Judul novel : "MY STUDENT IS MY STUPID WIFE
Ini kisah tentang NANA DARYANANI, seorang mahasiswi cantik yang selalu mendapat bullying karna tidak pandai dalam pelajaran apapun. Nana sudah lama diam-diam naksir dosen tampan di kampusnya, sampai suatu hari Nana ketahuan suka sama dosennya sendiri yang membuat geger seisi kampus.
Bagaimana dengan Sang Dosen, apakah dia juga akan menyukai Nana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gabby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENGERJAI LARAS
"Mas terima kasih..." Nana tersenyum.
"Untuk apa Na?"
"Untuk semuanya, terima kasih mas sudah mengajakku jalan-jalan ke puncak, dan menjenguk ayah." ucap Nana.
"Hmmm... kamu senangkan sekarang?" sambil menusap-usap lembut pipi Nana.
"Emmm" mengangguk tenang.
"Gak sedih lagi?"
"Iya mas, alhamdulillah ayah sehat ya mas."
Hessel senang melihat istrinya terus tersenyum, Hessel belum bisa membahagia Nana sepenuhnya tapi dia bersyukur masih bisa melakukan hal-hal kecil yang bisa membuat Nana tersenyum.
Tak lama kemudian mereka pun sampai di rumah.
"Ahhh akhirnya kita sampai juga di rumah mas." ucap Nana.
"Kamu capek Na?" tiba-tiba Hessel mencengkram pergelangan tangan Nana.
"Tidak mas, malahan aku senang rasanya pengen lama-lama jalan-jalan berdua sama mas."
"Ihhh dasar istriku." mencubit gemas pipi Nana.
"Nanti kalau ada waktu kita jalan-jalan lagi."
"Hmmm janji yaa mas?"
"Iyaaa manja..."
"Mas, kira-kira Devan ada gak ya?"
"Jam segini dia masih sekolah, ayo kita masuk sebelum Devan pulang."
Mereka pun melangkah masuk ke dalam rumah. Saat mereka membuka pintu sontak mereka kaget melihat Devan duduk di ruang tamu bersama dengan Laras. Senyum di bibir Hessel dan Nana buyar seketika saat melihat Laras, begitu pun Laras juga kaget melihat Hessel menggandeng tangan Nana. Nana dengan segera melepaskan tangannya dari gandengan Hessel.
"Larasss..." ucap Hessel.
"Iya Hes, oo ini alasan kamu sampai tega ninggalin Devan sendirian, hanya gara-gara wanita ini." ucap Laras sedangkan Nana cukup diam saja.
Hessel tidak memperdulikan ocehan Laras.
"Dev, kamu gak sekolah, siapa yang menyuruhmu bolos?" ucap Hessel hanya fokus pada adiknya.
"Devan sakit perut, makanya aku datang kemari." sahut Laras.
"Kau diam, aku bicara pada adikku." tegas Hessel.
"Katakan apa kamu bolos, Dev?"
"Kak, aku tidak bolos sekolah tapi aku sakit perut, untung ada kak Laras yang mau mengurusku." jawab Devan.
"Laras, aku sangat berterima kasih karna kamu mau menjaga Devan selama aku pergi, sekarang kamu boleh pulang, tolongan jangan ganggu keluargaku lagi."
"Apa ini balasan untukku, lalu wanita ini siapa, seharusnya kau mengusirnya bukan mengusirku." ucap Laras.
"Laras, Nana ini istriku apa kamu puas sekarang, wanita yang kamu bentak dan kamu hina ini, sementara dia hanya diam saja, kau tau siapa dia? sekali lagi aku tegaskan Nana ini istriku." ungkap Hessel sontak Nana pun terkejut mendengar pernyataan Hessel yang mulai bisa mengakuinya dihadapan orang lain.
"Apaaa... omong kosong apa ini Hes, bagaimana kamu bisa menikahi dia, kapan kalian menikah kenapa tidak ada yang tau?"
"Aku tidak percaya ini Hes..." Laras terduduk di sofa, masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar dari bibir Hessel.
"Yang jelas pihak kampus sudah tau, dan Nana ini istriku kami menikah sah dimata hukum dan agama, aku minta padamu berhentilah membentak istriku." Hessel merangkul tubuh Nana, mencium kening Nana dan mengusap pipinya. Sementara Laras terdiam menatap tingkah Hessel seakan-akan Hessel sengaja menampakkan keromantisannya untuk memanas-manasi Laras.
"Mas sudah, hentikan... sebaiknya kita bawa Devan ke dokter." timpal Nana dan Hessel mendengarkan usulan dari istrinya.
"Aku sudah sembuh, jangan sok peduli kamu padaku, aku tidak pernah menerimamu sebagai kakak iparku." Ucap Devan mendorong Nana yang hendak mendakatinya, untungnya Hessel sigap menangkap tubuh istrinya.
