NovelToon NovelToon
Menjadi Ibu Sambung

Menjadi Ibu Sambung

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Cintamanis / Duda / Ibu Pengganti / Pengasuh / Pernikahan rahasia / Tamat
Popularitas:41.1k
Nilai: 5
Nama Author: CovieVy

Naila hanya ingin kuliah dan menggapai cita-cita sebagai jaksa.
Namun hidup menuntunnya ke rumah seorang duda beranak dua, Dokter Martin, yang dingin dan penuh luka. Di balik tembok rumah mewah itu, Naila bukan hanya harus merawat dua anak kecil yang kehilangan ibu, tapi juga melindungi dirinya dari pandangan sinis keluarga Martin, fitnah, dan masa lalu yang belum selesai.

Ketika cinta hadir diam-diam dan seorang anak memanggilnya “Mama,” Naila harus memilih: menyelamatkan beasiswanya, atau menyelamatkan keluarga kecil yang diam-diam sudah ia cintai.

#cintaromantis #anakrahasia

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CovieVy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20. Restu yang Tertinggal di Ujung Tangis

Ia hanya bisa menggigit bibirnya sendiri, menahan getar yang mengguncang dada, seakan semua kata yang ingin ia ucapkan tercekat di kerongkongan, tak berani menantang luka yang kembali dibuka oleh suara ayahnya.

“Ibu, Ayah, aku…” Suaranya tercekat. Hanya air mata yang jatuh tanpa izin di pipinya.

Di seberangnya, ayahnya masih terus berbicara, suaranya mulai bergetar. “Apa yang kau kejar di kota, Nai? Apa yang membuatmu begitu keras kepala sampai tega pergi tanpa pamit di kala semua orang hadir ke rumah kita karena ingin melihat pernikahanmu dengan Zaki? Kami ini orang tuamu. Kenapa kamu begitu tega membuat kami malu seperti ini?”

Naila tak mampu menjawab. Bibirnya bergetar. Air mata terus mengalir, membasahi pipi.

"Pak Amir kini membenci ayah. Ia menagih hutang dua kali lipat dari pinjaman yang ia berikan. Itu semua untuk apa? Untuk biaya sekolah kamu dan adik-adik kamu, Nai! Tapi apa yang kamu berikan kepada ka—"

"Sudah, Yah! Hentikan. Jangan salahkan Naila lagi. Dia ingin mengejar cita-citanya," tangis ibu yang ada di samping ayah.

"Tapi, apa? Dia akan menikah juga? Ini, malah menikah dengan duda beranak dua!"

"Sudah, Yah. Cukup. Jangan memberatkan Naila lagi! Naila itu bukan pelunas hutang kita," tangis ibu lagi, kali ini menggenggam erat ponsel yang kini bergoyang di tangan.

Beberapa waktu, tak ada lagi terdengar suara sang ayah. Dari layar, tampak ponsel telah beralih ke tangan ibunya. Tanpa Naila ketahui, ayahnya mengusap wajah dengan kedua tangan menenangkan diri.

“Kalau memang itu pilihanmu, Nai, kami hanya bisa mendoakan. Mungkin, dia memang yang terbaik untukmu. Jadi, berjanji lah! Bawa lah keluargamu ke sini. Kenalkan kepada kami. Kami sudah meridhoi pernikahanmu dengan Martin," ucap ibu memendam tangis dalam senyuman.

"Iya, ayah juga sudah merestui. Ayah serahkan kepada wali hakim untuk menggantikan ayah sebagai walimu. Apa yang disampaikan wali hakimmu di sana, begitu juga dengan yang ayah sampaikan." Suara ayahnya terdengar, meski tak terlihat di dalam layar.

Naila menganggukan kepala sesegukan. Martin mengambil ponselnya dengan gerakan perlahan. Sebenarnya ia tak tega memutus suasana haru itu. Namun, penghulu tak bisa menunggu terlalu lama.

“Aku tahu ini berat buatmu, Naila,” ucap Martin dengan suara rendah.

