Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!
"Aku kecewa karena suamiku sendiri berniat menjandakan aku demi membahagiakan wanita lain."
Pelangi Faranisa, seorang gadis taat agama yang dijodohkan dengan pria brutal. Di malam resepsi pernikahan, ia dipermalukan oleh suaminya sendiri yang pergi tanpa permisi dan lebih memilih mabuk-mabukan.
Pemberontak, pembangkang, pembuat onar dan pemabuk berat. Itulah gambaran sosok Awan Wisnu Dewanto.
"Kamu tidak usah terlalu percaya diri! Aku tidak akan pernah tertarik denganmu, meskipun kamu tidak memakai apa-apa di hadapanku!" ~ Awan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenapa Kakak Bohong?
Zidan dibantu temannya membawa Awan ke mobil. Kemarahan masih tampak sangat jelas dalam tatapan menghujam pemuda itu. Ingin sekali ia hadiahkan kepalan tinju ke wajah pria yang telah menikahi kakaknya beberapa hari yang lalu.
Tadi saat dalam perjalanan pulang, ia tak sengaja melihat mobil Awan terparkir di depan klub malam. Rasa penasaran pun timbul, dalam benak bertanya, mau apa kakak iparnya itu pergi ke sebuah tempat maksiat?
“Man, bawa saja motornya. Aku akan antar kakak iparku pulang dulu,” ucap Zidan kepada temannya.
“Baiklah, kamu hati-hati.” Setelah kepergian temannya, Zidan duduk di kursi kemudi.
Tatapan tajam kembali ia arahkan kepada kakak iparnya. Sebuah kesimpulan langsung terbesit dalam benaknya. Awan memang menunjukkan gelagat mencurigakan sejak hari pertama menikah. Pria itu menghilang di resepsi pernikahan yang membuat Pelangi harus berdiri sendirian di pelaminan. Belum lagi pertemuan semalam di swalayan, di mana sikap Awan sangat dingin terhadap Pelangi.
Zidan mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya. Ia harus segera menghubungi Pelangi, sebab dirinya belum mengetahui alamat baru kakaknya.
.
.
.
Pelangi baru saja selesai menjalankan shalat malam ketika mendengar ponselnya berdering. Masih dalam balutan mukena berwarna putih, ia meraih ponsel.
“Zidan? Ada apa dia telepon malam-malam.”
Tanpa menunggu, Pelangi langsung menggeser simbol hijau pada layar ponsel.
“Assalamu’alaikum, Dek.” Lembut suara Pelangi terdengar, yang membuat hati Zidan seperti disayat. Kakaknya yang lembut dan penyayang malah mendapatkan seorang suami seperti Awan.
Zidan mengatur napasnya sebelum menjawab, “Wa'alaikumsalam, Kak.”
“Tumben telepon malam-malam. Ada apa? Ibu sama ayah sehat?” Ingatan Pelangi langsung tertuju kepada kedua orang tuanya. Apa lagi Ayah Ahmad yang memiliki riwayat penyakit jantung.
“Alhamdulillah, ayah ibu sehat,” jawab Zidan. “Kakak bisa share lokasi Kakak sekarang?”
“Share lokasi, memang kenapa?” Terlihat kerutan tipis di kening Pelangi.
“Kirim saja, Kak. Aku kan belum tahu Kak Pelangi tinggal di mana sekarang,” jawabnya berusaha santai, meskipun dalam hati diselimuti kemarahan.
“Oh, iya. Kakak kirim sekarang, ya.”
Panggilan terputus setelah Pelangi mengucapkan salam. Ia lalu mengirimkan lokasi keberadaannya melalui aplikasi WhatsApp. Sedikit heran terlintas dalam benaknya, sebab Zidan tak pernah menghubunginya di larut malam seperti sekarang, apa lagi hanya untuk urusan sepele. Terlebih, kini Pelangi sudah menikah dan sedang dalam masa pengantin baru.
Pelangi menatap jam di ponselnya. Waktu telah menunjukkan pukul satu dini hari, namun suaminya tak kunjung pulang ke rumah. Mau menghubungi pun tak tahu harus ke mana, Pelangi belum memiliki nomor telepon suaminya.
Selain itu, ia tak mungkin bertanya kepada mertuanya. Bukankah sangat aneh jika meminta nomor telepon Awan, padahal mereka serumah?
Pelangi masih terjaga ketika mendengar bunyi klakson mobil beberapa kali. Wanita itu mengintip dari jendela. Sebuah mobil berwarna putih yang diyakininya adalah mobil sang suami.
“Kenapa Mas Awan membunyikan klakson mobil? bukannya pagar di rumah ini pakai remote, ya?”
Meskipun dalam benak bertanya-tanya, namun Pelangi segera turun untuk membukakan gerbang besar itu. Mobil milik Awan pun memasuki halaman rumah.
Bola mata Pelangi melebar saat melihat yang turun dari mobil ternyata bukan suaminya, melainkan Zidan, adiknya.
“Zidan? Kamu?” Suara terdengar Pelangi gemetar. Bagaimana mobil Awan dibawa Zidan? Sedangkan mereka belum begitu dekat.
Zidan terdiam beberapa saat menatap kakaknya yang masih menggunakan mukena. Mata Pelangi yang terlihat sembab membuat pemuda itu merasa semakin sesak.
“Suami Kakak!” ucapnya seraya menunjuk ke dalam mobil.
Pelangi merasa tubuhnya meremang saat itu juga. Pikirannya sudah mampu menebak bahwa suaminya sedang dalam keadaan mabuk. Dan kini adiknya telah mengetahui apa yang berusaha ia tutupi sejak kemarin.
.
.
.
Tubuh kokoh Awan terbaring di ranjang setelah Zidan dan Pelangi menggotongnya dengan susah payah dari lantai bawah. Pria itu tak sadarkan diri akibat pengaruh minuman keras.
Zidan melayangkan tatapan menuntut kepada kakaknya itu, kepala Pelangi seketika tertunduk malu.
Kemarin saat bertemu di Swalayan, Zidan menanyakan apa dirinya bahagia bersama Awan, mengingat mereka menikah karena sebuah perjodohan. Namun, Pelangi mengiyakan pertanyaan adiknya dengan penuh keyakinan.
“Kenapa Kakak bohong kemarin? Kebahagiaan macam apa yang kakak dapat dari suami seperti dia? Tidak ada kan, Kak!”
***