Nayla Kei seorang gadis cantik dan manis memiliki sifat periang terpaksa dia menerima perjodohan dengan salah satu sahabatnya yang merupakan anak dari teman dekat ibunya.
Atas dasar balas budi Nayla menerima pernikahannya dengan terpaksa. Namun siapa sangka dalam perjalanan pernikahan itu Nayla mulai merasa hal lain pada suaminya.
Akankah suami Nayla menerimanya sebagai seorang istri?
Akankah Nayla mendapat perlakuan semestinya sebagai seorang istri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maciba, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Klek
Pintu kamar Rayden tertutup.
Kedua pasangan yang sedang terhanyut dalam tidak menyadari keberadaan Mama Anggi. Hingga akhirnya pintu tertutup, Nayla langsung mendorong keras dada bidang suaminya, “Pintu kamar tadi terbuka?” tanya Nayla.
“Hmmm engga”, jawab suaminya dengan ragu. Tapi ia ingat betul sempat memegang bahkan menarik handle pintu sebelum akhirnya insiden jatuh. “Apa mama tadi kesini?” batinnya. “Kamu mau kemana Nay?”, melihat sang istri segera keluar kamar, ia pun langsung berlari mengejar Nayla.
“Aku mau minum, HAUS” jawab Nayla.
“Di lemari pendingin dalam kamar banyak Nay”
“Aku mau air mineral”
“Biar saja aku yang ambil, kamu tunggulah di kamar”
“Eheeem, cepet banget udah selesai?”, tanya seseorang di ujung tangga.
“Eh ma mama, selesai apa ma?”, gugup Nayla, ia curiga bahwa tadi Mama Anggi menutup pintu kamar mereka.
“Engga Nayla”, Mama Anggi terkikik seraya kembali menuju kamarnya.
Tatapan menghunus Nayla tujukan pada suaminya, berjalan ke dapur melewati Rayden. Jiwa jahil pria itu kembali muncul melihat Nayla yang asyik dengan sebotol air.
Tak
Lampu di ruangan tersebut mati, Nayla yang sedang minum pun menyemburkan air dalam mulutnya, “RAYDEN”, geram Nayla meremas botol ditangannya.
Seribu langkah wanita itu berjalan melewati ruangan gelap, karena belum terlalu hapal dengan kondisi rumah ini, Nayla tersandung kaki meja “Awww” pekiknya. Dengan cepat tangan seorang pria segera meraih tubuh itu sebelum jatuh ke lantai.
“Hati-hati bisa?”,suara Rayden terdengar menyebalkan.
“Apaan sih, kamu kan jahilin aku lagi, aku cape mau tidur” sungut Nayla naik ke atas.
.
.
.
Suasana pagi hari di kediaman Dave Bradley sangat hangat, Mama Anggi dibantu menantu tercintanya sedang menyiapkan sarapan, karena ini hari sabtu hari spesial dimana seluruh anggota keluarga libur dari aktifitasnya masing-masing.
“Nay, tolong ambil bawang bombaynya ya, jangan lupa di kupas” titah Mama Anggi.
“Siap ma” sahut Nayla
Dari kejauhan Rayden memandangi kedua wanita yang ia sayangi, merasa sangat bahagia melihat keduanya begitu kompak dan sesekali tertawa dalam kegiatan masak itu. Rumah pun jadi semakin hangat semenjak Nayla menjadi istrinya, ia menjadi tak khawatir meninggalkan sang mama ketika ke luar kota. Bahkan mungkin ibunya lebih menyayangi Nayla dibanding dirinya.
Puk
Papa Dave menepuk bahu putranya, “Sudah samperin sana, kalau cinta bilang jangan gengsi nanti nyesel baru tahu”, berlalu menuju ruang makan.
“Aku sayang sama Nayla sudah jelas, tapi soal cinta entahlah”, batin Rayden.
Sarapan telah siap, kedua pasang suami istri itu kini telah duduk ditempatnya masing-masing, menikmati santapan lezat hasil tangan Mama Anggi juga Nayla.
“Ini lezat sekali ma, makasih ya mama selalu bikin perut papa makin cinta”, puji Papa Dave.
“Terima kasih kembali Pa, mama hanya membantu aja semuanya Nayla yang masak” ujar Mama Anggi.
“Wah menantu papa hebat, hati-hati kamu Rayden jadi buncit”, goda sang Papa. Seketika Rayden langsung memegang perutnya yang sixpack, Nayla duduk disampingnya pun hanya tertawa saja. “Kapan rencana kalian berbulan madu?”, tiba-tiba tanya Papa Dave.
