"Apa kamu sudah menemukan informasi tentangnya, Jackson?"
"Sudah, Kak. Aku yakin dia adalah dady kita."
Dua bocah laki-laki berusia 7 tahun itu kini menatap ke arah layar komputer mereka bersama-sama. Mereka melihat foto seorang Pria dengan tatapan datar dan dingin. Namun, dia memiliki wajah yang sangat tampan rupawan.
"Jarret, Jackson apa yang kalian lakukan?" Tiba-tiba suara seseorang membuat kedua bocah itu tersentak kaget.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emmarisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Takdir
Jika saja nasib manusia bisa dia tentukan sendiri, maka setiap manusia tidak akan menjalani sebuah kepahitan dalam perjalanan hidupnya. Mereka akan memilih kehidupan yang manis dan bahagia.
Seperti halnya yang terjadi pada hidup Giani saat ini. Andai dia bisa memilih jalan hidupnya, mungkin dia hanya akan memilih menghabiskan waktunya dengan menemani sang ayah.
Giani tersenyum saat membayangkan wajah terkejut ayahnya nanti. Dia pikir dia akan memberi kejutan pada sang ayah dengan tiba-tiba pulang ke Melbourne dan menetap di sana.
Giani baru saja keluar dari ruangan laboratorium universitasnya. Dia baru saja berpamitan dengan kepala laboratorium dan rekan-rekan kerjanya. Untuk urusan sekolah Jarret dan Jackson, Elena yang akan membantu mengurusnya.
Saat ini Giani hanya ingin pulang dan menemani ayahnya. Pasti akan menyenangkan jika mereka bisa melewati Natal bersama. Karena sebentar lagi sudah memasuki bulan Desember.
Akan tetapi, tidak ada yang tahu takdir esok hari akan seperti apa? Tidak ada yang bisa mengira apakah besok mereka akan bertemu bahagia atau justru derita.
Semua urusan pekerjaan telah Giani selesaikan. Tinggal menunggu berkas-berkas dari sekolah kedua putranya. Giani kini sedang mencicil memasukkan semua barang-barangnya ke dalam koper.
"Mom." Jackson masuk dan duduk di tepi ranjang ibunya.
"Ya, Sayang," jawab Giani sembari tetap memasukkan beberapa bajunya ke dalam koper.
"Apa mommy akan menerima daddy?" Giani menoleh menatap putra bungsunya dengan tatapan teduh.
"Kenapa memangnya?"
"Jika mommy tidak mau menerima daddy tidak apa-apa. Jangan gara-gara kami mommy jadi tidak bahagia."
"Katakan pada mommy, apa yang kalian inginkan?"
"Kami mau mommy bahagia," jawab Jack mantap. Giani tersenyum. Dia menarik tubuh Jackson dan memeluknya.
"Kalian lah kebahagiaan mommy, mommy akan lakukan apapun agar kalian bahagia."
"Thanks, Mom. I love you."
"Me too," jawab Giani sembari mengecup puncak kepala putranya.
***
Sementara itu, Di Melbourne Australia. Dawson tersenyum saat Aluna membawa informasi mengenai ibu dari kedua bocah yang diduga anak Ben.
Meski kemarin anak buahnya sempat gagal menguntit Ben, tapi Dawson dengan mudahnya bisa membujuk Aluna untuk mencari info mengenai Giani. Beruntung gadis itu ingat jika Giani adalah salah satu karyawan Ben di Sword of Science. Dengan sedikit menggertak salah seorang bawahannya, Aluna mendapat informasi di mana rumah Giani dan siapa orang tua wanita itu.
"Apa yang akan kau lakukan, Darling? Kau tidak berniat selingkuh dengannya, 'kan?"
Dawson menyeringai, Dia menarik Aluna hingga gadis itu jatuh ke pangkuannya. "Kau tenang saja, Honey. Aku tidak akan berpaling darimu," ujar Dawson sembari mengusap dagu Aluna dan lalu dia mengecup lembut bibir gadis itu.
Aku pasti buta jika memilihmu. Dia bukanlah wanita biasa. Meski dia sudah melahirkan anak untuk Ben, tapi melihat tubuhnya saja membuat seluruh badanku terasa panas. Batin Dawson.
Setelah Aluna pergi, Dawson memanggil Toni asistennya. Kali ini dia harus segera bertindak cepat sebelum Ben mengurung Giani dalam sangkar emasnya dan kesempatannya untuk memiliki wanita itu akan berkurang.
"Panggil anak buahmu kemari, Toni."
"Baik, Tuan. Toni berbicara melalui earphones dan tak lama 3 orang anak buah Toni masuk ke ruangan Dawson.
