NovelToon NovelToon
Chain Of Love In Rome

Chain Of Love In Rome

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: De Veronica

Di bawah pesona abadi Kota Roma, tersembunyi dunia bawah yang dipimpin oleh Azey Denizer, seorang maestro mafia yang kejam dan tak tersentuh. Hidupnya adalah sebuah simfoni yang terdiri dari darah, kekuasaan, dan pengkhianatan.

Sampai suatu hari, langitnya disinari oleh Kim Taeri—seorang gadis pertukaran pelajar asal Korea yang kepolosannya menyilaukan bagaikan matahari. Bagi Azey, Taeri bukan sekadar wanita. Dia adalah sebuah mahakarya yang lugu, sebuah obsesi yang harus dimiliki, dijaga, dan dirantai selamanya dalam pelukannya.

Namun, cinta Azey bukanlah kisah dongeng. Itu adalah labirin gelap yang penuh dengan manipulasi, permainan psikologis, dan bahaya mematikan. Saat musuh-musuh bebuyutannya dari dunia bawah tanah dan masa kelam keluarganya sendiri mulai memburu Taeri, Azey harus memilih: apakah dia akan melepaskan mataharinya untuk menyelamatkannya, atau justru menguncinya lebih dalam dalam sangkar emasnya, meski itu akan menghancurkannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Veronica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dua pagi Satu suasana

Mentari pagi menyelinap masuk melalui celah tirai, menerangi kamar tidur dengan cahaya keemasan. Taeri menggeliat dalam dekapan Azey, kulitnya yang polos terasa hangat dan nyaman. Sisa-sisa keintiman semalam masih terasa membekas, membuatnya tersenyum kecil.

Jari-jarinya yang lentik perlahan membelai rahang kokoh Azey. "Ganteng banget cowokku ini," gumamnya sambil terkikik pelan, "tapi kalo udah bangun, balik lagi jadi setelan pabrik."

Dengan gerakan lembut, Taeri mendekatkan wajahnya. Kecupan ringan mendarat di kedua mata Azey secara bergantian, lalu turun ke bibir yang sedikit terbuka. Sebuah gigitan kecil ia berikan di leher pria itu, disertai bisikan lembut, "Sayang... bangun, udah siang."

Suara lembut itu perlahan membangunkan Azey. Matanya terbuka, menatap Taeri yang berada dalam pelukannya. Sebuah senyum tipis tersungging di bibirnya. Tanpa diduga, Azey menarik Taeri ke atas tubuhnya, membuat gadis itu terkejut sekaligus geli.

"Ternyata sekarang kamu semakin berani, Baby," bisiknya rendah, napasnya terasa menggelitik di telinga Taeri. Ia mencium bibir Taeri sekilas, lalu menatapnya dengan tatapan menggoda.

Taeri, yang kini berada di atas tubuh Azey, balas menatapnya dengan senyum nakal. "Ya kan dari dulu juga aku udah berani," sahutnya, "emangnya kapan aku pernah takut padamu, sayang?" Ia mengedipkan sebelah matanya, membuat Azey semakin gemas.

Azey mencubit pipi Taeri dengan gemas, membuat gadis itu pura-pura meringis manja. "Uduh... sayang, lepasin," ucapnya sambil terkikik geli. Dengan lembut, Azey membalikkan tubuhnya, kini ia berada di atas Taeri, menatapnya dengan tatapan penuh cinta. Ia mencium bibir gadis itu dengan lembut, sebuah ciuman yang penuh kasih sayang. Taeri membalas ciuman itu dengan penuh gairah, melingkarkan tangannya di leher Azey.

Setelah lumatan singkat yang membangkitkan hasrat, Azey melepaskan ciumannya. Bibirnya berbisik sensual di telinga Taeri, "Baby, sepertinya kita harus melanjutkan yang semalam..." Ujung matanya melirik nakal ke arah bawah tubuhnya. "Kau lihat, 'adik kecilku' sudah berdiri lagi."

Wajah Taeri langsung merona merah padam saat mengikuti arah pandang Azey. Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan, merasa malu sekaligus geli. "Ih... sayang, apaan sih, mesum banget!" ucapnya sambil berusaha mengalihkan pandangannya.

Azey tersenyum tipis melihat reaksi Taeri. "Kenapa, sayang? Bukankah seharusnya aku mesum denganmu?" bisiknya menggoda, membuat bulu kuduk Taeri meremang.

Ucapan itu membuat Taeri menoleh tajam, menatap Azey dengan ekspresi kesal yang dibuat-buat. "Coba saja kalau kamu berani mesum sama wanita lain," ancamnya dengan nada serius, "aku akan menghilang dari duniamu selamanya!" Rasa cemburu tiba-tiba menyeruak dalam hatinya, apalagi mengingat kejadian tempo hari di perusahaan bersama Eva.

"Tidak akan pernah, sayang," sahut Azey cepat, menggenggam erat tangan Taeri. "Aku hanya milikmu, begitupun sebaliknya." Perlahan, ia mengecup dada Taeri, membuat gadis itu mendesah pelan. Tanpa menunggu lebih lama, Azey kembali menyatukan tubuh mereka, terbenam dalam kehangatan yang kontras dengan dinginnya salju di luar jendela. Pagi itu, cinta mereka kembali membara, menghangatkan setiap inci tubuh dan jiwa mereka.

Di depan sebuah rumah bertingkat, Yuna berdiri gelisah di depan gerbang. Matanya menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari sosok yang ditunggu. Tak lama kemudian, suara deru mesin mobil sport putih memecah keheningan pagi. Mobil itu berhenti tepat di hadapan Yuna.

