Misda terpaksa harus bekerja di kota untuk mencukupi kebutuhan keluarga nya. Saat Dikota, mau tidak mau Misda menjadi LC di sebuah kafe. Singkat cerita karena godaan dari teman LC nya, Misda diajak ke orang pintar untuk memasang susuk untuk daya tarik dan pikat supaya Misda.
Bagaimana kisah selanjutnya? Ikuti cerita novelnya di SUSUK JALATUNDA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naim Nurbanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
"Apa yang sebenarnya terjadi, Misda?” tanya Dona, matanya menyipit di kegelapan malam yang mulai menyelimuti kafe karaoke.
Mereka duduk bersebelahan di sofa, menanti detik demi detik berlalu, pelanggan yang menikmati malam panjang dengan lagu dan gelas-gelas penuh harap. Di seberang, Wono berjaga, bukan satpam dengan seragam resmi, tapi sorot matanya yang terus mengintai Misda membuat udara jadi berat. Malam ini, Misda berani tampil beda dari biasanya dengan seragam kafe yang membalut tubuhnya. Misda menunduk, suaranya nyaris berbisik,
“Dona, ada sosok sinden itu… dia muncul setiap kali aku terjebak dalam bahaya. Bukan cuma penampakan, dia… dia sampai merasuki aku. Membuatku kehilangan kendali atas diriku sendiri, hingga aku tak sadar apa yang telah kulakukan.” Dona terkejut, nadanya bergetar penuh kecemasan.
“Tadi malam, apa kamu… melukai tamu? Zein atau Jaka, mungkin?”
Misda menggeleng cepat, namun matanya menggambarkan ketakutan yang dalam, seolah rahasia gelap itu siap meledak kapan saja dari balik bibirnya. Suasana di kafe jadi tegang, waktu berhenti sejenak, terjebak dalam misteri yang lebih gelap dari malam yang menyelimuti mereka.
"Tidak, mereka tampak baik-baik saja, setidaknya di permukaan. Namun, hatiku hampir hancur saat kedua pria itu nyaris melecehkanku, mencabik rasa aman yang selama ini kupelihara. Tiba-tiba, kedua pria itu tersungkur, seperti terperangkap dalam bayang sosok sinden yang muncul tanpa peringatan. Matanya tajam, penuh amarah yang tak terlihat oleh mereka. Meski begitu, mereka meninggalkanku dengan tumpukan uang sebagai “tanda perdamaian.”
"Yang penting kamu tetap dapat tips yang banyak," kata Dona dengan senyum dingin, tapi matanya memantau reaksi tubuhku dengan tajam.
Sementara itu, dari kejauhan, Wono terus mengamati setiap gerak-gerikku bersama Dona, matanya seperti menelusuri rahasia yang kusimpan rapat.
"Misda, lihat deh... Wono itu sudah sejak tadi ngintip kamu terus. Jangan-jangan dia menyukaimu," bisik Dona pelan, seolah memberi peringatan sekaligus candaan.
Dalam dada, sebuah pertanyaan menggelayut. Apakah tatapan Wono lebih dari sekadar perhatian biasa? Ataukah kisah baru sedang merangkak perlahan di antara bayang malam ini?
Misda mencuri pandang ke arah Wono, dan saat itulah mata mereka saling bertaut, seolah waktu berhenti sejenak. Wono tak bisa menahan diri, ia melambaikan tangan dengan senyum tulus yang mengembang di bibirnya. Namun, wajah Misda tiba-tiba membara, pipinya memerah dalam diam, lalu ia menundukkan kepala, menahan gelombang perasaan yang berkecamuk di dadanya.
Ingatan semalam menyeruak ke dalam benaknya, momen penuh keintiman yang tak terlupakan bersama Wono, di bawah bayang-bayang sosok sinden misterius itu. Hatinya bertanya-tanya, apakah sinden itu menyimpan rasa pada Wono? Namun anehnya, makhluk halus itu tak pernah melukai pria yang jelas-jelas begitu ingin merangkul dirinya. Mungkin, di balik segala misteri itu, ada perlindungan yang tak terlihat, menjaga Wono tetap dekat dengannya.
"Apakah benar Wono sudah resmi bercerai dengan istrinya?" tanya Misda dengan suara bergetar, seolah takut mendengar jawabannya. Dona menyipitkan mata, menahan napas saat mendengar pertanyaan itu.
"Sudah... Bahkan dia sudah jadi duda setahun terakhir ini," bisik Dona pelan, nada suaranya tiba-tiba berubah dingin.
"Kenapa? Kamu tertarik padanya?" Misda buru-buru mengalihkan pembicaraan, mencoba menyembunyikan keraguannya.
Namun, tak lama kemudian, dua pria datang mencari bantuan untuk LC, dan mereka memilih duduk bersama Misda dan Dona. Tiba-tiba, Wono muncul. Matanya menghitam, penuh kegelisahan, seolah hawa dingin menyusup ke tulang ketika ia melihat Misda bersama dua pria itu.