Nayla dan Rayden saling melirik. “Rayden masih sibuk pa, satu bulan ini belum ada waktu luang, senin ada pekerjaan di Banjarmasin”.
“Berapa lama?”, bukan Nayla yang bertanya melainkan Mama Anggi.
“Tiga hari ma”.
“Kamu bisa ajak Nayla sekalian jalan-jalan” sahut Mama Anggi.
Nayla yang namanya dibawa-bawa hanya bisa diam memandangi makanan di hadapannya, sejujurnya ia ingin sekali ikut dengan Rayden tapi mana mungkin memaksa Rayden mengajaknya.
“Engga bisa ma, pa. Rayden di sana murni kerja bukan traveling, medannya juga cukup berat. Maaf Nayla kamu di rumah saja ya”, netranya menatap Nayla sekilas. Sedangkan yang ditatap hanya manggut-manggut saja.
.
.
Setelah selesai sarapan, Nayla memandangi bunga-bunga cantik milik ibu mertuanya.
“Bukan aku tak mau mengajak kamu Nay”, ucap Rayden berdiri tepat di samping istrinya.
“Oh iya aku juga mau di rumah aja, mungkin mau menginap di rumah bunda, boleh?”, kembali fokus pada tanaman di hadapannya.
“Tentu saja boleh. Aku janji setelah pekerjaan ini selesai kita jalan-jalan, hem?”, ucap Rayden menyenggol tubuh Nayla.
“Oke, aku tunggu”.
Keduanya sibuk dalam pikiran masing-masing, objek yang ada didepannya hanyalah pengalihan seakan mata mereka menatap kearah tanaman hias cantik itu.
Grep
Nayla terkesiap mendapati tubuhnya menempel pada Rayden, ya suaminya itu merangkul pinggang langsing Nayla. Mengecup puncak kepalanya. “Aku berjanji akan membuka hatiku untuk mu Nayla, bantulah aku, saat ini aku sedang belajar mencintaimu”, ungkap Rayden tepat di atas kepala Nayla.
“I i iya Rayden, aku pun sama berusaha memberi seluruh hatiku untukmu, maaf terkadang sikapku belum mencerminkan seorang istri”, ungkap Nayla.
Memang keduanya sudah saling berkomitmen ketika mereka menikah, maka harus saling menerima satu sama lain, menjalani pernikahan seperti pasangan suami istri lainnya. Tidak ada pisah ranjang apalagi pisah kamar setelah menikah. Rayden selalu berusaha menghubungi Nayla dikala sedang sibuk bahkan di luar kota sekali pun mereka saling melakukan panggilan video. Keterbukaan mengenai kegiatan masing-masing harus dilakukan.
Bahkan berbagi ponsel pun mereka lakukan, walaupun tidak harus seperti itu karena pada dasarnya itu privasi masing-masing. Tapi itulah mereka, tidak ingin memulai suatu hubungan tanpa adanya kejujuran dan saling terbuka. Terlebih Rayden yang semakin posesif sejak Nayla menjadi istrinya, tidak boleh sedikit pun bersama pria lain.
Sebelum menikah pun pria itu sudah membatasi pergaulan Nayla , sebagai wujud sayang sebagai sahabat katanya. Khawatir ada pria yang menyakiti Nayla, maklum saja diantara Kezia dan Nayla hanya istrinya itulah yang belum pernah berpacaran, sedangkan Kezia sudah beberapa kali merajut kasih namun selalu berakhir kecewa. Sebab itulah Rayden melarang Nayla, jika ada yang serius dengannya, langsung saja menikah untuk apa berpacaran. Tapi ternyata jodoh Nayla bersama Rayden sahabatnya sendiri.
Rayden membelai rambut Nayla dengan lembut, harum sampo yang Nayla gunakan sungguh membuatnya candu mengecup rambut indah milik sang istri. Lagi dan lagi mengecup sayang puncak kepala istrinya.
Dibaliknya tubuh langsing dan sexy sang istri, kini keduanya saling berhadapan memandangi satu sama lain. Nayla tersenyum, bagi Rayden senyumannya ini sangatlah manis dari hari ke hari.
Tanpa aba-aba Rayden mengecup bibir Nayla yang sedang tersenyum, hanya satu detik saja secepat kilat. Kemudian menangkup kedua pipi Nayla dan kembali ia memagut bibir tipis milik wanita di hadapannya, dengan lembut Rayden melakukannya. Nayla tak menolak, jujur saja ia terbuai dengan kelembutan Rayden. Satu tangan mulai melepas pipi Nayla, berusaha meraih tengkuk istrinya.
“Aaarrrgh”, pekik Rayden, seketika kegiatan keduanya berhenti. Nayla terkejut, mengapa suaminya berteriak sangat keras.