NovelToon NovelToon
(Batas Tipis) CINTA & PROFESI

(Batas Tipis) CINTA & PROFESI

Status: sedang berlangsung
Genre:Trauma masa lalu / Cintapertama
Popularitas:382
Nilai: 5
Nama Author: Penasigembul

Dorongan kuat yang diberikan sepupunya berhasil membuat Marvin, pria dengan luka yang terus berusaha di kuburnya melangkahkan kaki masuk ke dalam ruang praktek seorang Psikolog muda. Kedatangannya ke dalam ruang praktek Bianca mampu membuat wanita muda itu mengingat sosok anak laki-laki yang pernah menolongnya belasan tahun lalu. Tanpa Bianca sadari kehadiran Marvin yang penuh luka dan kabut mendung itu berhasil menjadi kunci bagi banyak pintu yang sudah dengan susah payah berusaha ia tutup.
Sesi demi sesi konsultasi dilalui oleh keduanya hingga tanpa sadar rasa ketertarikan mulai muncul satu sama lain. Marvin menyadari bahwa Bianca adalah wanita yang berhasil menjadi penenang bagi dirinya. Cerita masa lalu Marvin mampu membawa Bianca pada pusaran arus yang ia sendiri tidak tahu bagaimana cara keluar dari sana.
Ditengah perasaan dilema dan masalahnya sendiri mampukah Bianca memilih antara profesi dan perasaannya? apakah Marvin mampu meluluhkan wanita yang sudah menjadi candu baginya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penasigembul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 25

Setelah berdiri cukup lama, Bianca menarik nafas panjang dan mengetuk pintu yang tertutup rapat di depannya. Ketika terdengar suara wanita yang mempersilahkannya masuk, Bianca menekan gagang pintu dan melangkahkan kakinya memasuki ruangan milik Psikolog senior bernama Fransiska Sonia yang merupakan ketua yang mengepalai seluruh Psikolog yang melakukan praktek di gedung conceling center ini.

“Sore, Mbak Sonia.” Sapa Bianca dengan hati berdebar setelah masuk dan menemukan Sonia tengah duduk di kursinya.

“duduk, Bianca.” Bianca melangkah mengambil tempat duduk di hadapan Sonia.

“Apa kamu benar memiliki hubungan personal dengan klienmu, Bianca?” tanya Sonia tenang tanpa basa basi. Bianca mengangkat kepalanya yang tadi sedikit menunduk menatap sejenak pada wanita di hadapannya.

“Saya beberapa kali membantunya di luar ruang konsultasi, tapi semua itu bentuk bantuan profesionalitas saya, Mbak.” jawab Bianca hati-hati, jawabannya tidak sepenuhnya berbohong, kehadirannya di luar ruang konsultasi memang untuk membantu meredakan kecemasan pada diri Marvin yang membawanya dalam bahaya.

Sonia mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar jawaban Bianca, “saya mendapat informasi dan bahkan dilampirkan bukti jika kamu sering pulang bersama klienmu, pergi untuk sekedar makan, dan bertamu ke rumah orangtuanya.” Ucap Sonia masih tenang namun tegas, “dan dari hal yang saya sebutkan diatas sepertinya tidak ada yang berhubungan dengan profesionalitas di luar ruang konsultasi.” Lanjut Sonia.

Bianca menundukkan kepalanya, semua yang disebutkan Sonia memang tidak ada yang berhubungan dengan profesionalitasmu ia tidak menyangka berita tentang dirinya sudah sangat jauh. Bahkan kejadian empat hari lalu ketika ia menemani Marvin memenuhi permintaan Tuti pun sudah sampai ke telinga Sonia.

Keadaan ini memang sudah ia prediksi sejak melihat Fani datang ke kediaman keluarga Dirgantara.

“Jadi, apa kamu memiliki hubungan personal dengan klienmu, Bianca?” Sonia mengulangi pertanyaannya. Bianca mengangkat kepalanya tapi tidak ada satu katapun yang keluar dari mulutnya. Ia tahu bahwa ia telat menyadari bahwa kedekatannya dengan Marvin sudah melewati batas profesionalitasnya.

“semua yang Mbak Sonia sebutkan tadi memang benar terjadi.” Jawab Bianca lirih, “Tapi sejauh ini, saya tetap berusaha profesional dalam mengahadapi klien saya baik di dalam maupun di luar ruang konsultasi.” Sambung Bianca dengan lebih yakin.

“Bukti yang dikirimkan kepada saya tidak menggambarkan profesionalitasmu, Bianca.” Tutur Sonia sambil memberikan sebuah map cokelat.

Bianca membuka map tersebut dan mendapati banyak foto dirinya dan Marvin, beberapa kali masuk ke dalam mobil Marvin dengan pakaian berbeda yang menandakan terjadi di hari yang berbeda-beda, foto ketika Marvin menggenggam tangannya ketika makan bakso beberapa waktu lalu, dan terakhir foto dirinya berada di tengah keluarga Dirgantara.

“Pria itu benar klienmukan?” tanya Sonia memastikan, Bianca hanya mengangguk lemah menanggapi pertanyaan Sonia.

“Saya minta maaf, Mbak untuk kejadian ini. Saya akan lebih memanage hubungan saya dengan semua klien saya.” Ujar Bianca akhirnya tidak ingin melanjutkan untuk membela diri dan mendebat Sonia dengan semua jawabannya.

“Seperti yang kamu tahu Bianca, sikapmu ini bukan hanya akan mempertanyakan profesionalitasmu tapi juga akan memengaruhi kredibilitas conceling center ini dan profesionalitas psikolog lainnya.” Suara Sonia terdengar lebih lembut kali ini. Bianca tidak menjawab dan memilih untuk mendengarkan dan menerima semua hal yang akan di sampaikan oleh Sonia.

