kau kira baik menuruni bukit dengan membawa anak kecil yang sedang mengantuk?" suara Hangga mengesankan ia pendapatnya tidak boleh di lawan.
" Jangan karena egomu kau merugikan Tiara." Hangga terdengar serius, keduanya saling menatap, entah kenapa Rani masih saja merasa kesal, entah dorongan dari mana itu, selain itu dia juga tidak ingin Tiara semakin dekat dengan keluarga ini.
" Biarkan Tiara tidur disini nduk, kau bisa membawakan seragamnya besok pagi, biar hanum yang mengantar nya sekolah.." melihat Hangga dan Rani yang tampak tidak akur, akhirnya Hermawan menengahi.
" Saya tidak mungkin membiarkan Tiara tidur di tempat asing," jawab Rani menusuk hati semua orang yang ada disana.
" Asing? Jadi kami asing bagimu?" sekarang Hangga yang tampak kesal.
" Kalau begitu temani lah Tiara tidur disini, itu justru lebih baik." suara Hermawan tegas.
" Kau boleh membawa Tiara pulang besok pagi, tapi untuk sekarang, biarkan dia tidur nyenyak." imbuh Hermawan.
" Katakan pada bu Woyo untuk membersihkan satu kamar ma, cepat..!" perintah Hermawan pada istrinya, dan herannya istrinya itu bangkit dengan cepat menuruti suaminya.
Dan Akhirnya di pindahkan lah Tiara ke dalam kamar yang sudah di bersihkan oleh bu Woyo.
Mau tidak mau Rani tidur disana karena tidak rela putrinya sendirian diantara keluarga Hermawan.
Bagaimana pun juga Rani tidak bisa mempercayai mereka.
Sebaik apapun mereka, tetap saja rasa kecewa Kirani tidak akan pernah hilang.
Sunar di kirim kerumah Rani untuk memberi kabar pada mak Dar,
mak Dar yang di beri kabar tentu saja malah merasa senang mendengar rani menginap di tempat pak Putra yang merupakan ayah kandung dari momongannya Tiara.
" Kau senang mas?" tanya hanum saat duduk disamping kakaknya yang sedang duduk di ruang TV, TV memang menyala, tapi entah pikiran Hangga melayang kemana, sampai sampai ia kaget dengan kedatangan Hanum.
" Kau belum tidur?"
" mau tidur, tapi kepikiran mas.." ujar Hanum,
" kenapa? Aku tidak apa apa num.. Tidurlah sana.." Hangga menggosok rambut Hanum pelan,
" Kata mama anak itu mirip denganmu, setelah kulihat lihat.. Memang iya..
apakah mungkin itu anakmu mas?"
Hangga membeku, ucapan Hanum menusuk sudut terdalam di hati nya,
tapi ia harus terus sadar akan kenyataan.
" Aku juga merasa ada yang istimewa pada anak itu.. Tapi sayangnya rani tidak hamil saat ku ceraikan, dan ku kira.. Tidak mungkin dia hamil hanya karena beberapa kali kami.." Hangga diam, tidak meneruskan kalimatnya.
" jika mas sudah menghabiskan malam bersama mbak Rani, bukankah kehamilan itu mungkin?"
" kecil kemungkinannya.. Kami tidak seperti pasangan yang menghabiskan setiap malam bersama.."
" tapi bukankan lebih dari sekali?"
Hangga menutup mulut Hanum,
" cukup, tidurlah..!" perintah Hangga.
Setelah Hanum pergi, barulah ucapan Hanum memenuhi pikirannya,
tapi ia tetap mengatakan " tidak mungkin dan tidak mungkin..".
Kalau memang hamil kenapa harus pergi, bahkan susah di cari.
Bukankan di situasi yang normal dia harus pergi mencari ku dan meminta pertanggung jawaban atas bayi yang ia kandung?.
Tapi kenyataannya tidak..
dan itu berarti tidak terjadi, Tiara boleh mirip dengannya, tapi ia tetaplah putri Yudi.
Rani yang tidak bisa memejamkan mata sedari tadi akhirnya bangun,
di tatap putri kecilnya yang sedang terlelap.
Di ciumi dan di belainya.
Andai Tiara kecil tau, hati bundanya penuh nelangsa.
Andai saja dirinya tidak di ceraikan dengan begitu mudah, mungkin rasa sakit hatinya tidak akan sebesar sekarang.
Rani bangkit dari tempat tidur yang lebih empuk dari pada tempat tidur dirumahnya itu.
Semua yang berada di rumah ini serba berwarna cream dan coklat, sedingin apapun hawanya, situasinya tetap terlihat hangat.
Rani mengancingkan cardigan nya, rasa haus tiba tiba saja menyerang nya.
Ia tiba tiba teringat, ada beberapa botol air mineral di ruang tamu.
Dengan hati hati Rani membuka handle pintu dan berjalan keluar.
Rupanya beberapa lampu sudah di matikan sehingga suasana tampak remang remang.
Pelan pelan Rani berjalan menuju ruang tamu, mengambil sebotol air, membuka dan meminumnya.