"Apa-apaan kamu Dev... Nana istriku, dia juga baik padamu tapi seperti ini caramu memperlakukan Nana." ucap Hessel tegas, Devan hanya bisa terdiam.
"Maafkan kakak Dev, kakak tidak bermaksud membentakmu." seketika Hessel menyesal saat melihat mata adiknya memerah.
"Kakak berubah, semenjak ada dia kakak selalu memarahiku, kakak tidak perhatian lagi padaku, aku benci kakak, aku benci..." maki Devan, Hessel langsung memeluk adiknnya.
"Jika kakak sayang padaku, maka suruh dia pergi dari sini." pinta Devan.
"Dev, jangan seperti ini." Hessel memelas pada Devan.
"Mas, aku ke kamar saja, kalian selesaikan saja masalahnya." Nana berujar. Hessel mendekati Nana.
"Aku akan cari cara supaya Laras segera pergi dari sini." bisik Hessel ditelinga Nana seketika Nana pun tersenyum.
Lalu Nana melangkah menaiki tangga menuju kamarnya, sementara Hessel, Devan dan Laras masih di ruang tamu.
"Kak Laras, Devan ada tugas buat ujian praktek, bu guru minta kami membuat dialog, apakah kakak mau membantuku?" ucap Devan.
"Tidak Dev, Laras harus pulang, aku yang akan mengajarimu." ucap Hessel.
"Kak Hessel dan kak Laras yang akan mempraktekkan dialognya." kata Devan.
Devan menarik Hessel dan Laras ke dalam kamarnya.
"Kau lihat Hes, adikmu lebih menyukaiku, kau salah sudah menikahi wanita itu." ucap Laras sembari menulis dialog, sedangkan Hessel masih diam sambil memikirkan cara untuk mengusir Laras.
"Kak, kakak maukan menikah dengan kak Hessel, kalau kakak yang jadi kakak ipar Dev, mungkin nilai bahasa inggris Dev bisa dapat 100 setiap hari."
"Hehhh Dev jangan bicara sembarangan, kakak tidak bisa menikah dengan Laras." bisik Hessel ditelinga Devan.
"Kau bisa saja menikahiku, ceriakan Nana lalu menikah denganku, maka kita tidak perlu menikah siri." sahut Laras yang sedari tadi mendengarkan perbincangan Hessel dengan Devan.
Sementara di luar kamar Nana tertegun menguping pembicaraan mereka.
"Wahhh apa-apaan dia menyuruh mas Hessel untuk menceraikanku, apakah mas Hessel akan terpengaruh dengannya, semoga saja tidak." ucap Nana dalam hati.
"Bu Laras cantik-cantik kok suka menggoda suami orang, apa diluar sana sudah tidak ada lagi laki-laki yang mau padanya sampai harus mengganggu mas Hessel." Nana geram dia ingin Laras pergi tapi dia tidak tau bagaimana caranya.
"Hes, aku haus dan lapar." ucap Laras bermanja-manja pada Hessel, tapi Hessel dengan cepat berpindah tempat duduk dari meja belajar menuju tempat tidur Devan.
"Nana, keluarlah." panggil Laras. Nana pun masuk ke dalam ternyata Laras menyadari kalau Nana sedari tadi menguntit pembicaraan mereka.
"Ambilkan aku minuman dan makanan, apa aja yang penting laparku bisa hilang." perintah Laras seakan dia berkuasa di rumah Hessel.
"Apa dia kemari sekalian mau numpang makan, apa di rumahnya tidak ada makanan." batin Nana mendengus kesal.
Hessel memberi Nana isyarat agar Nana keluar saja tidak perlu menuruti perintah Laras, tapi Nana lebih memilih menuruti Laras.
Nana datang membawa segelas jus alpukat dan roti bakar. Hessel yang melihat istrinya diperlakukan seperti pembantu oleh Laras tidak bisa berbuat apa-apa hanya diam menjadi penonton.
"Ini makanannya." kata Nana.
"Letakkan di meja." jawab Laras sembari menulis dialog bahasa inggris.
Di dekat meja belajar ada sofa Nana yang ceroboh, kakinya tidak sengaja tersandung sofa sehingga minuman yang dibawanya menumpahi baju Laras.
"aaaaaaaa" Laras berteriak.
"Punya mata gak sih?" maki Laras.
"Maaf, maaf bu saya tidak sengaja, sofa ini membuat saya tersandung." kata Nana.
Laras menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar dia sangat kesal dengan tingkah Nana, sedangkan Hessel mengulum senyum sembari menahan tawa dan dia mengunjukkan jempol pada Nana, istrinya pintar juga saat mengerjai orang.
"Laras, mau saya antar pulang, bajumu basah dan kotor." Hessel berujar setelah cukup lama hanya diam saja.
"Tidak perlu, ini hanya kotoran jus tidak masalah." jawab Laras santai.
