"Sudah pernah tidur dengan laki laki?"
"Sudah Tuan."
Ace menjawab dengan cepat tanpa ragu. Ace berpikir polos bahwa tidur yang dimaksudkan oleh pria itu adalah tidur seperti yang sering dia lakukan dengan adik laki lakinya.
"Siapkan dirimu menjadi pelayanku mulai besok."
Ace sangat senang. Meskipun dirinya mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan yang penting bisa membebaskan keluarganya dari kesulitan ekonomi. Dia tidak sadar bahwa pelayan yang dimaksudkan pria itu bukan sekedar pelayan biasa melainkan juga pelayan di ranjang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda manik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Batas Waktu Pembayaran
"Ada apa Ace?" tanya mama Rani. Sejak kedatangannya sejak pagi hingga tengah hari ini. Ace bergerak gelisah. Begitu juga dengan Rangga. Putra putrinya itu terlihat gelisah dan terkadang berbisik bisik.
"Ma. Seandainya, kita menjual rumah ini. Bagaimana ma?. tanya Ace takut. Berat hatinya menanyakan hal itu. Tapi Ace harus bertanya. Hari ini adalah batas waktu yang diberikan oleh Pak Hardi. Sedangkan uang pelunas utang belum di tangannya.
Ace memang sudah jujur kepada Tuan Hans. Tapi tanggapan suami pura puranya tidak memuaskan. Laki laki itu hanya terdiam dan tidak berkomentar. Dan Ace sangat yakin. Kepergian Hans ke luar kota sejak dua hari yang lalu sebagai tanda rasa tidak perduli akan masalah yang kini dihadapi oleh Ace. Ace bahkan sangat jelas memberitahukan bahwa hari ini adalah batas pembayaran.
Ace menjadi sadar diri menjadi istri pura pura. Ace tidak bisa menuntut banyak hal. Jika mengetahui seperti ini kenyataannya. Ace tidak akan bersedia menjadi istri pura pura. Rasanya beban dan dosanya semakin bertambah.
Mama Rani menghela nafas panjang. Dan Ace menilai itu jika mama Rani berat menjual rumah itu.
"Anggap saja tidak ada pertanyaan itu ya ma. Ace hanya berandai andai saja," kata Ace lagi. Mama Rani yang terdiam sudah cukup bagi Ace menyimpulkan jawaban mamanya. Ace seketika menyesali pertanyaan itu karena sebenarnya Ace sudah mengetahui jawaban sang mama sejak dulu. Kini ketakutan Ace semakin bertambah melihat sang mama yang terlihat menitikkan air mata.
Ace memeluk mama Rani. Sebagai perempuan, Ace bisa merasakan sakit hati sang mama. Diceraikan demi wanita lain dan hartanya diambil tentu saja membuat mama Rani sesakit ini bahkan hingga stroke.
Mama Rani adalah wanita yang baik dan berbakti kepada suami dan keluarganya. Sayangnya, hanya mantan papa mertuanya yang mengingat kebaikan mama Rani selama menjadi istri pak Andra. Selainnya menjauh seperti pak Andra yang menjauh dari darah dagingnya.
Berkali kali, Ace merasa kehidupan ini tidak adil bagi dirinya. Setelah mempunyai papa pengkhianat. Kini dirinya mempunyai suami pura pura yang suka mengingkari janji. Ace berjanji dalam hati, jika rumah milik keluarganya jatuh ke tangan pak Hardi. Maka saat itu juga, Ace akan memutuskan pernikahan pura pura itu karena alasan dirinya bersedia menjadi pelayan bahkan istri pura pura hanya karena alasan hutang dan rumah itu.
Di ruangan lain, Rangga tidak kalah gelisah daripada Ace. Rangga mengepalkan kedua tangganya. Pikiran nya masih tetap tertuju kepada Pak Andra. Benci dan rasa dendam tertahan di hatinya membuat wajahnya memerah dengan rahang yang keras. Andaikan upah membunuh bukan neraka, bisa dipakai Pak Andra saat ini tidak bernafas.
