Bagaimana jika sahabatmu meminta mu untuk menikah dengan suaminya dalam bentuk wasiat?
Dara dan Yanti adalah sahabat karib sejak SMA sampai kuliah hingga keduanya bekerja sebagai pendidik di sekolah yang berbeda di kota Solo.
Keduanya berpisah ketika Yanti menikah dengan Abimanyu Giandra seorang Presdir perusahaan otomotif dan tinggal di Jakarta, Dara tetap tinggal di Solo.
Hingga Yanti menitipkan suaminya ke Dara dalam bentuk wasiat yang membuat Dara dilema karena dia tidak mencintai Abi pria kaku dan dingin yang membuat Yanti sendiri meragukan cinta suaminya.
Abi pun bersikukuh untuk tetap melaksanakan wasiat Yanti untuk menikahi Dara.
Bagaimana kehidupan rumah tangga Dara dan Abi kedepannya?
Follow Ig ku @hana_reeves_nt
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Andra Prasetya Haryono
Acara pernikahan Abi dan Dara sudah selesai bahkan kedua pengantin itu berada di kamar hotel yang dipersiapkan oleh pihak hotel sebagai pelayanan mereka.
Kamar presidential suite dihias sedemikian rupa menjadi kamar pengantin yang indah. Terdapat kumpulan kelopak mawar berwarna merah muda menghiasi tempat tidur yang bernuansa putih.
Abi sudah melepas jasnya dan meninggalkan kemeja putih dan celana hitam. Tuxedonya pun dilepasnya dan kini dia menanggalkan dua kancing atas kemejanya yang sudah tidak rapi lagi.
Dirinya kini menunggu Adara yang sedang melepaskan gaun pengantinnya di kamar orangtuanya yang memang diberikan kamar untuk mereka oleh Abi.
Sebegitu malunya kah kamu Adara sampai mengganti baju pengantin saja di kamar ibumu?
Abi meringis. Tadi saja waktu resepsi memakai baju pengantin yang membuat para pria mendelik tapi kini malah memilih ganti di kamar lain.
Ting tong!
Abi melihat dari lubang pintu untuk melihat siapa yang datang. Betapa terkejutnya ketika melihat siapa di depan pintu. Segera dia membuka pintu.
"Mas, diajak ayah sama ibu makan" ucap Dara malu-malu.
Untuk kesekian kalinya Abi terpesona dengan kecantikan istri keduanya yang wajahnya polos tanpa makeup. Ditambah dia mengenakan gaun putih tanpa lengan, membuatnya lebih mirip mahasiswi daripada seorang guru.
"Makan dimana, Adara?" tanya Abi bingung.
"Tadi ayah meminta makan di restoran bawah. Eh kata ayah 'Tenang, ayah yang traktir'" jawab Dara.
Usai resepsi memang tadi keduanya sempat makan makanan yang disiapkan namun tidak nyaman karena mereka sudah gerah dan ingin ganti baju.
"Ya sudah, ayo kita turun." Abi mengambil ponsel, dompet dan kartu kamarnya lalu menutup pintunya.
Keduanya berjalan beriringan namun tidak ada sentuhan apapun. Abi tidak memegang tangan Dara, sedangkan gadis itu hanya berjalan sambil menunduk.
Di dalam lift, Abi baru membuka suara.
"Kenapa kamu memilih mengganti bajumu di kamar ibu? Kenapa tidak di kamarmu sendiri?"
Dara menatap Abi. "Karena aku tidak mau mas Abi kerepotan membukanya, banyak pernak perniknya, nanti malah rusak kan sayang" senyumnya.
Abi melongo.
Bukan jawaban ini yang aku ingin dengar? Kenapa tidak bilang kalau kamu malu padaku, Adara.
Ting!
Pasangan pengantin baru itu berjalan menuju restauran dan tampak bapak dan ibu Haryono sudah duduk disana. Abi dan Dara pun duduk bersama mereka.
"Lho nak Abi belum ganti baju?" tanya Bu Haryono.
"Yang penting sudah lepas jas dan tuxedonya, Bu" jawab Abi.
"Dah, kalian mau pesan apa? Ayah tahu kalau tadi kalian tidak nyaman makan karena sudah gerah" ucap pak Haryono.
Abi menatap Dara.
"Aku ingin steak" jawab Dara.
"Sama."
Akhirnya keempatnya memilih steak tbone untuk menu makan sore ini.
Dara tampak berbinar melihat makanan di hadapannya. Sudah lama ia ingin makanan ini hanya saja belum sempat dan sekarang ayahnya malah mau jadi bandar buat membayar semuanya, membuat Dara berpikir lagi.
"Yah? Kenapa ayah mau mentraktir kita semua?" tanya Dara penasaran.