"Ini, kalian lihat! Namanya Profesor Gilbert. Aku mau malam ini kalian lakukan apa yang akan aku perintahkan."
"Baik, Tuan."
Dawson menyeringai. Akan dia dapatkan Giani apapun caranya bahkan termasuk jika dia harus melenyapkan orang-orang disekitarnya agar tidak ada satu pun yang menghalanginya.
Entah mengapa sejak melihat Giani dia merasa langsung jatuh hati pada wanita itu. Dawson merasakan debaran aneh saat melihat sosok Giani. Terlebih saat ia melihat Giani memperlakukan anak-anaknya. Dawson menginginkan wanita itu kelak juga akan merawat anak-anak mereka dengan baik.
Dawson mulai menyusun sekenario. Dia akan memancing Giani agar datang ke Melbourne, lalu setelah itu, Dawson akan menculik anak-anak Giani agar Giani bisa dia kendalikan.
Baru membayangkannya saja, Pria berhati iblis itu menyeringai. Dia ingin segera melancarkan rencananya malam ini juga.
***
3 orang anak buah Dawson bersiap di depan rumah Profesor Gilbert. Mereka mengintai tempat itu sedari siang dan naasnya tidak ada yang menyadari jika orang-orang di dalam mobil itu sedang mengincar nyawa si pemilik rumah.
Mereka bertiga turun dengan memakai penutup wajah. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Mereka sudah yakin jika Profesor itu telah tertidur. Sungguh malang, pria tua itu akan menjadi korban pertama dari kekejaman Dawson.
Mereka mengendap-endap masuk ke pekarangan rumah Profesor Gilbert. Salah seorang dari mereka menuang bensin mengelilingi rumah Profesor Gilbert, sedang dua orang lainnya berjaga-jaga. Mereka segera membakar rumah Profesor malang itu dan lalu pergi meninggalkan rumahnya.
Api dengan cepat merambat dan mengepung Profesor Gilbert yang sedang terlelap. Tetangga tak ada yang menyadari karena suasana di sekitar rumah Profesor Gilbert cukup sepi.
Di Sidney
Giani berkali-kali mengubah posisi tidurnya, Namun, sayangnya dia tidak bisa mendapatkan posisi yang pas untuk terlelap. Entah mengapa malam ini perasaannya begitu resah dan gelisah. Sekelebat bayangan ayahnya terlintas di pikiran Giani.
Giani mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi nomor ayahnya. Namun, rupanya nomor Profesor Gilbert tidak aktif.
Apa terjadi sesuatu dengan papa? Tuhan ku mohon lindungi papaku. Batin Giani bergolak. Rasanya jika dia punya pintu kemana saja milik doraemon, si tokoh kartun kesayangan anaknya dia pasti akan segera ke Melbourne untuk memastikan kondisi papanya.
Lama Giani berkutat dengan pikirannya, hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 4. Saat Giani akan memejamkan matanya, tiba-tiba ponselnya berdering. Nomor tak di kenal masuk, Giani langsung mengangkatnya.
("Nona, ini saya Ramos.")
"Ada apa tuan Ramos?"
("Sa_ya ingin menyampaikan kabar buruk?")
Giani diam sesaat, pikirannya langsung tertuju pada Papanya. "Apa terjadi sesuatu dengan papaku?"
("Rumah Profesor kebakaran semalam.")
"Lalu bagaimana keadaan papaku, Tuan?" wajah Giani langsung pucat. Kebakaran?
("Profesor Gilbert ikut terpanggang. Beliau tidak dapat diselamatkan.")
Ponsel yang semula berada di genggaman Giani terlepas dan jatuh membentur lantai. "Papa!" pekik Giani.
Suara teriakan Giani membangunkan kedua putranya dan Elena. Mereka berlari masuk ke kamar Giani.
"Mom, kenapa berteriak?"
"Giani ada apa denganmu?" Elena dan Kedua putra Giani mendekati wanita itu. Giani memeluk lututnya dan menangis dengan kencang.
"Mom, what happened?"
"Jack, Jarret." Giani memeluk kedua putranya dan kembali meraung. Elena yang juga bingung langsung mengambil ponsel Giani, tapi sayangnya layar ponsel Giani sudah pecah dan mati karena membentur lantai.
Martha dan Thomas juga ke kamar Giani. Mereka mendengar teriakan Giani dan langsung terbangun. Namun, karena mereka sudah tua, langkah mereka tidak segesit dulu.
"Ada apa, Giani? Apa terjadi sesuatu?"
...****************...