"Dia adalah suamiku!!"
Tanpa banyak berpikir, Nara mengakui Zian sebagai suaminya di depan mantan kekasihnya. Tujuannya adalah supaya pemuda itu tak lagi mengganggunya.
"Dia adalah, Nara. Istriku!!"
Zian juga melakukan hal serupa ketika seorang wanita yang mengaku sebagai tunangannya tiba-tiba datang dan mengusik hidupnya. Zian ingin wanita itu tak lagi mengganggunya dan pergi sejauh mungkin dari hidupnya. Bukannya pergi, dia malah bertekad untuk memisahkan Zian dari perempuan yang dia sebut sebagai istrinya tersebut.
Demi kesempurnaan sandiwaranya. Akhirnya Zian dan Nara sama-sama sepakat untuk menjadi suami-istri, namun hanya pura-pura. Dan mereka berdua menjadi Pengantin palsu yang hatinya saling terikat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Kami Mundur
"Bos, akhirnya kau pulang juga. Huaaaa... Kami sangat merindukanmu!!"
Jimin dan Felix berseru histeris melihat kedatangan Zian dan seorang perempuan cantik yang pastinya adalah Nara. Mulai hari ini Zian akan membawa gadis itu untuk tinggal di Mansion mewahnya. Rencananya bisa berantakan jika tiba-tiba Tiffany datang lagi dan tak menemukan Nara ada di tempatnya.
Zian mendengus berat. "Ck, lepaskan. Kalian jangan seperti bocah!!" Pinta Zian sambil mendorong keduanya dengan kasar.
Bukan maksud Zian untuk bersikap kejam pada anak buahnya. Hanya saja dia terlalu lelah setelah menempuh perjalanan panjang dan melelahkan. "Bawakan koper-koper ini ke kamarku. Sayang, kau pasti lelah. Ayo kita istirahat." Zian merangkul bahu Nara dan membawanya pergi ke kamarnya di lantai dua.
Nara mendelik tajam pada Zian. "Jangan sembarangan memanggilku, Sayang. Ingat, kita hanya pengantin Palsu!!" Ucap Nara mengingatkan. Namun ucapan Nara tak begitu dihiraukan oleh Zian.
Setibanya di dalam kamar. Zian langsung merebahkan tubuhnya yang terasa lelah pada kasur king size-nya yang super empuk dan nyaman. "Aaahh," tubuh Nara terjungkal ke depan dan jauh ke pelukan Zian setelah pemuda itu menarik lengannya.
"Zian, apa yang kau lakukan?" Kaget Nara. Kedua tangannya bertumpu pada dada bidang pemuda itu.
Zian menyeringai. "Kenapa, Sayang? Tidak ada siapapun disini, hanya kita berdua. Bagaimana kalau kita bersenang-senang." Ucap Zian lalu mencium singkat bibir Nara.
"Jangan macam-macam. Atau aku akan membunuhmu!!" Ancam Nara bersungguh-sungguh.
Bukannya tersinggung. Zian malah terkekeh. Entah kenapa dia begitu suka menggoda Nara, apalagi saat melihat pipinya memerah. Zian merubah posisi mereka dengan menempatkan Nara di bawah Kungkungan tubuh kekarnya.
Zian mendekatkan wajahnya lalu mengecup singkat bibir Nara. "Nara, ayo menikah kita sungguhan saja." Ucap Zian sambil mengunci mata itu. "Entah sejak kapan perasaan ini ada untukmu, aku memang tidak bisa menjanjikan seluruh dunia padamu, tapi aku bisa berjanji untuk selalu melindungi dan membuatmu bahagia."
Nara tidak mengatakan iya atau pun tidak untuk permintaan Zian. Dia bingung harus menjawab apa. Karena yang Zian katakan terlalu tiba-tiba, dan tentu saja Nara membutuhkan waktu untuk memikirkannya.
"Kau tidak perlu menjawabnya sekarang. Aku akan memberimu waktu untuk memikirkannya. Istirahatlah, kau pasti lelah. Aku mandi dulu," Zian bangkit dari posisinya dan pergi begitu saja.
Nara menggigit bibir bawahnya, dia menatap kepergian Zian sampai sosoknya menghilang di balik pintu kamar mandi.
Gadis itu menarik napas panjang dan menghelanya.
Nara memang memiliki perasaan lebih pada Zian, akan tetapi dia masih ragu untuk menjalin hubungan serius dengannya. Apalagi setelah Nara tau identitas Zian yang sebenarnya, Nara takut hanya dipermainkan saja olehnya.
Dan bagaimana akhir dari hubungan mereka berdua nantinya, Nara akan menyerahkan pada waktu supaya yang menjawab semuanya.
-
-
Plakkk...
Pria itu menampar tiga anak buahnya yang menurutnya bodoh itu. Bagaimana tidak bodoh, mereka menerima pekerjaan yang bisa membahayakan diri mereka sendiri dan seluruh organisasi.
Mereka baru saja mendapatkan sebuah pekerjaan untuk menghabisi seseorang. Dan bodohnya lagi, mereka tidak tau jika yang menjadi target mereka adalah orang yang sangat berbahaya dan tak mengenal kata ampun.