Pak Haryono hanya tersenyum. "Ayah nanti tidak bisa mentraktirmu Ra, karena kamu sudah menjadi tanggungjawab suamimu. Ayah hanya berpesan manut menjadi istri, banyak belajar dari ibumu bagaimana mengahadapi masalah dalam rumah tangga. Bohong kalau kehidupan rumah tangga tanpa adanya kerikil dalam perjalanannya. Terkadang bukan hanya kerikil tapi bisa juga bongkahan batu yang besar."
Abi dan Dara mendengarkan ucapan pak Haryono.
"Nak Abi, kamu sudah pernah menikah, sudah lebih berpengalaman dalam membina rumah tangga, Dara belum. Jadi kamu harus sabar dalam menghadapi Dara, begitu juga kamu Ra, kalau suami dalam situasi bad mood, jangan langsung kamu cecar. Kamu kan Sarjana psikologi, harusnya lebih paham menghadapi orang."
Pak Haryono mencondongkan tubuhnya mengarah ke Abi.
"Nak Abi, jika suatu saat nak Abi merasa sudah tidak mau bersama Dara, kembalikan dia kepada kami seperti nak Abi meminta kepada kami. Ayah selalu mendoakan agar kalian langgeng tapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Ayah hanya mengingatkan sebelumnya." Pak Haryono mengusap matanya yang berair dan Bu Haryono mengusap punggung suaminya.
Abi menatap pak Haryono. "Insya Allah saya akan selalu menepati janji saya di depan ayah dan ibu bulan lalu."
"Terimakasih nak Abi."
Kedua pria itu saling berjabat tangan.
"Maaf kalau aku baru datang."
Suara pria membuat mereka menoleh.
"Mas Andra!" seru Dara.
Andra, kakak lelaki Dara datang dengan senyum terkembang. Pria itu lalu mencium tangan ibu Haryono dan mencium pipinya, begitu juga kepada pak Haryono. Andra lalu ke Dara yang berdiri menyambut kakaknya dan keduanya langsung berpelukan. Andra mencium kening adiknya dengan sayang.
"So, ini yang namanya Abimanyu kah?" Andra berjalan ke arah Abi yang berdiri menyambut kakak iparnya.
"Iya, saya Abimanyu biasa dipanggil Abi" jawab Abi sambil mengulurkan tangan yang disambut jabatan oleh Andra.
"Welcome to the family" ucapnya sambil menepuk bahu Abi.
"Thank you mas."
Andra pun ikut duduk di meja bersama keluarganya dan ia memesan menu yang sama.
"Maaf ya dik, mas baru sampai. Kamu tahu, susah sekali minta cuti gara-gara dokter bedah di rumah sakit kurang akibat pada ikut seminar sana sini. Bikin mas kelimpungan lah" jelas Andra kenapa dia tidak bisa datang. "Bahkan mas mau berangkat pagi-pagi tadi masih harus mengurus korban tabrak lari. Jadinya baru bisa naik pesawat siang."
"Resiko jadi dokter bedah ya gitu Ndra" komentar ibunya. "Kan kamu yang pengen juga."
"Iya sih" cengir Andra.
"So dik Abi. Eh gak keberatan kan aku manggil begitu?" tanya Andra.
"Nggak mas" jawab Abi santai.
"Boleh tahu kamu usia berapa dik?" tanya Andra lagi.
"Jalan 32 mas."
"Beda setahun denganku, aku 31 tahun ini" kekeh Andra cuek. Abi hanya tersenyum tipis.
"Mas Andra berapa hari di solo?" tanya Dara sambil menikmati saladnya.
"Aku cuma bisa dua hari disini jadi lusa dah pulang. Yang penting aku datang pas dirimu menikah dik" Andra memeluk bahu adiknya.
Keempat anggota keluarga Haryono pun asyik berbincang-bincang dan Abi mendengarkan dengan penuh perhatian karena yang dibicarakan adalah masa kecil Dara, hobinya, kebiasaannya dan ketidaksukaannya dengan buah durian.
"Nak Abi suka durian?" tanya Bu Haryono.
"Suka Bu" jawab Abi.
"Dara nggak bisa makan durian, dik" ucap Andra.
"Dia bisa pingsan kalau mencium bau durian" sambung pak Haryono.
"Entah nurun siapa dia bisa nggak doyan durian" kekeh Andra.
Dara hanya menunduk.
"Nggak papa kalau kamu nggak bisa makan durian, Adara. Nggak bakalan kiamat juga kalau nggak doyan" jawab Abi dengan nada cuek.
Dara mendongakkan kepalanya menatap Abi.
"Kiamat?" bisiknya.
Abi hanya nyengir.
"Cara menghiburmu receh sekali Tuan Abimanyu Giandra" ucap Dara sambil tertawa geli.
Setidaknya aku bisa melihat tawamu, Adara.
Andra Prasetya Haryono, kakak Adara.
***
Yuhuuu
Maap baru Up
Urus kerjaan di dunia nyata dulu
Don't forget to like vote n gift yaaaa
Tararengkyu ❤️🙂❤️