Belum habis air yang di minum, tiba tiba botol itu terjatuh di lantai,
seseorang mengagetkan Rani, dan seseorang itu adalah Hangga.
" Bunda Tiara mengendap endap tengah malam rupanya.." ucap Hangga berbisik dekat sekali di telinga Kirani.
Melihat sosok yang jauh lebih tinggi darinya itu Rani mundur.
" Tidak bisa kau tidak menganggu orang ya?!" Rani kesal.
" sssssttttt..! Pelan kan suara mu, semua orang sedang tidur,"
" kalau aku tidak mau?!"
" aku akan menyeret mu ke kamarku," perkataan Hangga itu cukup membuat Rani menutup mulutnya seketika.
" Nah.. Pintar.." suara Hangga dalam.
" Minggir, aku mau kembali ke kamar." Rani merasa jalannya di halangi oleh Hangga yang lebih besar dan lebih tinggi darinya itu.
Tapi Hangga tentu saja tidak mau menyingkir begitu saja.
" Ayo bicara sebentar,"
" bicara apalagi?" Rani mendongak ke atas.
" Bicara tentang bagaimana rasanya tidur diantara orang orang asing contohnya?" rupanya kalimat Rani tadi sore begitu menyakiti hati Hangga.
" Ck.." Rani hanya berdecak dan ia sama sekali tidak ingin menjawab.
" Kau dulu tidak arogan begini," hangga menggelengkan kepalanya,
" kau dulu juga tidak menyebalkan seperti ini.." balas Rani tenang.
" Apa yang merubah mu?" tanya Hangga,
" Kau," jawab Rani, Hangga tersenyum tipis mendengar itu.
" Kau sendiri, siapa yang merubah seorang pendiam menjadi seorang yang cerewet dan menyebalkan seperti sekarang?" tanya Rani mengejek.
" Kau.." jawab Hangga pelan namun tegas.
" Aku? omong kosong.." Rani sinis,
" Jadi bagimu semua ini omong kosong??" Hangga mendekat, membuat Rani mundur dan akhirnya tersudut di dinding.
" Katakan, apa hal yang bisa membuatmu kembali kepadaku?" suara Hangga lirih namun terdengar jelas di telinga Rani.
" Aku? Kembali padamu?" tanya Rani tak percaya,
" Yah, kembalilah padaku," suara Hangga lebih jelas sekarang.
" Untuk apa aku kembali padamu? Katakan untuk apa?" pertanyaan Rani membuat Hangga tertunduk sejenak.
" Lihat Kan, kau saja tidak bisa menjawab,
Lalu untuk apa aku harus kembali padamu?
kau tidak sadar atau lupa?
pernikahan saat itu terjadi bukan karena keinginan kita, dan itu kau buktikan dengan menceraikan ku enam bulan setelah pernikahan kita".
" Aku sudah mengatakannya padamu, sebelum dan setelah kita bercerai, bahwa aku ingin melindungi mu,
aku sungguh perduli dengan kebahagian mu?" jawab Hangga menatap Rani kembali.
" Melindungi ku? dengan menjadikan ku janda?" Rani menatap Hangga tak percaya, hidung yang mancung itu sungguh terlihat tajam di bawah sinar remang remang.
" Ku kira aku akan tenang setelah menceraikan mu,
tapi nyatanya tidak,
aku tersiksa,
aku mencari mu berkali kali seperti orang tidak waras kubiarkan diriku di pukuli oleh mas Yudi,
setahun pertama rasanya sesak, bayanganmu memenuhi seisi rumah, hingga akhirnya aku menjual rumah itu" Mendengar itu tentu saja Rani tidak percaya,
" Kau pintar sekali mengarang, kau hanya menjadi pengantin pengganti, kau juga tidak memiliki hubungan khusus denganku sebelumnya, jadi hentikanlah sandiwara mu ini..!"
Kata kata Rani sungguh membuat Hangga frustasi.
" kau.. sungguh ingin aku mengakui hal yang memalukan ini?" tanya Hangga mendekat ke Rani, dan Rani tidak bisa mundur lagi.
" Menjauh," ujar Rani terdesak,
" tidak, tidak untuk saat ini.. Aku sudah tidak mau menjauh lagi.. Sudah cukup ku tahan.." suara Hangga bergetar.
" Hangga?!" Rani mendorong dada Hangga,
" Iya.. Aku mencintaimu," akhirnya kalimat yang selama ini di pendamnya terlontar juga,
" Aku mencintaimu sejak kau masih menjadi kekasih mas Genta," suara Hangga masih bergetar, seakan akan itu adalah kalimat yang sungguh sulit di ucapkan.
Mendengar itu Rani sontak kehilangan tenaga, ia sungguh tak percaya dengan apa yang ia dengar.
" Entah setan apa yang merasuki ku, aku suka padamu begitu saja, senyummu, cara bicaramu semuanya.." lanjut Hangga,
" Tidak.. kau.. kau bahkan tidak pernah bicara padaku..?" ucap Rani tak percaya,
" karena aku jatuh cinta padamu.. Dan kau sudah menjadi milik saudaraku, hanya itu yang bisa kulakukan untuk membentengi diriku??" ujar Hangga mengungkapkan isi hatinya.
.....