Zhao Yue, preman jalanan abad 21 yang menguasai pasar malam, hidup dengan moto " Kalau mau aman, jangan macam-macam denganku." Jago berkelahi, lidah pedas, dan aura menakutkan adalah ciri khasnya.
Suatu malam, setelah menghabisi geng saingan, ia dikepung dan dipukul keras di kepala. Saat tersadar, ia berada di ranjang keemasan dan dipanggil “Yang Mulia Permaisuri.” Kini, Zhao Yue berada di tubuh Permaisuri Xian Rong dari Dinasti Wei—istri kaisar yang dikenal lemah dan sakit-sakitan. Namun sejak roh preman masuk, sang permaisuri berubah menjadi galak, blak-blakan, dan barbar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ANWi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Harus Berhasil
Matahari baru naik setengah, sinarnya memantul di genting atap paviliun. Istana terasa lengang, hanya suara burung pipit dan langkah para pelayan yang terburu-buru terdengar.
Mei berdiri di dapur kecil paviliun Permaisuri. Wajahnya pucat, tangannya gemetar saat menuang cairan bening ke dalam cawan porselen putih. Cairan itu bukan racun — melainkan ramuan obat yang telah dicampur Zhu Lang malam sebelumnya. Namun, di pinggir meja, masih ada botol kecil berisi racun asli.
Seorang pelayan tua yang selalu setia pada Permaisuri menoleh, alisnya mengernyit.
“Mei, kenapa wajahmu pucat sekali? Kau sakit?”
Mei cepat-cepat menggeleng. “Tidak, aku hanya… kurang tidur.”
Dalam hati ia berdoa semoga kebohongannya cukup meyakinkan. Ia lalu menyembunyikan botol racun itu di lipatan lengan bajunya, sebelum membawa nampan berisi cawan menuju ruang dalam.
Di ruang utama, Permaisuri duduk anggun, sedang membaca gulungan sutra. Wajahnya teduh, namun lelah. Zhu Lang berdiri di sisi kiri, seperti biasa dalam peranannya sebagai pelayan laki-laki istana.
Saat melihat Mei masuk, pandangan Zhu Lang langsung menajam. Ia memperhatikan setiap gerak Mei, memastikan tidak ada yang mencurigakan.
“Mei,” suara Permaisuri lembut, “apa itu obat pagi ini?”
Mei berlutut, meletakkan nampan dengan kedua tangan. “Ya, Yang Mulia. Obat untuk menjaga kesehatan.” Suaranya terdengar bergetar, tapi ia memaksa untuk tetap tenang.
Permaisuri tersenyum kecil. “Kau selalu perhatian.” Ia mengangkat cawan, hendak menyesapnya.
Detik itu, jantung Mei seperti mau meledak. Kalau ada yang salah dengan ramuan pengganti ini, kalau ada yang menyadari beda rasanya… semuanya bisa berakhir.
Tiba-tiba, suara lantang memotong keheningan.
“Sebentar!”
Semua kepala menoleh. Seorang dayang dari paviliun Lian Fei masuk tergesa-gesa, membawa kipas sutra berhias emas. Wajahnya tersenyum, tapi matanya dingin.
“Permaisuri,” katanya sambil memberi hormat, “Selir Lian Fei menitipkan hadiah pagi untuk Anda. Katanya, ia sangat peduli pada kesehatan Anda.”
Zhu Lang menegang. Ia tahu itu bukan sekadar hadiah. Itu pengawasan.
Dayang itu lalu menoleh ke arah Mei, tatapannya seperti pisau. “Boleh aku lihat obat yang kau bawa?”
Mei langsung kaku. Tangannya berkeringat. Dalam sekejap, segala rasa takut akan Li Shan kembali menghantam kepalanya. Kalau ketahuan ramuan ini bukan racun asli… Li Shan bisa langsung dibunuh.
Permaisuri menoleh, agak heran. “Untuk apa memeriksa? Selama ini obatku selalu diurus dengan baik.”
Dayang itu tersenyum sinis. “Tentu saja. Hanya saja… Selir Lian Fei ingin memastikan semuanya sempurna.”
Udara di ruangan itu menjadi tegang.
Mei menunduk, hatinya berdegup kencang. Matanya sekilas melirik ke arah Zhu Lang. Pandangan mereka bertemu. Di balik tatapannya yang dingin, Zhu Lang memberi isyarat singkat: tenang.
Mei menghela napas pelan, lalu dengan berani menggeser nampan itu mendekat ke dayang. “Silakan,” katanya lirih.
Dayang itu mendekat, mengangkat cawan, lalu menyesap sedikit. Semua mata tertuju padanya.
Beberapa detik terasa seperti satu abad. Dayang itu akhirnya tersenyum dingin. “Hm. Tampaknya tidak ada masalah.” Ia meletakkan kembali cawan itu di hadapan Permaisuri.
Permaisuri menatapnya dengan dingin. “Kalau begitu, bolehkah aku minum obatku?”
Dayang itu tersenyum lagi. “Tentu, Yang Mulia.”
Permaisuri lalu menyesap perlahan, tanpa rasa curiga. Mei hampir pingsan karena tegang. Zhu Lang, di sisi lain, masih memerhatikan tiap gerak-gerik dayang itu.
Setelah dayang itu keluar, Permaisuri menatap Mei.
“Mei, kau terlihat sangat lelah. Apa ada yang mengganggumu?”
Mei buru-buru menunduk. “Tidak, Yang Mulia. Saya hanya… banyak pikiran.”
Zhu Lang maju setengah langkah. “Yang Mulia, izinkan saya antar Mei beristirahat sebentar. Dia sudah bekerja terlalu keras.”
Permaisuri menatap keduanya, lalu mengangguk. “Baiklah. Tapi Mei, jangan terlalu memaksakan diri. Kau masih muda.”
Mei memberi hormat, lalu mengikuti Zhu Lang keluar. Begitu melewati koridor yang sepi, barulah ia bisa bernapas lega.
“Lang…” bisiknya, hampir menangis. “Aku hampir saja… aku hampir ketahuan.”
Zhu Lang meraih lengannya, mendorongnya ke arah taman belakang agar lebih aman. “Kau sudah bagus, Mei. Tapi ini baru permulaan. Mereka akan terus mengawasi.”
Mei mengusap wajahnya. “Aku tidak tahu berapa lama aku bisa bertahan begini…”
Zhu Lang menatapnya lekat-lekat. “Bertahanlah. Karena malam ini, aku akan mencari Li Shan. Kalau benar dia disekap, aku akan temukan. Kau hanya perlu tetap hidup sampai saat itu.”
Mei membeku, lalu matanya berkaca-kaca. “Lang… jangan lakukan sesuatu yang bodoh.”
Zhu Lang hanya tersenyum tipis, menepuk bahunya. “Kalau aku tidak bodoh, kita tidak akan bisa selamat.”
Dan di balik tembok batu paviliun, tanpa mereka sadari, seseorang sedang mendengarkan percakapan itu dengan penuh minat… lalu berlari cepat kembali ke paviliun Lian Fei.
***
Happy Reading ❤️
Mohon Dukungan untuk :
• Like
• Komen
• Subscribe
• Follow Penulis
Terimakasih❤️