“Maafkan aku mengambil keputusan secara sepihak. Aku tak ingin anak-anakku terus tumbuh tanpa ibunya yang jelas. Kali ini, aku ingin membuat mereka tenang, karena kamu benar-benar akan menjadi ibu mereka."

Naila menunduk. Ia menatap jemarinya yang gemetar, menyadari bahwa dirinya kini bukan lagi hanya seorang mahasiswi baru yang berjuang meniti mimpi. Ia akan menjadi istri dari seorang dokter, ibu bagi dua anak, dan… semuanya harus disembunyikan dari dunia luar.

“Bolehkah aku duduk sebentar?” bisiknya berusaha menenangkan diri.

Martin mempersilakan. Naila duduk di kursi sofa dekat jendela, tepat di bawah cahaya senja yang memantul dari kisi-kisi kaca. Ia menarik napas panjang, mencoba menata ulang semua kepingan hidupnya yang berantakan. Jiwanya remuk, tak bisa lagi membayangkan masa depan seakan hanya menjadi angan.

Marvel berdiri tak jauh dari pintu, wajahnya murung namun tatapannya tak lepas dari Naila. Ia menggenggam gagang pintu kuat-kuat, seakan sedang berperang dengan dirinya sendiri.

“Apakah kamu benar-benar ingin ini terjadi, Nai?” tanyanya pelan.

Naila menatap Marvel, matanya memerah. “Bukan soal ingin atau tidak, Om. Aku hanya melakukan ini untuk Rindu. Untuk Reivan.”

“Tapi, kamu kamu bisa memilih!" ucap Marvel dengan lantang.

“Dan aku tak ingin hidupku dimulai dengan membiarkan anak sekecil Rindu terus tumbuh menjadikanku sebagai ibu bayangan.”

Marvel mengepalkan tangannya. Sorotnya menggambarkan luka yang tak bisa ia ucapkan. “Baiklah, kalau itu keputusanmu.” Ia berjalan keluar ruangan tanpa berkata apa-apa lagi.

Penghulu pun mendekat, bertanya pelan, “Apakah kamu siap, Naila?”

Naila mengangkat wajahnya, menatap Martin sejenak. Selama ini pria itu selalu memperlakukannya dengan baik. Lalu menatap Rindu yang terlelap di ranjang, dengan napas pelan dan wajah damai.

“Bismillah,” ucap Naila akhirnya.

Penghulu duduk di tengah ruangan yang disulap menjadi ruang akad sederhana, diapit dua orang saksi. Di hadapannya, Martin Alkhairi Salim duduk bersila, mengenakan kemeja putih dilapisi jas hitam dan memakai peci hitam. Naila duduk tak jauh di belakang, bersama Bu Juwita memangku Reivan yang tak berhenti bergerak. Beberapa pihak keluarga Martin dan staf rumah sakit hadir sebagai saksi.

Ponsel menyala, disaksikan oleh kedua orang tua Naila beserta adik-adiknya dari kejauhan.

“Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, wasshalatu wassalamu ‘ala ashrafil anbiya’i wal mursalin, Sayyidina Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in…”

Suara penghulu mengalun khidmat, memulai khutbah nikah. Semua yang hadir menunduk hormat, mendengarkan bacaan yang menyentuh hati itu. Naila menggenggam ujung gamisnya erat-erat, dadanya bergetar tak karuan.

Setelah khutbah nikah selesai, penghulu memandang Martin dan berkata dengan suara tegas namun lembut, “Saudara Martin Alkhairi, Salim mohon dengarkan baik-baik.”

Lalu penghulu menoleh pada wali hakim, seorang ustaz sepuh yang sudah diberi mandat dari kantor KUA setempat karena wali kandung Naila berhalangan hadir secara langsung.

Wali hakim mendekat, menatap Martin, lalu mengucapkan dengan mantap:

“Saya nikahkan engkau, Martin Alkhairi bin Salim, dengan Naila Azzami Fitri binti Azzam, yang walinya saya wakili, dengan maskawin berupa seperangkat alat salat dan cincin emas seberat sepuluh gram dibayar tunaaaaai.”

