Bagi Fahreza Amry, hinaan dan cemoohan ayah mertuanya, menjadi cambuk baginya untuk lebih semangat lagi membahagiakan keluarga kecilnya. Karena itulah ia rela pergi merantau, agar bisa memiliki penghasilan yang lebih baik lagi.
Namun, pengorbanan Reza justru tak menuai hasil membahagiakan sesuai angan-angan, karena Rinjani justru sengaja bermain api di belakangnya.
Rinjani dengan tega mengajukan gugatan perceraian tanpa alasan yang jelas.
Apakah Reza akan menerima keputusan Rinjani begitu saja?
Atau di tengah perjalanannya mencari nafkah, Reza justru bertemu dengan sosok wanita yang pernah ia idamkan saat remaja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Reza mulai beraksi
Farhan berniat untuk kembali ke ruangannya setelah panggilan Rinjani terputus. Namun, dia langsung terkesiap dengan mata membeliak dan mulut terbuka, ketika melewati toilet wanita dan melihat seseorang yang sangat dikenalnya berdiri menatapnya dengan tersenyum sinis sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
"K-kamu... s-sejak kapan kamu di sini?" tanya Farhan dengan tergagap. "Oooh, kamu sengaja mengikuti aku, ya?" lanjutnya menambahkan.
Wanita yang tak lain adalah Rani itu tampak tenang, lalu menjawab, "Kenapa...? Bukankah ini toilet umum, siapapun bisa ke sini kapan saja."
"Lagipula, ngapain juga aku ngikutin kamu, kayak kurang kerjaan saja."
"Aku...aku tidak bermaksud--" Farhan mencoba berkelit.
Rani terkekeh pelan. "Kamu mau berbuat apa pun, dengan siapapun, sama sekali bukan urusan aku," kata Rani cuek.
"Tapi, aku kasihan aja sama si Rinjani. Ia membuang batu permata malah lebih memilih batu kerikil yang berlumut. Ah...sungguh sial sekali nasibnya," sindir Rani dengan ekspresi wajahnya yang seolah mengejek, seraya memutar bola matanya.
"Apa maksud kamu?" sentak Farhan. Sorot matanya tajam menatap Rani.
"Ehhh... woles, Bro. Kalau kamu nggak merasa bersalah, seharusnya nggak perlu nyolot kayak gitu, dong," kata Rani dengan santai, sambil mengangkat bahunya. Ia sama sekali tidak terpengaruh oleh sorot mata Farhan yang tajam.
Rani tertawa remeh, lantas berniat pergi dari tempat itu, tetapi Farhan segera menahan lengannya. Melihat itu Rani langsung menepisnya.
"Aku tahu kamu menyukaiku, Rani. Makanya kamu tidak suka Rinjani lebih memilihku, kan," kata Farhan dengan percaya diri.
"Hahhhh, apa...? Hahaha...!" Rani langsung tertawa geli sambil menutup mulutnya dengan punggung tangannya.
"Helooo...bagian mana yang aku sukai dari ampas sepertimu? Percaya diri sekali Anda!" Rani menatap Farhan dengan pandangan mengejek pada pria di depannya itu.
Rani lalu berdecih seolah jijik dan meneruskan langkahnya meninggalkan Farhan yang menatapnya dengan mengetatkan rahangnya dan tangan terkepal kuat.
Farhan tampaknya sangat marah dengan sikap Rani yang sangat merendahkannya. "Awas kamu Rani, kamu akan menyesal karena telah berani meremehkan aku!"
*
Di tempat lain
Rinjani sepertinya sedang tidak baik-baik saja. Wajahnya kusam, rambutnya kusut, dan ia seolah tidak peduli dengan penampilannya. Rinjani tampak murung, pandangan matanya kosong dengan pikiran yang kalut.
Sudah beberapa hari ini Farhan sulit sekali dihubungi. Entah sudah berapa kali ia menghubungi Farhan, tetapi tak satupun panggilannya diangkat oleh pria itu. Demikian juga dengan pesan yang ia kirimkan.
Baru saja panggilannya tersambung, tetapi itu tidak membuat hatinya merasa puas. Farhan seperti menyembunyikan sesuatu darinya.
"Aku harus melakukan sesuatu. Aku akan minta Ayah untuk mendatangi Bu Haryani. Biar dia yang membujuk Mas Farhan agar segera menikahiku," gumamnya, lalu bergegas mencari Pak Bondan.
Rinjani menghampiri ayahnya yang tengah duduk di bale-bale belakang rumahnya.
"Pak, Jani mau ngomong sama Bapak," kata Rinjani seraya menghempaskan pantatnya di samping sang ayah.
"Ada apa to, Nduk? Kenapa wajahmu lesu begitu, apa kamu ada masalah?" tanya Pak Bondan sambil memperhatikan penampilan anak perempuannya yang tidak seperti biasanya.
"Bapak tahu, nggak? Kemarin malam Jani telepon Dhea..." Rinjani lantas menceritakan semua yang dikatakan oleh Dhea, juga bagaimana sikap Reza terhadapnya, pada Pak Bondan.
Pria tua itu tampak terkejut dengan penuturan Rinjani. "Benar Dhea ngomong seperti itu?" tanyanya dengan geram.
"Mana mungkin ada wanita yang menyukai mantan suamimu yang kere itu? Pasti perempuan itu sudah buta matanya. Ngapain coba, suka sama lelaki yang tidak punya apa-apa, kecuali..." Pak Bondan menghentikan ucapannya.
