Arunika adalah seorang wanita yang memendam cinta dalam diam, membangun istana harapan di atas sajadah merah yang pernah diberikan oleh Raka, pria yang diam-diam memikat hatinya. Setiap sujud dan lantunan doa Arunika selalu tertuju pada Raka, berharap sebuah takdir indah akan menyatukan mereka. Namun, kenyataan menghantamnya bagai palu godam ketika ia mengetahui bahwa Raka telah bertunangan, dan tak lama kemudian, resmi menikah dengan wanita lain, Sandria. Arunika pun dipaksa mengubah 90 derajat arah doa dan harapannya, berusaha keras mengubur perasaan demi menjaga sebuah ikatan suci yang bukan miliknya.
Ketika Arunika tengah berjuang menyembuhkan hatinya, Raka justru muncul kembali. Pria itu terang-terangan mengakui ketidakbahagiaannya dalam pernikahan dan tak henti-hentinya menguntit Arunika, seolah meyakini bahwa sajadah merah yang masih disimpan Arunika adalah bukti perasaannya tak pernah berubah. Arunika dihadapkan pada dilema moral yang hebat: apakah ia akan menyerah pada godaan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 27. Grow Up
Pagi ini Arunika sudah rapi, ia memakai seragam lengkap plus jas almamaternya. Rambutnya yang lurus dibiarkan tergerai.
Eka menatap putrinya, ia sedikit sedih karena tak ada satu pun aksesoris maupun perhiasan menempel di tubuh putrinya. Bukan tak mampu beli, tapi memang Arunika enggan memakainya.
'Bagus kalau pakai bandana, Nak!" ujarnya pelan saat Arunika mengambil kotak bekalnya.
"Nggak ah. Kayak anak kecil!" tolak Arunika.
"Sebentar dulu ya!" pinta Eka kemudian.
Ia pergi ke kamarnya mengambil sesuatu. Arunika memilih duduk di kursi makan, Purnomo tengah menikmati sarapannya.
"Kemari Nak!" panggil Eka.
Arunika mendekat, Eka menjulurkan sebuah kalung emas.
"Bunda!" geleng Arunika menolak.
"Tidak, Nak!" paksa Eka lalu memasangkan kalung itu di leher putrinya.
"Bunda, aku takut!" ujar Arunika mengelus perhiasan itu, sayang.
"Itu adalah milik almarhumah nenekmu! Tidak kelihatan kok, jika pakai baju!" ujar Eka lagi tak mau tau.
"Ayah!" Arunika meminta pembelaan pada ayahnya.
"Pakailah Nak, benar kata ibumu. Tidak kelihatan kok!" ujar Purnomo.
Lalu keduanya pun berangkat, hari sudah terang. Purnomo menekan pedal gas dalam-dalam. Jalanan sedikit sepi karena kendaraan belum banyak lalu lalang.
Setengah jam perjalanan ditempuh, kendaraan itu sampai di depan lobi kampus. Arunika turun setelah berpamitan dengan ayahnya.
"Run!"
Raka sudah menunggu di ujung koridor. Ia langsung menghampiri Arunika setelah mobil yang mengantarkan gadis itu pergi.
"Hai, selamat pagi!" sapa Raka dengan tatapan lembut.
Entah kenapa, wajah Arunika selalu merona jika Raka mendekat. Jantungnya juga selalu berdebar kencang. Arunika tak bisa mengendalikan itu.
"Hai, selamat pagi!" sapa Raka dengan tatapan lembut.
"Kamu sudah seperti anak kuliahan!" puji Raka.
Arunika makin merona, ia menunduk. Ia tak bisa berkata apa-apa. Ketika mereka hendak melangkah.
"Nik!" pekik Medi yang berlari ke arah keduanya.
Medi memakai celana jins dan kemeja flanel. Rambutnya ia potong pendek. Arunika sampai pangling melihatnya, Medi jauh lebih fresh dengan tampilan itu.
"Wow, kamu berubah banget!" komentar Arunika dengan senyum lebar.
"Ah, bisa aja kamu!" kekeh Medi lalu ketiganya berjalan.
Raka pamit ketika hendak berbelok dan menaiki tangga. Arunika dan Medi berjalan lagi menuju kelasnya. Medi mengambil jas dari tas dan memakainya. Dosen masuk tak banyak bicara langsung absen.
"Pak!" seorang mahasiswa telat.
"Tetap di luar!" suruh dosen galak.
Mahasiswa itu berdecak kecewa, dosen tak perduli dan memilih tetap mengajar.
Arunika mencatat dengan rapi setiap penjelasan dosen. Sementara Medi tampak santai, ia hanya menyalin seadanya sambil sesekali menoleh ke arah Arunika.
"Nik, kamu selalu serius banget ya," bisik Medi pelan.
"Ya, harus lah. Kalo nggak, bisa ketinggalan," jawab Arunika pelan tanpa menoleh pada Medi.
"Untung aku punya kamu. Nanti kalau aku nggak ngerti, boleh pinjam catatanmu kan?" bisik Medi usil.
Arunika baru hendak buka mulut, tapi dosen sudah menggebrak meja.
"Kalau masih mau ngobrol di luar sana!" bentaknya.
Arunika melipat bibirnya ke dalam, Medi langsung menundukkan kepala dalam-dalam. Dosen mendengkus kasar. Ia kembali mengajar hingga selesai 3 sks.
Pria berperut buncit itu keluar diikuti beberapa mahasiswa dan mahasiswi. Arunika memilih tetap di kelas dan membuka kotak bekalnya.
"Ke taman yuk!' ajak Medi, Arunika menggeleng.
