Cinta adalah satu kata yang tidak pernah ada dalam hidup Ruby. Hati dan kehidupannya hanya ada rasa sakit, derita, amarah, kebencian dan dendam yang membara.
Sedangkan Kevin adalah satu nama yang tidak pernah masuk dalam daftar hidupnya.
Sayangnya kehadiran Kevin yang tanpa sengaja mampu menghidupkan rasa cinta dalam hati Ruby. Sekeras apapun Ruby menolak cinta itu, tapi hatinya berkata lain yang membuatnya semakin marah.
Cinta yang seharusnya indah namun membuat hidup Ruby semakin tersiksa. Ruby merasa telah mengkhianati Ibu dan prinsipnya untuk tidak akan jatuh cinta.
Akankah Ruby mengakui dan menerima cinta itu? Atau pergi dan menghilang membawa cinta yang semakin menyiksa hidupnnya?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32
Kevin menyadari kesalahannya. Ya, sejak awal memang dirinya lah yang bersalah, memaksakan sebuah hubungan yang tidak memiliki masa depannya. Hanya karena ego, ia menjalin hubungan rahasia, hingga membuatnya jatuh dalam kesalahan besar.
Seolah menjadi karma, nyatanya kesalahan itu yang membuat sudut hatinya berbunga. Ia mulai menggunakan perasaan, dan membiarkan segalanya berkembang tanpa kendali. Menyerahkan seluruh hatinya pada Ruby, tanpa menyisakan sedikitpun ruang untuk orang lain.
Greppp....
Kevin memeluk Ruby dari belakang dan Ruby memejamkan matanya, lagi-lagi ia menikmati momen itu. Bohong jika ia bilang tidak rindu, tentu saja ia rindu, bahkan sangat merindukan kehadiran Kevin dalam hidupnya yang kosong.
"Aku tahu aku yang salah, aku minta maaf untuk itu. Tapi aku mohon beri aku kesempatan," bujuk Kevin.
Ruby berusaha melepaskan tangan Kevin yang melingkar di pinggangnya. "Vin, aku tidak bisa. Jangan seperti....,"
Kevin segera membalikkan tubuh Ruby dan kembali menangkup kedua pipinya. "Kita bisa, ayo kita mulai semuanya dari awal." Kevin meyakinkan Ruby, mata pria itu berkaca-kaca, berharap agar Ruby memberikan kesempatan.
Hati Ruby bergetar melihat itu, tapi sekuat tenaga ia menepis rasa yang mulai tumbuh. Kebersamaan nya dengan Kevin terjalin cukup lama, dan selama mereka bersama, ia merasakan nyaman dan bahagia. Tidak mungkin jika hatinya tetap membatu, tentu setitik rasa mulai tumbuh, meskipun ia berusaha mengelak dan mengingkari nya.
Kevin menyatukan kening mereka, hingga ujung hidung keduanya saling bersentuhan. "Aku mencintaimu, Bee. Aku sangat mencintaimu, aku tidak ingin lagi kehilangan mu." napas hangat beraroma mint itu mengingatkan kenangan kebersamaan nya.
"Vin," bibir Ruby bergetar, tangannya meremas bagian depan kaos yang Kevin kenakan. "Kau akan menyesal," ucap Ruby pelan.
Kevin mengangkat wajah Ruby agar tatapan mereka bertemu. "Jika mencintaimu suatu kesalahan, maka kamu adalah kesalahan terindah dan terbaik yang aku lakukan." ucap Kevin saat mata keduanya terkunci.
Ruby bisa merasakan jika apa yang Kevin katakan itu tulus, namun sayangnya ia memilih untuk mengabaikannya. "Aku bukan wanita yang tepat untuk mu," Ruby kembali mengingatkan nya.
Cup...,
Kevin kembali mengecup keningnya, pria itu tersenyum tipis. "Hanya aku yang tahu, wanita mana yang tepat untukku." sahut Kevin yakin.