"Kecuali apa, Pak?" tanya Rinjani dengan tidak sabar.
"Kecuali dia yang merayu wanita itu untuk memanas-manasi kamu. Bisa saja kan, dia itu nyuruh Dhea ngomong begitu supaya kamu merasa cemburu dan menyesal karena telah membuangnya," lanjut Pak Bondan dengan ekspresi yang tak terbaca.
"Untuk itulah, Pak. Jani mau Bapak mendatangi Bu Haryani dan meminta supaya Mas Farhan mau menikahi Jani secepatnya. Jani nggak mau kalah dari Mas Reza, Pak," bujuk Rinjani dengan manja.
Pak Bondan mengangguk pelan. Ini adalah konsekuensinya, karena dirinya lah yang selalu meminta Rinjani menceraikan Reza. Karena menurutnya Reza hanyalah seorang buruh kasar yang tidak punya sesuatu yang bisa dibanggakan.
"Baiklah, bapak akan mencoba membantumu. Tapi, kamu harus janji, Jani," pinta Pak Bondan.
Rinjani menatap sang ayah dengan penuh harapan. "Apa itu, Pak?"
Pak Bondan lantas memalingkan wajahnya ke depan, menatap rumput-rumput liar yang tumbuh di pekarangan belakang rumahnya. Ditariknya napas dalam-dalam, lalu membuangnya perlahan.
"Kamu harus janji bahwa kamu akan bahagia dengan Farhan. Tunjukkan bahwa pilihanmu adalah yang terbaik dan kamu hidup lebih baik bersamanya. Jangan sampai Reza memandang rendah dirimu. Mengerti!" Pak Bondan berkata dengan serius.
Rinjani mengangguk dengan pasti lalu memeluk ayahnya dengan perasaan lega dan gembira. "Terima kasih, Pak," ucapnya dengan senyum merekah.
Rinjani tidak tahu saja bahwa di luar sana Farhan mulai bertingkah.
*
Malam ini Reza tidak bisa tidur. Matanya tajam menatap langit-langit kamar dengan pikiran berkecamuk. Dia menarik napas panjang yang terasa berat. "Benarkah Pak Mandor melakukan kecurangan di perkebunan ini?" pikirnya dalam hati. Pertanyaan itu terus menghantui pikirannya, semakin membuatnya penasaran dan ingin mencari tahu kebenarannya.
Reza memutuskan untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut, mencari bukti-bukti yang dapat membuktikan kecurangan Mandor Sobri. Dia berjanji pada dirinya sendiri, tidak akan membiarkan kecurangan itu terjadi, demi keadilan dan kepentingan perkebunan yang telah menjadi bagian dari hidupnya.
"Ini tidak boleh dibiarkan, karena pasti akan mengakibatkan kerugian besar pada perkebunan ini," gumamnya pada diri sendiri.
"Lebih baik aku mencari kebenaran untuk membuktikan kecurigaanku. Aku tidak bisa hanya berdiam diri saja seperti ini tanpa melakukan apapun," tekadnya dengan kuat.
Maka, malam itu juga setelah memastikan Dhea tertidur pulas, Reza keluar dari kamarnya lalu menguncinya. Kemudian dia pun segera menyelinap di kegelapan malam.
Beruntung Reza sudah terlatih berjalan dalam gelap, maka dia bisa bergerak dengan cepat dan berusaha tidak membuat suara berisik yang bisa menarik perhatian orang lain.
Reza terus berjalan dengan hati-hati, menyusuri lorong antara barisan pohon sawit yang menjulang tinggi, menuju barak Mandor Sobri. Dia menghindari cahaya lampu yang berpendar di sekitar barak tersebut.
Reza semakin mendekati barak, matanya tajam mengintai ke dalam jendela yang sedikit terbuka. Tak lupa dia mengaktifkan kamera perekam di ponselnya, siap merekam segala kemungkinan yang akan terjadi di dalam barak Mandor Sobri.
Dengan hati yang berdebar, Reza mendekatkan telinganya ke jendela, agar bisa mendengarkan suara-suara yang ada di dalam dengan jelas.
"Semua dokumen sudah siap, Besok pagi kita akan memindahkan barang ke gudang lain, dan siap diberangkatkan," kata suara itu.
"Pastikan semua aman sampai di perbatasan dan tidak ada yang mencurigai," lanjut suara yang tak lain adalah suara Mandor Sobri, dengan nada yang lebih pelan dan hati-hati.
Reza merasa bulu kuduknya berdiri, dia semakin yakin bahwa kecurigaannya terhadap Mandor Sobri ternyata benar. Selanjutnya dia akan mencari cara bagaimana menghentikan perbuatan orang tersebut. Dia akan mencari bukti yang lebih kuat lagi.
Dengan gerakan hati-hati Reza meninggalkan tempat itu. Namun, matanya membulat sempurna dan jantungnya hampir saja melompat, ketika dia membalik badan dan melihat seseorang telah berdiri di hadapannya, lalu dengan cepat membekap mulutnya dan menyeretnya dari tempat itu.
Siapa ya kira-kira dia, apakah akan tertangkap?
masih mending Sean berduit, lha Farhan?? modal kolorijo 🤢
Siapa yg telpon, ibunya Farhan, Rinjani atau wanita lain lagi ?
Awas aja kalau salah lagi nih/Facepalm/
maap ya ibuu🙈🙈
Rinjani....kamu itu hanya dimanfaatkan Farhan. membuang Reza demi Farhan dan ternyata Farhan sudah mencari mangsa yang lain😂