'Panas!" tolaknya, memang hari itu sangat terik. Terlihat dari jendela sinar matahari yang begitu menyengat.
Raka datang membawa satu bungkus.nasi dan tiga es kelapa muda kemasan gelas besar. Ia mengambil kursi dan langsung duduk di hadapan Arunika.
'Nih, aku belikan kalian es kelapa muda!" ujarnya lalu memberikan minuman itu pada Arunika dan Medi.
"Wah ... Asik! Makasih ya!' sahut Medi senang.
"Makasih Raka!' sahut Arunika pelan tapi masih terdengar suaranya.
'Kalau bersuara itu keras aja dikit Nik. Apa lagi ucapan terimakasih!' protes Medi.
"Nggak apa-apa, aku dengar kok!' ujar Raka membela.
"Bukan gitu Bro. Arunika harus speak up loudly. Jika ia jadi pemimpin suatu hari. Siapa yang mau denger perintahnya kalau suaranya pelan?" sahut Medi lagi.
'Tapi aku takut orang tersinggung kalau aku bicara terlalu keras," ujar Arunika juga masih pelan.
"Nggak ada itu! Selama kamu benar dan bukan fitnah. Kamu nggak boleh merasa bersalah pada sesuatu yang belum atau tidak kamu lakukan!" geleng Medi dan diangguki Raka setuju.
Arunika menatap kedua temannya, jari-jarinya meremas sendok plastik di atas kotak bekalnya. Kata-kata Medi dan anggukan Raka barusan seperti mengetuk sesuatu dalam dirinya.
Benar juga, pikir Arunika. Selama ini ia selalu takut, seakan setiap kata bisa jadi bumerang. Padahal diam terlalu lama pun bisa membuatnya tertinggal.
Arunika menghela napas pelan. Ia tersenyum samar, menatap es kelapa muda di depannya. “Aku bakal coba, deh,” bisiknya lirih—lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Medi dan Raka.
Medi terkekeh, “Itu baru sahabatku!”
Raka menatap Arunika lekat-lekat, senyum lembutnya seakan memberi kekuatan baru.
Di luar jendela, sinar matahari tetap terik. Tapi di hati Arunika, ada hawa teduh yang baru saja tumbuh.
Jam istirahat selesai, Raka sudah kembali ke kelasnya sambil membawa sampah bekas minum es kelapa muda mereka.
Dosen datang langsung menyuruh kelas membuka buku untuk belajar cepat.
"Saya akan adakan kuis!' serunya dan membuat semua mahasiswa mengeluh.
'Yang keberatan. Silahkan keluar!' seru dosen dan membuat semuanya duduk diam. Sejam mereka berkutat dengan soal. Selesai quis semua jawaban dikumpulkan.
Mereka pun keluar kelas setelah dosen keluar. Media dan Arunika merapikan alat tulis mereka. Keduanya berjalan beriringan. Di ujung tangga, Arunika melihat Raka tengah mengobrol dengan beberapa teman angkatannya. Remaja laki-laki itu menatap Arunika dan tersenyum lalu melambaikan tangannya.
"Cie ... cie!" seru semua mahasiswa yang ada di sana dan membuat Arunika malu setengah mati.
Medi memeluknya, bertepatan dengan mobil Purnomo datang.
"Tenang, Nik. Ayah datang tuh!' bisik Medi di telinga Arunika.
"Oke makasih ya!" sahut Arunika pelan.
Lalu Medi menyapa Purnomo yang menurunkan kaca mobilnya. Arunika masuk dan langsung memasang sabuk pengaman.
"Nggak ikut pulang Nak?" tawar Purnomo pada Medi.
"Ah, makasih Yah. Tapi masih ada urusan!" tolak Medi.
"Baiklah, kami pulang dulu ya!" pamit Purnomo, Medi mengangguk. Kendaraan roda empat itu pun. melaju keluar dari bangunan yang entah sudah direnovasi berapa kali itu.
Sepanjang perjalanan, tak ada percakapan. Rupanya diamnya Arunika adalah sifat turunan dari Purnomo.
Mobil itu masuk perkarangan rumah. Eka menyambut mereka dengan senyum tulus.
"Ayah hanya minum sebentar, harus ke kantor lagi cepat!" ujar Purnomo lalu mengambil minum sendiri dari dispenser.
"Apa.perlu bawa bekal Yah?" tanya Eka.
"Nggak perlu sayang," tolak Purnomo.
Setelah minum, Purnomo kembali ke kantor. Eka mengantar suaminya sampai depan pintu.
Bersambung.
Yah ... Ayo Arunika lebih berani lagi bersuara!
Next?
yuhuuu
kamu d manaaaaa
Aru rindu niiiih
kamu jahara ikh
😄😄✌️
Arunika n Media hebat!!!
selamat y buat xan berdua n tetap semangat
apakah itu awal dari cinta yg mulai bersemi d hati Aru tidak tersampaikan,n tidak bersatu sama Raka,,hm
kalo aku pribadi punya sh Genk waktu itu sekitar 7 orang,temen SMK..
awal awal sh masih keep in touch tapi ternyata kesibukan masing masing yg membuat jarak semakin jauh,lalu aku juga punya sahabat 1,tapi Alhamdulillah juga mungkin d karenakan beliau lebih dr aku,pelan tapi pasti beliau yg menjauh,karena mungkin aku bukan level nya lagi 😊,jadi sekarang sudah tidak berkomunikasi sama siapapun temen d Genk tsb,husnudzon saja lah,n semoga mereka semua baik baik saja n panjang umurnya..
Aamiin y Alloh
semangat aru