Tanpa berkata sepatah kata, Misda bersama dengan kedua pria berpenampilan rapi ikut masuk ke ruang VVIP, diikuti Dona yang tak bisa menutupi keinginannya mengawasi semua itu dengan cermat.
Ruangan itu seketika berubah tegang, udara bagaikan listrik yang bergetar di antara mereka. Kedua pria yang berdompet tebal itu tampak seperti pria yang sedang berperang dalam diam, menghadapi sesuatu yang jauh lebih dari sekadar masalah biasa.
"Tuan, mau pesan makanan dan minuman apa?”
Dona menyerahkan buku menu dengan tangan yang sedikit bergetar, matanya tak bisa lepas dari dua pria di depannya. Mereka saling bertukar pandang, lalu membuka halaman demi halaman dengan cepat, seolah-olah waktu memaksa mereka untuk segera memilih. Dona mencatat pesanan mereka dengan penuh perhatian, tapi hatinya berdegup kencang, menebak-nebak apa sebenarnya yang tersembunyi di balik senyum dingin mereka.
Di sudut ruangan, Misda menyalakan layar televisi, memecah keheningan dengan alunan nada karoke yang mulai mengalun pelan. Namun, ketegangan di antara mereka tetap menggantung di udara, seperti awan gelap yang siap meledak kapan saja..
"Hai, kamu! Siapa namamu?" suara pria dewasa yang berwibawa itu tiba-tiba memecah keheningan ruangan.
Matanya tajam menatap Misda dengan senyum yang penuh arti. Misda, yang baru saja menyalakan musik, menoleh dan duduk tak jauh darinya, sedikit gugup tapi mencoba membalas senyum itu.
"Misda, Om," jawabnya pelan, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
Pria itu, dengan santai namun penuh keyakinan, melingkarkan lengannya di atas bahu Misda, satu tangan yang lain masih menggenggam remot mixer dengan lincah.
"Panggil aku Roy. Ayo, kita bernyanyi karaoke sambil menunggu makanan dan minuman kita datang."
Misda menatap layar pemilihan lagu, mencari lagu favorit Roy, mencoba menyembunyikan rasa penasaran yang tiba-tiba membakar dadanya. Suasana yang sebelumnya biasa kini berubah menjadi lebih hangat, penuh tanya dan janji yang belum terucap..
Sementara itu, Dona tanpa canggung ikut berjoget bersama seorang pria yang tak lain adalah teman Roy, Alex. Mata Misda membelalak, terpaku menyaksikan Dona bergerak begitu menggoda, tangannya terbalut erat di pinggang ramping pria itu.
Alex tak ragu mengajak Dona menari dengan gerakan exotic yang memancing decak kagum dan bisik-bisik di sekeliling. Roy, duduk santai di sofa panjang ruang VVIP, menebar senyum lebar penuh kemenangan, seolah mengatakan bahwa malam ini miliknya sepenuhnya.
Tak lama kemudian, pelayan wanita datang mengantarkan pesanan makanan dan minuman, meletakkannya dengan anggun di atas meja panjang, menambah kemewahan suasana yang telah memanas.
Misda menuang minuman ke gelas Roy dengan gerakan cepat, lalu menyerahkannya dengan senyum penuh arti. Roy menenggak habis tanpa ragu, lalu suaranya kembali mengalun lepas, memenuhi ruangan dengan lagu-lagu yang seolah meledakkan semangat.
Saat giliran Alex menaikkan nada, Dona duduk di sebelahnya, matanya memancarkan kagum yang tak bisa disembunyikan. Sementara itu, Roy mengajak Misda berdiri dan berjoget, langkah mereka menyatu dalam irama yang memercikkan kebahagiaan.
Lampu yang berkelap-kelip menari di dinding, mengubah ruangan kecil itu menjadi panggung penuh warna, seolah dunia hanya milik mereka empat malam itu, penuh tawa, musik, dan detak sukacita yang tak terhingga.
Saat duduk menemani Alex bernyanyi, pandangan Dona terpaku pada Misda yang asyik berjoget di sudut ruangan. Namun, jantungnya tiba-tiba tercekat saat sosok bayangan seorang sinden muncul di belakang Misda, seolah ikut menari tanpa diundang.
Wajah Dona berubah pucat, napasnya tersengal oleh keanehan yang ia rasakan, seolah ada sesuatu yang kelam menyelubungi momen itu. Gelisah mulai menggerogoti hatinya, Dona tak kuasa menahan rasa takut yang menjalar perlahan. Segera, ia menggigit bibir dan memutuskan untuk mengubah suasana yang sudah tak lagi nyaman itu.
“Om Alex, coba ganti lagu dangdut aja, yuk...” ucap Dona dengan suara gemetar, berusaha menutupi kegelisahannya.
Alex menatapnya, mengangguk pelan. Dona segera mencari lagu dangdut koplo yang riang, berharap irama yang bergelora itu mampu mengusir bayangan misterius yang membekap ruangan.