“jika kamu memang memiliki hubungan personal dengan klienmu ketika terapi berjalan, kamu bisa merujuknya pada psikolog lain.” Sonia menyuarakan saran yang sudah seharusnya diketahui oleh orang yang berprofesi sebagai konselor ataupun psikolog. “Jangan sampai hubungan personalmu dengannya juga akan memengaruhi interpretasimu dalam konseling kalian.” Mendengar kalimat terakhir Bianca membuat Bianca sejenak tersadar, semua yang ia lakukan bisa memengaruhi interpretasinya dalam konsultasi yang dilakukan Marvin, penilaian yang bias mungkin saja terjadi atau sudah terjadi.

“Iya, Mbak. Sekali lagi saya mohon maaf untuk hal ini.” respon Bianca dengan sopan, menerima saran yang diberikan oleh Sonia kepadanya.

“Saya harap, kejadian dan berita seperti ini tidak akan terjadi lagi padamu, Bianca.” Sonia kembali menyampaikan harapannya pada Bianca. Sonia memang mengenal Bianca karena wanita itu adalah salah satu mahasiswanya dan ia cukup mengenal baik siapa wanita muda di hadapannya dan bagaimana wanita itu berdedikasi pada profesinya.

“Baik, Mbak Sonia. Terima kasih.” Balas Bianca tulus kemudian pamit untuk kembali ke ruangannya.

Bianca melangkah dengan perlahan kembali ke ruangannya, kepalanya tidak berhenti memikirkan pembicaraannya dengan Sonia, terutama perkataan Sonia mengenai interpretasinya yang mungkin saja bias. Dibalik semua itu, Bianca juga mulai menerka siapa orang yang sudah mengirimkan foto-foto itu, jika dilihat dari foto keluarga Dirgantara bukankah kemungkinan besar Fani yang sudah melaporkannya? Tapi untuk apa wanita itu melakukannya?

Seketika ingatan Bianca melayang pada telepon Jean yang mengatakan bawa Vira yang memberikan informasi tentang dirinya ketika sedang bersama dengan Marvin, semua hal itu memang mengarah kuat kepada Fani.Bianca kembali melanjutkan langkahnya dan tidak memi “Jean, aku masih ada klienkah hari ini?” tanya Bianca setelah tiba di depan ruangannya dan melihat Jean yang sedang fokus pada ponselnya.

Bianca menggelengkan kepalanya seolah mengenyahkan semua pikiran dan asumsinya yang belum tentu benar kemudian ia mempercepat langkahnya.

“Apa aku masih memiliki jadwal hari ini?” tanya Bianca ketika dirinya sudah berdiri tepat di hadapan Jean.

“sudah engga ada, Mbak.” jawab Jean sambil meletakkan ponselnya kembali ke atas meja kerjanya dan fokus dengan Bianca.

“Kalau begitu, aku akan pulang sekarang. Kalau kamu sudah selesai, kamu juga bisa pulang.” Tutur Bianca sambil melangkah masuk ke dalam ruangannya, bersiap untuk merapikan barang dan tasnya.

Sepeninggalan Bianca, Jean kembali membuka ponsel yang tadi sudah ia simpan, kembali membuka isi pesan yang dikirimkan Vira melalui pesan grup yang beranggotakan hampir semua asisten psikolog yang bekerja di conceling center ini. Nama Bianca terus menjadi pembicaraan hangat disana.

Jean menghela nafas perlahan, cukup lelah dan kesal membaca isi group tersebut, ia sangat ingin memberitahukan kepada Bianca tapi melihat atasannya tadi kembali dengan wajah yang penuh pikiran membuatnya mengurungkan niat.

Sebelum Bianca kembali tadi, Jean memang menyempatkan diri untuk berbicara dengan Vira, orang yang menyebarkan informasi yang menjadi gosip hangat di gedung itu. Jean mengingatkan dan meminta Vira menegur Bianca secara personal dan bukan dengan menyebarkan berita dengan bumbu tambahan.

Di dalam ruangannya Bianca juga masih sibuk dengan pikirannya sendiri, ia juga terus mempertanyakan perasaan apa yang sebenarnya ia rasakan pada pria bernama Marvin itu, mengapa pria itu seperti magnet yang terus menarik dirinya lebih dalam untuk bisa lebih dekat dan tahu banyak hal tentang semua yang ada pada pria dengan wajah tegas namun rapuh itu?

tangannya yang sedari tadi sibuk mencoret-coret kertas, membuat catatan untuk Jean berhenti ketika bisikkan dari sudut kecil hatinya memintanya untuk menunda merujuk Marvin pada Psikolog lain. Bianca masih ingin menemani pria itu dalam setiap sesi konsultasinya, meski ia tidak tahu mengapa melepaskan pria itu kepada Psikolog lain menjadi hal yang sulit, karena ini bukan klien pertamanya yang ia rujuk.

Bianca tidak ingin Marvin merasa ia menolak membantu pria itu jika harus merujuknya, dirinya seolah tidak siap melihat gurat kecewa pada wajah pria itu.

“Apa aku menyukainya?” gumam Bianca pada dirinya sendiri.

1
Tít láo
Aku udah baca beberapa cerita disini, tapi ini yang paling bikin saya excited!
Michael
aku mendukung karya penulis baru, semangat kakak 👍
Gbi Clavijo🌙
Bagus banget! Aku jadi kangen sama tokoh-tokohnya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!