Maya yang kecewa dengan penghinaan mantan suaminya, Reno, mencoba mencari peruntungan di kota metropolitan.. Ia ingin membuktikan kalau dirinya bukanlah orang bodoh, udik, dan pembawa sial seperti yang ditujukan Reno padanya. "Lihatlah Reno, akan aku buktikan padamu kalau aku bisa sukses dan berbanding terbalik dengan tuduhanmu, meskipun dengan cara yang tidak wajar akan aku raih semua impianku!" tekad Maya pada dirinya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sagitarius-74, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MURNI, AKU JEMPUT KAMU
"Sial!" Maki Bu Ratna. Ia mengepalkan kedua tangannya, rasa benci makin berakar di hati Bu Ratna.
Baru kali ini ia dibentak dan diancam oleh seseorang. Dan itu kini dialaminya! Dari menantunya sendiri, orang yang sangat ia benci!
"Aku tak menyangka dia bisa juga melawan! Awas kamu Maya! Aku tak akan tinggal diam jika kamu berusaha mendekati anakku lagi! Cihh!! Lihat saja nanti siapa yang akan menang!" Bu Ratna tersenyum sinis menatap punggung Maya yang berjalan keluar kafe.
penjaga kafe yang Maya tugaskan malam itu, hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Bu Ratna yang diluar batas. Setelah dirasa di kafe tak ada orang, penjaga tersebut menutup area kafe dari dalam.
Mobil Maya mulai meninggalkan kafe menembus kegelapan malam, ia berencana akan langsung pulang ke Jakarta guna menenangkan pikiran.
Selain itu, ia kangen dengan anaknya Riko yang sudah hampir satu bulan ia tinggal bersama pengasuh baru pengganti bi Inem.
"Riko sayang, mamah udah kangen kamu, nak.. Bulan depan kamu mulai sekolah, mamah akan sibuk urus kamu. Mungkin sebelum masuk sekolah mamah akan ajak kamu kemari. Mudah-mudahan Mas Pram akan ingat Riko.." Wajah Maya tersenyum senang.
ia membayangkan kebahagiaan akan segera menghampirinya, berharap Made akan sembuh dari amnesianya jika bertemu Riko, dan kembali menjadi Mas Pram yang sangat mencintai keluarganya.
Sementara Bu Ratna, ia tak menghampiri supirnya yang dari tadi menunggunya, ia sibuk mengejar Made hingga sang supir mengikutinya dari belakang.
"Praaaam.. Tunggu!" Teriak Bu Ratna, nafasnya ngos-ngosan, berhubung perempuan itu bertubuh besar, ia tak sanggup berlari. Baru beberapa langkah, ia sudah sesak nafas.
Made yang merasa ada teriakan di belakangnya dan yakin itu suara Bu Ratna, spontan menghentikan langkahnya.
"Bu Ratna?" gumam Made merasa heran. Ia membalikan tubuhnya, memandangi Bu Ratna yang sedang ngos-ngosan mengejar dirinya.
"Pram! Kamu tunggu dulu Mamah! Mamah cape gak bisa ngejar kamu."
"Maaf Bu, saya gak tahu Ibu mau ngikutin saya," balas Made. Ia merasa kasihan melihat wanita gemuk itu kesusahan gara-gara dirinya.
Mamah ikut kamu pulang," kata Bu Ratna. Ia tersenyum memegangi tangan Made. "Jika kamu gak mau ikut Mamah pulang, gimana kalau Mamah aja yang ikut kamu pulang ke kontrakan kamu? Bolehkan?" tanya Bu Ratna dengan wajah penuh harap.
"Tapi, kontrakannya harap di maklum Bu, kecil. Takut ibu gak nyaman. Lagipula, gak enak sama tetangga, takut jadi fitnah. Maklum Bu, yang namanya kontrakan beda sama komplek." jawab Made dengan hati-hati. Ia tak mau Bu Ratna tersinggung akan penolakannya.
