Kalau kamu ada di dalam mobil bareng suamimu dan "cinta sejatinya" pas kecelakaan, siapa coba yang bakal dia selamatkan?
Rizki nggak butuh sedetik pun buat gendong Meli pergi. Darah mengalir deras. Bukan cuma janin tiga bulan di perut Aulia yang mati, tapi juga seluruh hati Aulia. Hancur jadi debu.
Semua orang juga tahu, pernikahan mereka itu cuma kontrak bisnis belaka. Aulia memang merebut Rizki dari Meli, tapi dia yakin suatu hari Rizki bakal capek berpura-pura dan benar-benar lihat dia.
Tapi, pas liang lahat bayinya ditutup, Aulia baru melek. Cukup. Kita cerai.
Tiga bulan kemudian, di panggung gemerlap, Aulia berdiri. Cantik. Hebat. Menerima penghargaan. Rizki terpaku, lalu dengan suara datar bilang ke semua orang, "Ya, itu istri saya." Aulia cuma senyum miring, lalu menyodorkan kertas perceraian ke tangan Rizki. "Maaf ya, Pak Rizki. Yang benar itu mantan istri."
Pria sedingin es itu akhirnya pecah. Matanya memerah, suaranya parau. "Mantan? Aku nggak pernah mau cerai!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elara Tulus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menantu yang Tak Peka
Pamela sengaja mengabaikan Aulia. Lalu berbincang penuh semangat sama Meli. Dia kira Aulia akan memberinya hadiah kayak biasa.
Bahkan Pamela sudah bersiap buat langsung ngebuang hadiah itu ke samping, supaya bisa nunjukkin ke Meli kalau dia memang nggak suka sama Aulia.
Tapi, beberapa menit berlalu, Aulia nggak juga maju. Pamela nggak tahan dan melirik lewat sudut mata. Dia pun mendapati Aulia duduk tenang di sofa samping.
Lebih mengejutkan lagi, Aulia cuma bawa satu kantong hadiah kecil. Dilihat dari sudut mana pun, itu jelas bukan buat dia.
Pamela jadi bingung. Apa mungkin hadiahnya terlalu kecil sampai bisa dimasukin ke saku? Tapi, nggak mungkin. Hari ini Aulia pakai terusan tanpa saku.
Akhirnya Pamela nggak tahan lagi dan bertanya, "Aulia, mana hadiahku?"
Aulia nggak nyangka Pamela bakal tiba tiba nanya begitu. Setelah sempat tertegun, dia jawab, "Aku nggak menyiapkannya."
"Nggak menyiapkannya?!" Pamela langsung naik pitam.
Aulia bisa lihat emosinya. Jadi dia bilang lagi, "Bukannya biasanya kamu memang nggak suka hadiah dariku? Aku pikir, meskipun aku membawanya, kamu juga hanya akan membuangnya."
Ucapan itu bikin amarah Pamela seketika mereda. Memang tadi dia berniat ngebuangnya.
Tiba tiba, Pamela ngerasa kesel pada dirinya sendiri. Ucapannya barusan kayak ngasih kesan kalau dia lagi nagih hadiah dari Aulia.
Rasa malu bercampur jengkel, Pamela pun bilang ketus, "Mau buang atau nggak, itu urusanku. Tapi nyiapin hadiah itu urusanmu. Kakakku sudah memberimu begitu banyak uang setiap bulan. Kamu nggak pakai untuk Keluarga Laksmana? Semua kamu simpan sendiri?"
Itulah kalimat yang dulu paling ditakuti Aulia. Dia nggak mau dicap serakah di mata Keluarga Laksmana. Dulu, pasti dia akan berusaha mati matian ngejelasin penggunaan uang itu.
Tapi sekarang, dia sudah mikir lebih jauh. Begitu ada kecurigaan, cap buruk itu akan melekat. Nggak peduli gimana dia ngejelasin, Pamela belum tentu percaya.
Aulia jawab dengan nada datar, "Aku nikah sama kakakmu. Uang yang diberi suami tentu harus masuk ke kantongku. Masa masuk ke kantongmu?"
Pamela sama sekali nggak nyangka Aulia berani bicara begitu. Dia terdiam dan terkejut. Baru mau ngebalas, dari lantai atas turunlah Violeta.
Dengan balutan terusan ketat putih biru hasil rancangan khusus, penampilannya penuh pesona dan elegan. Setiap helai rambutnya pun kelihatan sangat rapi. Dia melirik sekilas ke arah mereka dengan malas, lalu ngulurin tangan.
Aulia baru saja hendak bangkit buat ngebantu, tapi Meli lebih sigap berdiri dan langsung meraih tangan Violeta dengan senyuman hangat. "Bibi, lama nggak jumpa. Bibi tetap cantik dan anggun kayak dulu."
Begitu lihat ibunya, Pamela segera ngesampingin urusan hadiah tadi. Dia segera bawa kantong hadiah, lalu lari kecil ke depan. "Ibu, ini hadiah dari Kak Meli. Ini gaun yang Kak Meli pilih dengan sangat hati hati. Tulus sekali ya."
Meli tersenyum. "Cuma hadiah kecil, semoga Bibi suka."
"Kak Meli terlalu merendah. Lihat saja, gaun ini pasti mahal sekali. Mana bisa disebut hadiah kecil?" sela Pamela.
Tiga orang itu pun berinteraksi akrab. Pamela bahkan sengaja ninggiin suaranya, jelas buat bikin Aulia kesel.
Dia ngerasa Aulia lagi merajuk karena Meli sudah tinggal di vila. Jadi kali ini nggak bawa hadiah. Justru karena itu, Pamela mau makin nyulut emosi Aulia, supaya dia tahu kalau keras kepala kayak gitu nggak ada gunanya.
Aulia sama sekali nggak mikirin niat buruk Pamela. Dia justru gunain waktu luang buat baca berita terbaru di industri.
Meskipun belakangan ini dia berusaha ngejar ketinggalan, jeda kosong yang terlalu lama bikin dia masih perlu banyak waktu buat menyesuaikan diri.
Pas dia lagi baca berita terbaru tentang UME, suara dingin Violeta tiba tiba terdengar. "Aulia, kamu masih duduk di sana buat apa? Cepat kemari."
Aulia pun hanya bisa naruh kembali ponselnya dan terpaksa melangkah mendekat.
Violeta narik tangan yang tadi dipegang Meli, lalu naruhnya di atas punggung tangan Aulia.
Dengan wajah dingin, dia berkata, "Aulia, jangan salahkan aku kalau aku bilang kamu nggak peka. Ada tamu di rumah, tapi kamu bahkan nggak nuangin secangkir teh. Apa ini cara ngejamu tamu yang diajarin Keluarga Laksmana? Meli sudah bersikap lebih seperti menantu di sini daripada kamu."
"Kamu juga," balas Violeta dengan nada datar.