"Temui tua bangka itu dan kembalikan uang ini padanya. Jangan mau menerima pekerjaan apapun lagi darinya, mengerti!!" Bentak pria itu pada ketiga anak buahnya.
"Ba..Baik, Bos. Kami akan pergi sekarang."
"Dasar bodoh. Kenapa aku bisa memiliki anak buah tidak berguna seperti mereka bertiga!!" Keluh pria itu setengah menggerutu.
Hampir saja. Dia sudah kapok berurusan dengan Zian sekali saja, dan tidak ingin terulang untuk kedua kalinya. Hampir saja ia kehilangan senjata tempurnya karena ulah anak buah Zian, dan dia benar-benar trauma untuk berurusan dengannya.
-
-
"Apa maksudnya ini?"
Tuan Lu menatap ketiga pria itu penuh tanya. Mereka mengembalikan uang yang dia berikan dan mengatakan mundur dari pekerjaan itu, mereka meminta Tuan Lu untuk mencari orang lain saja.
"Kau cari saja orang lain. Kami tidak mau berurusan dengan iblis itu, jangan hubungi kami lagi. Kami tidak mau terlibat apapun dengan Black Devil!!"
"Tapi kalian sudah menerima uang mukanya, jadi tidak bisa mundur begitu saja!!"
"Kami kembalikan saja uangnya. Lebih baik kehilangan uang yang tidak seberapa dari pada harus kehilangan nyawa kami. Kami mundur, ayo pergi!!"
"Hei, kalian mau kemana?! Yakk!! Jangan pergi!!" Teriak Tuan Lu namun tak dihiraukan oleh mereka bertiga.
Pria tua itu mengeram marah. Memangnya seberapa berbahayanya Zian, sampai-sampai mereka memilih mundur dan menolak pekerjaan yang dia berikan. Dan sepertinya Tuan Lu harus mencari orang lain untuk melakukan pekerjaan itu, karena Zian harus segera mati.
-
-
Nara terbangun saat mendengar deru suara mobil yang meninggalkan halaman Mansion mewah tersebut. Ia bangkit dari berbaringnya dan mendapati mobil Zian meninggalkan Mansion, terlihat siluetnya yang duduk di jok belakang. Nara tidak tau kemana pria itu akan pergi malam-malam begini.
Kemudian Nara meninggalkan kamarnya, dia menghampiri Jimin dan Axel yang sedang bermain kartu di ruang keluarga. Wajah mereka penuh coretan putih bedak, dan kepala mereka dipenuhi ikat rambut warna-warni. Nara meringis ngilu, dia heran kenapa ada anggota Mafia modelan seperti mereka berdua.
"Kenapa kalian berdua ada di rumah, bukankah Zian pergi keluar?" Ucap Nara, dia mencoba mencari tau kemana sebenarnya Zian pergi.
"Nona, kau mengejutkan kami saja." Ucap Jimin sambil mengusap dadanya. Kemunculan Nara sangat tiba-tiba dan itu yang membuatnya terkejut.
"Kami bertukar tugas, aku dan bocah ini berjaga di mansion, sedangkan Max dan Felix ikut pergi bersama Zian." Jelas Alex.
"Memangnya mereka mau pergi kemana?" Tanya Nara penasaran.
"Kami juga tidak tau, karena Bos dan mereka berdua tidak mengatakan apa-apa." Jawab Jimin.
"Ya sudah, lanjutkan permainan kalian. Aku balik ke kamar dulu." Nara meninggalkan mereka berdua dan pergi begitu saja.
-
-
Tuan Lu menoleh saat mendengar deru suara mobil memasuki halaman Mansion mewahnya. Pria tua itu pergi ke balkon kamarnya untuk melihat siapa yang datang, terlihat dua pria keluar dari mobil itu dan berjalan menuju pintu utama.
Penasaran siapa mereka dan untuk apa mereka datang. Tuan Lu harus memastikannya sendiri. Dan setibanya di lantai satu mansion-nya, Tuan Lu melihat mereka berdua sedang duduk di sofa ruang tamu.
"Siapa kalian berdua, dan untuk apa kalian datang kemari?" Tanya Tuan Lu pada mereka berdua yang pastinya adalah Max dan Felix.
Zian sengaja membawa mereka berdua untuk ikut bersamanya dan meninggalkan Alex serta Jimin di mansion-nya. Tuan Lu sudah terlalu hapal pada wajah Jimin dan Alex, apalagi Alex yang memang masih memiliki hubungan darah dengannya.
"Kami datang untuk mengawal Bos, dia yang sebenarnya ingin bertemu denganmu." Jawab Max.
Tuan Lu memicingkan matanya. "Memangnya siapa Bos kalian? Dan ada urusan apa dia ingin bertemu denganku?" Dia memastikan.
Derap langkah kaki seseorang yang datang segera menarik perhatiannya. Sebuah suara dari arah pintu berkaur di telinganya. "Aku yang ingin bertemu denganmu...Papa!!" Ucapnya. Sontak tuan Lu menoleh, matanya membelalak sempurna melihat siapa yang datang.
"Zian?!"
"Apa kabar ayahku tercinta, lama tidak bertemu!!"
-
-
Bersambung.