Martin menarik napas, lalu menjawab dengan lantang dan jelas:

“Saya terima nikahnya Naila binti Azzam dengan maskawin seperangkat alat salat dan cincin emas sepuluh gram dibayar tunaaaai.”

Sejenak ruangan hening. Jantung Naila berdetak tak karuan saat Martin menyebut namanya dalam kalimat ijab kabul. Seakan dunia berhenti sesaat, menyisakan gema suara lelaki itu dan nama yang kini akan melekat padanya selamanya.

Saksi-saksi yang duduk di sisi kanan dan kiri serempak menyatakan, “Sah! Sah!”

Penghulu tersenyum lebar. “Alhamdulillah. Dengan ini pernikahan kalian sah secara syar’i dan hukum negara. Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.”

Martin menunduk khidmat, lalu melemparkan pandangannya pada Naila yang masih menunduk, mencoba menahan air mata. Ia kini sah menjadi suaminya.

Martin memasangkan cincin mas kawin di tangan Naila. Lalu ia menatap Naila yang yang tak bisa membendung air matanya yang jatuh satu per satu.

Bu Juwita menepuk bahu Naila lembut. “Selamat, Nak. Kini kamu sudah menjadi bagian dari keluarga ini."

Naila hanya mengangguk, hanya terdengar sebuah isakan. Di dalam hatinya, seribu doa dan harapan melayang, bagai sayap yang patah sebagian.

Penghulu pun pamit. Satu per satu yang hadir mulai keluar ruangan setelah memberi salam dan ucapan selamat. Namun saat suasana sepi, dari celah pintu kamar yang mengarah ke lorong belakang, tampak daun pintu sedikit bergerak.

Seseorang berdiri di baliknya.

Sepasang mata mengintip dengan sorot yang tajam sembunyi yang menyaksikan seluruh proses dengan rahang mengeras dan dada berdebar penuh amarah yang tertahan.

Begitu pintu hendak dibuka, sosok itu segera melangkah pergi, bayangannya menghilang di balik tirai senja yang merambat di lorong klinik.

...****************...

Naila Azzami Fitri

Martin Alkhairi Salim

Marvel Adeeva Salim

Jika suasana Rindu sakit seperti ini gimana? 😇

Mohon dukungan kasih bunga, iklan, vote, dan jempol ya... Ini usaha untuk mencapai 20 bab terbaik, doakan ya kakak semua 🤲

1
MomyWa
waaahh, udah tamat aja thor? pdhl pnasaran sm marvel dan azwa
MomyWa
nyeselnya setelah naila terlihat cantik 🤣
MomyWa
cemburu nih yeee
FieAme
semangat selalu thor. gpp gagal..gagal itu awal dari keberhasilan.ssmangat selalu untuk berkarya
Safira Aurora
semangat ya thor. semoga membawa rezeki cerita yang baru.
Eva Karmita
semangat otor semoga di karya yg baru bisa menghasilkan rejeki yang berlimpah aamiin 🤲🤲
Syahril Maiza
semangat terus untuk berkarya yah
Syahril Maiza
semoga karya author berikutnya bisa menghasilkan thor
Cookies
menarik ceritanya
SoVay: terima kasih kakak, sudab bantu rate cerita kami 🙏
total 1 replies
Syahril Maiza
aroma penyelesaian paksa thor
Syahril Maiza
walaaaahh, udah jualan mereka
Syahril Maiza
kok bingung /Facepalm/
Syahril Maiza
akhirnya Naila pulang kampung
Syahril Maiza
tone ceritanya kayaknya dipercepat ya
Syahril Maiza
Alhamdulillah, turut lega
Syahril Maiza
semangat semua tim medis
Syahril Maiza
duh, kasihan sekali 😭
arielskys
aku turut berduka thor, emang regulasi ini kabarnya bikin banyak author gugur. semangat ya. semogayang berikut bisa mendapat rezeki
arielskys
lah? tamat aja thor? waalaaaaaahhhh
arielskys
enak kali kalau suami punya segala
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!