Gadis itu tersenyum tipis saat Leonardo keluar dari mobil dan menghampirinya. "Apa aku terlambat?" tanya Leonardo, tatapannya lembut namun menyimpan sesuatu yang sulit ditebak.

"Tidak, Kak. Aku baru saja keluar kok," jawab Yuna jujur. Ia memutuskan untuk memanggil Leonardo dengan sebutan "Kakak" karena perbedaan usia mereka yang cukup jauh.

"Kalau begitu, ayo berangkat," ucap Leonardo tanpa basa-basi. Ia kembali masuk ke dalam mobil, diikuti oleh Yuna yang duduk di sampingnya. Suasana canggung sempat menyelimuti mereka berdua.

Di dalam mobil, Leonardo berusaha mencairkan suasana. "Kamu ingin pergi ke mana hari ini? Berbelanja, atau ke tempat lain?" tanya Leonardo sambil meletakkan tangannya di paha Yuna. Sentuhan itu membuat Yuna sedikit terkejut, namun ia berusaha bersikap tenang. Tiba-tiba, tangan Leonardo bergerak naik, perlahan meremas dada Yuna dengan lembut.

Yuna tersentak. Wajahnya memerah karena terkejut dan malu. Ia segera menangkap tangan Leonardo, menahannya. "Kakak ingin bertanya kita pergi ke mana, atau hanya ingin mengajakku bermain-main di sini, Kak?" tanya Yuna dengan nada tegas, matanya menatap Leonardo dengan tatapan menyelidik. Pertanyaan itu menggantung di udara, menunggu jawaban dari Leonardo.

Leonardo tersenyum tipis, tatapannya penuh arti, seolah menyimpan seribu makna yang hanya bisa dibaca oleh Yuna. "Dua-duanya," ujarnya ringan, membuat Yuna memutar bola matanya, berusaha menyembunyikan debaran jantung yang tiba-tiba berpacu lebih cepat.

"Udah jalan dulu mobilnya. Jangan mulai 'mesum' nanti mama papa lihat," ujar Yuna kesal, namun nadanya terdengar manja, seperti anak kecil yang merajuk pada orang tuanya. Ia mencubit lengan Leonardo, menyalurkan rasa gemas dan gugup yang bercampur aduk. "Lagian, 'area sensitif'-ku masih terasa perih. Mau jalan saja rasanya susah," keluhnya, membuat Leonardo merasa sedikit bersalah.

Leonardo mengelus pipi Yuna dengan lembut, berusaha menenangkan gadis di sampingnya. "Oke, oke. Kita akan pergi sekarang. Nanti akan kuminta dokter wanita untuk memeriksa 'inti tubuhmu'," ujarnya lembut, sambil mengelus paha Yuna dengan gerakan sensual, seolah ingin memastikan bahwa Yuna benar-benar baik-baik saja.

Yuna tersenyum malu-malu, lalu mencoba memancing reaksi Leonardo. "Kenapa harus dokter wanita? Dokter pria juga tidak apa-apa, kan?" godanya, berharap bisa melihat sisi lain dari pria yang baru dikenalnya itu.

Seketika, tatapan Leonardo berubah menjadi tajam dan dingin, seperti pisau yang siap menghunus. Rahangnya mengeras, menunjukkan amarah yang terpendam. "Aku akan membunuhnya sebelum dia melihat seinci pun tubuhmu, Yuna. Kau hanya milikku," ancamnya posesif, membuat Yuna terkejut sekaligus terkesan.

Yuna tertawa kecil, merasa gemas dengan sikap Leonardo yang protektif dan posesif. Ia mencium tangan Leonardo yang berada di pipinya dengan sedikit malu-malu, menunjukkan rasa terima kasih dan cintanya. "Kamu begitu menghargaiku, Kak. Terima kasih," ujarnya tulus, lalu menyandarkan kepalanya di bahu pria yang baru dikenalnya itu. Ia merasa aman dan diinginkan, merasa bahwa Leonardo tidak perlu menyembunyikan perasaannya karena takut ditolak. Di dalam mobil itu, Yuna merasa telah menemukan tempatnya, tempat di mana ia bisa menjadi dirinya sendiri tanpa takut dihakimi.

Setelah mobil sport putih itu melaju meninggalkan rumah, seorang wanita paruh baya berdiri di dekat jendela kamar, senyum bahagia terukir di wajahnya. Yura, ibu Yuna, memperhatikan kepergian putrinya dengan tatapan penuh kasih.

"Ternyata anak itu sudah menemukan seseorang yang bisa membuatnya tersenyum," gumam Yura pelan, suaranya nyaris tak terdengar. Ia merasa lega melihat Yuna akhirnya menemukan kebahagiaan setelah melewati masa-masa sulit.

"Sekarang Yuna tidak perlu menangis lagi sendirian di kamar hanya karena menginginkan cinta dosen itu," sambung Yura, hatinya terasa ringan. Ia tahu betul bagaimana Yuna yang dulunya begitu menyukai Marcelo, namun cintanya bertepuk sebelah tangan.

Yura kembali tersenyum, matanya berbinar. "Bahkan yang ini lebih tampan," ujarnya lega. Ia merasa senang karena Yuna akhirnya menemukan seseorang yang lebih baik dari Marcelo, seseorang yang bisa menghargai dan mencintainya dengan tulus. Yura berharap, Pria itu akan menjadi orang yang bisa membahagiakan Yuna selamanya.

1
Syafa Tazkia
gila abiss
Zamasu
Penuh emosi deh!
Shinn Asuka
Wow! 😲
Yori
Wow, nggak nyangka sehebat ini!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!