Talia Rata, harus menerima kenyataan pahitnya yang menganggap pernikahan akan berakhir dengan kebahagiaan, justru yang didapatkan sebuah rasa sakit.
Siapa sangka, lelaki yang diharapkan akan memberinya cinta yang sempurna, telah menjualnya kepada orang yang bisa memberi kompensasi untuknya.
Tidak disangka juga, rupanya lelaki yang telah membelinya adalah lelaki yang dibencinya di masa lalu.
Akankah Talia akan luluh dipelukan Ricardo?atau, justru semakin membencinya.
Penasaran akan kisah mereka berdua?
yuk simak jalan ceritanya, hanya ada di Noveltoon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sulit untuk diungkapkan
Sedangkan di kediaman keluarga Anderson, Ricard menjatuhkan tubuhnya di sofa saat baru sampai di rumah kakeknya.
"Minumlah, agar pikiran kamu sedikit tenang." Ucap ibunya sambil menyodorkan segelas air minum.
Richard menerimanya, dan meminumnya hingga tandas dan tak tersisa.
"Kamu yakin dengan keputusan kamu ini?" tanya sang ayah ikut menimpali.
Ricard mengangguk dengan posisi kedua tangannya terlentang. Kemudian, ia membenarkan posisinya dengan memijat bagian pelipisnya.
"Aku tidak mempunyai cara lain, Pa. Lagi pula, Talia masih dalam proses perceraian." Jawabnya sambil mengatur pernapasannya yang terasa sedikit sesak.
"Terus, bagaimana dengan istrimu si Lalita?" tanya sang ibu.
"Keputusanku sudah bulat, dan tetap akan bercerai dengannya."
"Kalau sampai keluarganya Talia marah, bagaimana?"
"Siap menanggung resiko, lagi pula pernikahanku dengan Lalita hanya pernikahan bisnis. Keluarganya yang diuntungkan, tapi tidak dengan kita yang dirugikan." Jawab Ricard.
"Keputusan yang kamu ambil, Papa hanya akan membantumu sebisanya. Untuk menguak kebenaran atas kematian kedua orang tuanya Talia, akan tetap berlanjut untuk menangkap siapa pelakunya." Kata sang ayah ikut andil dalam menguak kebenaran.
Ricard yang mendapat dukungan lewat kedua orang tuanya, sedikit merasa lega.
Karena tidak ingin terlalu pusing, Ricard memilih masuk ke kamarnya. Dengan pikiran dan juga badan yang terasa pegal, Ricard berbaring di atas tempat tidurnya. Kemudian, pandangannya tertuju pada sebuah kotak yang ditindih dengan bingkai pernikahannya dengan Lalita, langsung bangkit dari posisinya.
Ricard yang sebenarnya tidak menyimpan rasa cinta pada Lalita, langsung membuang foto pernikahannya ke tong sampah.
Kemudian, Ricard mengambil kotak kecil itu yang menyimpan kenangannya.
Ricard membuka kotak itu, ingatannya kembali di usia remajanya dulu. Awal mengenal Talia lewat sapaan, berujung dengan perasaan suka, dan cinta. Namun, siapa sangka jika perasaannya berakhir dengan kekecewaan dan sakit hati, juga kini dipertemukan kembali.
Sambil melihat foto foto yang pernah ia ambil secara diam-diam, masih tersimpan rapi di dalam kotak kenangannya. Juga, didalamnya tersimpan sebuah kalung liontin dua. Makna dari perhiasan tersebut, adalah antara kunci dan gembok.
Namun, sesuatu yang sudah direncanakan sejauh hari, rupanya tidak berarti sama sekali. Tetap saja, Ricard masih menyimpannya sampai rasa yang dimilikinya menghilang.
Bukannya rasa yang dimilikinya hilang, justru semakin kuat untuk bertahan dan sulit untuk melupakannya.
"Andai kamu tahu setulus apa aku mencintaimu dulu, mungkin kita akan bahagia. Tapi kenyataannya tidak seperti yang aku harapkan, dan aku harus melampiaskan semuanya pada perempuan yang sama sekali tidak aku cintai. Sakit, sangat sakit saat mendapat penghinaan darimu. Tapi kini, rasa itu sulit untuk aku buang, hingga membuatku semakin gila." Ucapnya lirih sambil menatap foto perempuan yang sangat dicintainya itu.
"Aaaaaa!" teriak Ricard begitu kencang, juga terdengar sampai di ruang bawah, lantaran pintu kamar yang tidak terkunci.
Sang ibu yang mendengar putranya berteriak dengan suara yang sangat kencang, langsung memeriksa keadaan putranya. Takut, jika akan terjadi hal buruk padanya.
Ricard menarik rambutnya begitu kuat, karena rasa sakit dan cinta telah bercampur aduk dalam pikirannya.
"Icad, kamu kenapa Nak?" panggil sang ibu sambil mempercepat langkahnya untuk mendekat.
Ricard yang yang tak kuasa atas perasaannya yang ia tahan, langsung meninju kaca yang ada di hadapannya itu dengan tenaga yang cukup kuat, yakni hingga retak dan mengeluarkan darah segar pada bagian punggung tangannya.
"Icad! cukup! Nak. Kamu jangan sakiti perasaan kamu sendiri, yang ada kamu akan semakin kecewa.