"Hahaha.. Mana ada sih ibu tua gemuk pacaran sama kamu? Tapi ya udahlah, gak apa, Mamah maklum. Kalau gitu, apa kamu bisa hari minggu sekarang main ke rumah Mamah? Minggu ini kamu libur kan? nanti Mamah sherlok alamatnya."
"Maaf Bu, aku gak punya ponsel. Mau nelpon istri juga belum. Nunggu udah gajian rencana mau beli ponsel. Tapi saya mikir lagi, gajian sekarang mending buat jemput istri saya dulu. Jadi ibu gak bisa sherlok," jawab Made, jujur. Ia tersenyum malu akan keadaan ekonominya.
" Ya Allah.." Bu Ratna menepuk jidatnya.
"Jadi kamu udah menikah lagi toh?! dengan siapa?.. Dimana dia sekarang?" Bu Ratna merasa kaget bercampur senang ketika mendengar hal itu. Ia merasa mendapat jalan untuk menghancurkan Maya segera.
"Murni nama istri saya, dia tinggal di Bali. Saya harus segera menjemputnya untuk tinggal bersama saya disini," jawab Made. Ia tersenyum, tergambar di wajahnya akan rasa sayang yang sangat dalam untuk Murni.
"Mamah senang sekali mendengar ini, Made. Akhirnya kamu menemukan kebahagiaanmu," ujar Bu Ratna dengan senyum lebar yang dibuat-buat.
"Iya, Bu. Made juga tidak sabar ingin membawa Murni ke Jakarta. Nanti kalau gajian pertama, Made langsung ke Bali," jawab Made dengan mata berbinar.
Dalam hati, Bu Ratna bersorak. Rencananya berjalan lebih mulus dari yang ia bayangkan. Maya, istri Made yang sebenarnya, harus segera disingkirkan. Ia tak rela anak kesayangannya jatuh ke tangan wanita yang dianggapnya tidak selevel.
"Mamah ikut ke Bali, ya? Gak apa-apa kan? Mamah sudah gak sabar ingin bertemu dengan Murni istri kamu itu, menantu baru mamah," pinta Bu Ratna dengan penuh antusias.
Bu Ratna sudah tak sabar ingin bertemu Murni. Ia berharap, Murni gadis yang sesuai dengan kriterianya.
"Boleh, Bu. Made senang sekali jika Ibu mau ikut," jawab Made tanpa curiga.
"Kamu gak usah khawatir, masalah ongkos, mamah akan bayar sendiri. Bahkan ongkosmu, biar mamah yang tanggung," jawab Bu Ratna.
"Gak apa Bu, aku bayar sendiri.."
"Kamu gak usah sungkan, semua harta mamah, itu milikmu juga. Minggu tinggal dua hari lagi. Aku tunggu kamu hari Minggu di depan kafe, pagi-pagi. Okey?" Bu Ratna makin semangat. Mengingat hal itu akan mempermudah rencana balas dendamnya pada Maya.
Made mengangguk, mereka pun berpisah dan berjalan dengan arah berbeda.
Beberapa hari kemudian, Bu Ratna dan Made sudah berada di Bali. Mereka langsung menyewa taxi dari Bandara menuju rumah Murni. Tak lupa sebelumnya Made izin sama Maya, untuk cuti beberapa hari untuk pulang ke Bali.
"Ya, ada apa Made?" Maya balik menjawab ketika hari sebelum keberangkatannya Made menyempatkan diri menelpon Maya yang masih berada di Jakarta.
"Maaf Bu, aku minta izin cuti beberapa hari. Aku ada urusan ke Bali. Masalah keluarga," jawab Made dari sebrang telpon.
"Oh ya gak apa-apa Made. Apa asisten kamu itu sudah menguasai resep kafe kita? Takutnya dia belum faham, ntar pelanggan kita pada kapok datang lagi ke kafe," sahut Maya. Ia khawatir akan kepiawaian asisten Made. Koki dadakan yang diajari Made.
"Gak usah khawatir Bu, dia orang yang tanggap, semua yang aku ajarkan dia sudah menguasainya," jawab Made menenangkan Maya.