"Rangga," panggil Ace bersamaan dengan pintu kamar yang terbuka.
"Mbak, aku tidak sanggup kehilangan mama mbak," kata Rangga dengan tangis yang tertahan. Jarum jam terus berputar itu tandanya batas pembayaran hutang tinggal hitungan jam. Rangga sudah membayangkan hal terburuk jika hutang mereka tidak dilunasi. Bukan hanya rumah itu yang menjadi milik pak Hardi tapi kesehatan mama Rani juga menjadi taruhan. Mama Rani sudah pernah stroke. Jika terbebani pikiran berat akan beresiko akan stroke kembali. Akibatnya tidak main main. lumpuh total atau bahkan kematian.
Ace meraih tubuh adiknya dan memeluk Rangga. Hal yang sama yang ditakutkan oleh Ace. Saling berpelukan hanya begitu cara mereka saling menguatkan.
Kakak beradik itu sama sama terisak dan tidak berani mengeluarkan suara tangisan. Mereka takut, mama Rani mendengar tangisan mereka.
"Rangga, titip mama sebentar."
"Mbak, mau kemana?" tanya Rangga. Ketakutan jelas terlihat di wajahnya. Dia tidak mau, di saat pak Hardi datang mengusir mereka Ace tidak ada. Rangga tidak sanggup menghadapi pak Hardi sendirian apalagi ada mama Rani yang harus dikhawatirkan.
"Mbak, mau ke rumah Pak Hardi. Mbak, akan memohon supaya diberikan batas waktu tiga minggu lagi."
Ace sudah memikirkan hal itu. Dia rela berlutut di kaki pak Hardi asalkan diberikan batas waktu lagi.
"Pergilah secepatnya mbak. Semoga pak Hardi berbaik hati."
Rangga setuju dengan Ace. Hanya itu yang bisa mereka lakukan menunggu bala bantuan datang.
Baru saja, Ace hendak keluar dari kamar Rangga. Suara laki laki yang sangat mereka kenali membuat Ace dan Rangga ketakutan. Detak jantung mereka berdetak dua kali lipat. Suara Pak Hardi terdengar hingga ke kamar itu yang memanggil nama Ace.
Rasa takut dan panik bercampur jadi satu. Ace dan Rangga bergerak keluar dari kamar. Tujuan mereka berbeda. Tanpa diberi aba aba, Rangga langsung masuk ke kamar mama Rani sedangkan Ace menuju pintu menemui pak Hardi.
"Halo Ace. Apa kabar?" tanya Pak Hardi sangat ramah dengan senyum yang dibuat semanis mungkin. Pria itu sangat yakin jika rumah besar itu akan menjadi miliknya sebenar lagi. Di sebelahnya, pria yang selalu mengawal dirinya sudah memegang map berisi berkas yang berkaitan dengan pengalihan nama kepemilikan rumah itu.
"Kabar baik Pak. Silahkan duduk," jawab Ace dengan suara yang gemetar. Ace sengaja menunjuk bangku kayu di teras rumah supaya pembicaraan mereka tidak terdengar hingga ke kamar mama Rani. Ace merasakan hatinya sangat sesak mendengar suara Rangga yang bernyanyi. Ace mengetahui alasan adiknya itu bernyanyi supaya mama Rani tidak mendengar pembicaraan mereka.
"Oke. Terima kasih Ace. Untuk saat ini, kamu boleh sesuka hati menyuruh kamu duduk entah dimana," jawab Pak Hardi. Mungkin laki laki itu merasa tersinggung karena Ace tidak mempersilahkan mereka untuk masuk padahal pak Hardi tidak sabar menjelajahi rumah yang sebentar lagi menjadi miliknya.
Pak Hardi dan Ace juga pengawal pribadi Hardi sudah duduk berhadapan di terus rumah. Ace meremas ujung bajunya sedangkan pak Hardi tersenyum melihat ketakutan Ace.
"Mana uang ku ce. Apa sudah ada?"