Tiba-tiba Nana
"Ahhhh... aduh kepalakuuu..." seketika Nana kesakitan dan tubuhnya langsung ambruk jatuh ke lantai.
Hessel sontak terkejut dan langsung menghuyung tubuh Nana.
"Nana... Nana... kenapa denganmu?" Hessel berusaha membangunkan Nana namun Nana tetap tidak bangun.
"Paling dia sedang berakting." timpal Devan.
Hessel langsung memindahkan Nana ke kamar mereka, Devan dan Laras mengikut dibelakangnya.
Hampir setengah jam mereka menunggu Nana siuman, setelah menghirup aroma freshcare akhirnya Nana pun siuman.
"Nana, akhirnya kamu sadar jugaaa." Hessel menggenggam tangan Nana, rasa khawatirnya mereda setelah melihat Nana membuka matanya.
Nana melirik wanita yang ada di samping suaminya.
"Hahhh dia masih tetap disini" batin Nana.
Nana menarik tangan Hessel, mengarahkan tangan Hessel untuk menyentuh kepalanya.
"Mas, kepalaku sakit banget, bisa tolong pijetin kepalaku." pinta Nana, Hessel pun berpindah duduk disamping istrinya dan memijat-mijat kepala istrinya.
"Gimana Na sudah merasa baikan?" tanya Hessel lembut.
"Ummm iya mas sudah lebih baik." jawab Nana tersenyum, sesekali matanya melirik Laras yang sudah mulai panas.
"Mas, di perutku juga terasa mual, boleh mas usap perutku." pinta Nana sembari mengarahkan tangan Hessel kebagian perutnya.
"Sebenarnya kamu kenapa Na, kita ke dokter aja yaaa." ucap Hessel.
"Aku terkena pandangan buruk seseorang mas, tapi nanti juga hilang kok." ucap Nana secara tidak langsung Laras merasa tersindir.
"Apa yang sedangku lihat, apa mereka sengaja tidak memperdulikanku dan hanya bermesraan di depanku." batin Laras.
"Ahhh... mas di sini juga terasa sesak..." keluh Nana menunjuk dadanya.
"Na, kita ke dokter yaaa aku takut terjadi sesuatu padamu..." ucap Hessel.
"Tidak mas, mas hanya perlu memegang dadaku maka sakitnya akan hilang jika terkena sentuhan tangan mas." ucap Nana, Hessel pun meraba dada istrinya seperti perintah Nana.
Uwekkkk... uwekkk...
tiba-tiba Nana muntah-muntah tapi tidak ada yang dimuntahkannya. Hessel bertambah panik sementara Nana terus mencegahnya untuk menelpon dokter.
"Mas, sepertinya aku hamil dehhh..." lirih Nana tiba-tiba saja Nana menggelut suaminya. Hessel sempat berpikir bagaimana Nana bisa hamil secepat ini sedangkan mereka baru saja melakukannya.
"Gejala-gejala yang ku rasakan mirip seperti orang hamilkan mas, aku pusing dan mual-mual."
"Mas, akhirnya aku hamil..." Nana tampak senang dan memeluk Hessel di depan Laras.
"Hamil, apa Hessel sudah melakukannya bersama gadis bodoh ini." batin Laras seolah tak percaya.
"Hes, sepertinya aku harus pulang." ucap Laras.
"Iya, terima kasih ya Laras sudah membantu adikku, tapi maaf aku tidak bisa mengantarmu pulang, istriku sedang sakit." kata Hessel.
"Bu Laras maaf suamiku tidak bisa mengantar ibu pulang." ucap Nana.
"Iya tidak apa-apa aku bisa pulang sendiri." ucap Laras. Laras pun pergi dengan perasaan kesal, dia tak menduga hubungan Hessel dengan Nana ternyata sudah sangat jauh sampai Nana bisa hamil.
Sementara itu Nana di kamar tiba-tiba tertawa dengan puas dan Hessel terkejut melihat tingkah Nana.
"Na, apa kamu baik-baik saja?" lirih Hessel.
"Tentu aku baik-baik saja mas, mas lihatkan dia pergi." ucap Nana masih tertawa.
"Kita ke dokter ya Na, periksa kandunganmu."
"Kenapa mas sangat bodoh, aku hanya mengerjai bu Laras, kalau aku tidak bersandiwara seperti tadi maka dia tidak akan pergi."
Seketika Hessel pun ikut tertawa.
"Istriku memang pintar... kamu benar-benar lucu Na, aku pikir bukan sandiwara."
"Baguskan aktingku mas?" sambil menutup pintu.
"Bagus banget." tersenyum.
Hessel merentangkan tangannya, mengedipkan sebelah matanya meminta Nana untuk masuk ke dalam pelukkannya. Nana pun berlari dan memeluk Hessel tanpa ada rasa canggung.