Akhirnya Maya mengizinkan. Ia tak banyak bertanya masalah kepentingan Made ke Bali. Takut masalah privasi dan dianggap terlalu mencampuri urusan orang. Walau dalam hatinya ia merasa penasaran akan kepergian Made.
"Maafkan aku, bu Maya, aku gak bisa bilang akan jemput istriku, aku takut kamu kecewa. Aku bingung, kenapa Bu Maya anggap aku Pram suaminya? Apa aku ini sangat mirip dengan dia? Atau jangan-jangan, aku ini memang Pram?" Made termenung, ia hidup bagai dipermainkan takdir.
"Pram, rumah istrimu itu di komplek atau bukan? orang tuanya kerja di bidang apa? Bisnis atau pegawai?.. Terus, pendidikan Murni itu lulusan perguruan tinggi mana?" Bu Ratna nyeroscos, hal itu membuyarkan lamunan Made yang sedang membayangkan percakapannya dengan Maya di telpon.
"Heh Pram, kamu jangan melamun aja dong!"
"Oh iya Bu, Maaf..," jawab Made, gugup.
"Istriku orang biasa Bu.. Bukan jebolan universitas. Ia juga tidak hidup di komplek, tapi di perkampungan. Dulu kedua orang tuanya hanya petani. Ibu juga akan lihat nanti istriku seperti apa," jawab Made.
Bu Ratna manggut-manggut, ia tak banyak komen lagi walau pikirannya sibuk bicara akan rasa penasarannya pada Murni.
Beberapa jam kemudian...
"Made, apa benar ini rumah istrimu?" tanya Bu Ratna saat mereka tiba di sebuah rumah gubuk di kawasan Denpasar. Mobil taxi yang mereka kendarai berhenti, atas permintaan Made pada sang supir.
"Benar, Bu," jawab Made tanpa ada prasangka buruk terhadap Bu Ratna.
Bu Ratna mengerutkan kening. Rumah yang ada di hadapannya jauh dari ekspektasinya. Ia membayangkan Murni tinggal di sebuah vila mewah dengan kolam renang pribadi, bukan di rumah gubuk seperti ini.
Mereka pun turun dari mobil, dan setelah Bu Ratna bayar taxi, Made mengajak Bu Ratna memasuki pekarangan rumah yang sangat kumuh.
"Iiih kok gini sih keadaannya, sangat jauh meleset dari dugaanku! Jorok banget! Pekarangannya banyak sampah, bau lagi! Mana rumahnya gubuk lagi! Ya Allah, mimpi apa aku semalam.. Dikasih cobaan begini amat!" gerutu Bu Ratna dalam hati.
"Assalamualaikum," Made mengucapkan salam sambil mengetuk pintu.
Seorang wanita berparas sederhana membuka pintu. Wajahnya tampak pucat dan tubuhnya terlihat lemas. Sementara perutnya buncit menahan sang jabang bayi yang hampir brojol.
"Waalaikumsalam. Ya ampun, Mas Made?" Murni terbelalak kaget, tergambar di wajahnya rasa senang akan kedatangan sang suami tercinta. Ia hendak memeluk Made, tapi ia urungkan setelah tahu ternyata di belakang suaminya itu berdiri seorang ibu setengah tua yang tidak ia kenal.
Sejenak Murni mematung melihat kebelakang Made, nampak Bu Ratna memasang tampang masam.
"Sayang, ko diam? Ini Mas-mu datang! Dan ini Ibu Ratna," Made memperkenalkan Bu Ratna yang sejak dari tadi terdiam, tak keluar sepatah katapun.
Bu Ratna menatap wanita itu dari atas sampai bawah. Penampilannya jauh dari kata sosialita. Ia hanya mengenakan daster lusuh, dengan gaya rambut di cepol asal-asalan.
"Murni?" tanya Bu Ratna dengan sinis.
"Pram?.. Jadi ini yang kamu sebut Murni?.. Astaga..!!"