Sumpah demi apapun. Pertanyaan pak Hardi seperti sebuah ejekan bagi dirinya. Tidak mudah mencari uang ratusan juta hanya dua minggu hanya pengusaha yang bisa seperti itu. Sedangkan dirinya?. Hanya seorang pelayan.
Ace tiba tiba menjatuhkan dirinya di hadapan pak Hardi. Ace berlutut dengan kaki yang gemetar.
"Aku mohon Pak, sekali ini saja, tolong bwriky batas waktu tiga minggu lagi."
"Hutang tidak akan lunas hanya dengan berlutut. Jika hanya berlutut bisa membayar hutang. Bisa dipastikan semua orang akan malas bekerja."
Jawaban pak Hardi membuat Ace melemas.
"Aku mohon pak. Apapun syaratnya akan aku penuhi."
Pak Hardi tertawa terbahak bahak membuat Ace semakin ketakutan. Suara Pak Hardi pasti terdengar ke dalam rumah meskipun Rangga masih bernyanyi.
"Bagaimana menurut mu Dika?" tanya Pak Hardi kepada pengawalnya. Pertanyaan itu bukan untuk meminta pendapat pengawalnya karena terdengar seperti ejekan.
'Kalau Ace bersedia menjadi simpanan kenapa tidak pak bos. Lagipula, uang ratusan juta tidak seberapa bagi pak Bos."
Jawaban yang semakin tidak masuk akal dan saat itu juga Ace melotot ke wajah pengawal yang tidak punya ahklak itu.
"Benar yang kamu katakan Dika. Tapi sayang aku tidak tertarik. Daripada wanita, aku lebih tertarik kepada harta. Wanita simpanan atau istri muda tidak bisa diwariskan kepada anak cucu. Sedangkan harta. Sangat jelas akan milik anak cucuku nantinya," jawab Pak Hardi tenang. Dia tidak sadar, dengan seperti rencananya itu. Juga sudah mewariskan harta dari jalan yang tidak benar.
"Ace, batas waktu yang aku berikan sudah cukup. Jika kamu tidak mempunyai uang sekarang. Kosong kan rumah ini hari ini juga. Jika tidak. Terpaksa anak buahku yang mengeluarkan barang kalian dari rumah.
"Aku mohon Pak. Tolong berikan kelonggaran.
"Tidak bisa Ace."
Permohonan Ace tidak ada artinya sama sekali. Hingga sore harinya, anak buah pak Hardi benar benar masuk ke dalam rumay Ace. Sikap mereka sangat arogan dan mengeluarkan barang apa saja yang bisa dilihat matanya mereka.
"Ada apa ini?" tanya mama Rani bingung sedangkan Rangga berusaha mengusir para anak buah pak Hardi itu.
Ace melemas ketika mama Rani juga terlihat melemas mendengar perkataan salah satu anak buah pak Hardi itu. Dengan gerakan kepala, Ace menyuruh Rangga membawa mama Rani ke dalam kamar.
Ace mengeluarkan ponselnya. Dia nekat menghubungi Randi.
"Pak Randi, tolong aku pak Randi. Rentenir itu benar benar nekad mengusir keluarga ku dari rumah sekarang ini," kata Ace ketika panggilan kepada Randi tersambung. Ace sengaja menghubungi Randi karena Randi yang percaya dengan alasannya menjadi pelayan dibandingkan dengan Tuan Hans.
Ace menangis bukan bermaksud untukmembuat Randi kasihan tapi memang air matanya yang tidak kunjung berhenti.
"Ini bukan Randi. Ini Hans."
Jawaban dari seberang membuat Ace hilang harapan. Sepertinya mereka memang harus merelakan rumah itu untuk pak Hardi. Ace memutus panggilan itu karena merasa tidak ada gunanya berbicara dengan suami pura puranya itu.
Ace berlari di dalam kamar. Yang ada di pikirannya saat ini untuk menenangkan hati mama Rani.
Aku masih setia menunggu 🤧🤧🤧
Update dong kak 🙏🙏🙏
lupain anak2nya hanya gara pelakor