Ruby tersenyum miring mendengarnya, sepertinya pria itu benar-benar masuk dalam perangkapnya. "Baiklah, aku sudah mengingatkan mu," ia berjinjit dan mencium bibir Kevin, ia tidak perduli bagaimana hubungannya nanti. Yang jelas, saat ini ia juga tidak bisa menolak pesona Kevin.
Seorang pria tampan, memohon dan memintanya untuk kembali, apalagi pria itu yang pernah mengisi hari-hari nya, tentu saja tidak mungkin ia tolak. Walaupun pada akhirnya nanti, Kevin akan menjadi orang yang sangat membencinya, Ruby tidak lagi perduli.
Kamar yang tadinya sunyi dan dingin, kini menjadi panas dan penuh suara desahan. Dua insan berbeda jenis itu tengah menyalurkan hasrat kerinduan, yang telah lama mereka pendam. Tanpa memikirkan jika apa yang mereka lakukan itu menyakiti hati seseorang.
"Ternyata hubungan kalian sudah sejauh ini," gumam seseorang di balik pintu. Tatapan matanya kosong mendengar suara-suara, yang begitu membakar gairah di telinganya. Ia memejamkan matanya dan mengepalkan kedua tangannya dengan kuat, menahan rasa sakit dan gejolak yang menghantam ulu hatinya.
.....
Malam semakin larut, Kevin dan Ruby baru saja menyelesaikan aktivitas ranjang nya. Seperti biasa, kini Kevin memeluk tubuh polos Ruby di balik selimut tebal. Keringat keduanya masih mengalir, udara dingin malam, bahkan AC tak mampu menahan keringat itu untuk keluar melalui pori-pori.
Kevin menyibakkan anak rambut Ruby yang menutupi wajah cantiknya. "Boleh aku tanya sesuatu?" kata Kevin pelan.
Ruby hanya mengangguk dan memejamkan matanya. "Apa kamu takut dengan hujan?" tanya Kevin, Ruby langsung membuka matanya mendengar pertanyaan itu.
"Jangan mencari tahu tentang diriku," sahut Ruby melepaskan tangan Kevin yang melingkar di pinggangnya.
Namun Kevin malah semakin mengeratkan pelukannya. "Biarkan seperti ini," ia mengecup puncak kepala Ruby. "Aku tidak akan bertanya apapun tentang masa lalu mu. Tapi aku berharap, jika kehadiran ku bisa menjadi obat, atas semua luka dan rasa sakit yang kamu rasakan."
Kevin memilih diam dan tak banyak mencari tahu tentang kehidupan masa lalu, Ruby. Ia tidak ingin mengulang kesalahan yang sama, dan membuat hubungannya kembali merenggang. Kevin yakin, jika suatu saat Ruby akan menceritakan kehidupannya, tanpa perlu bersusah payah mengorek informasi.
Yang terpenting saat ini adalah, hubungannya kembali seperti semula. Meskipun tetap menjadi rahasia, yang entah sampai kapan. Kevin sudah memutuskan untuk menunggu Ruby, sampai wanita itu siap mempublikasikan hubungan mereka, dan menjalani kehidupan normal tanpa harus sembunyi-sembunyi.
"Vin, kembalilah ke kamarmu. Ini sudah hampir pagi," usir Ruby, saat napas Kevin baru saja teratur.
"Sebentar lagi, aku baru saja tidur." Kevin mengeratkan pelukannya dan menyembunyikan wajahnya di tengkuk Ruby, membuat darah wanita itu berdesir, karena hembusan hangat, dari napas sang kekasih.
"Tidak bisa, kamu bisa melanjutkan tidurmu nanti. Sekarang kau harus kembali," ia tak mau mengambil resiko jika salah satu dari mereka melihat Kevin bermalam di kamarnya.
"Padahal aku baru saja tidur," gumam Kevin tanpa membuka matanya. Tentu saja pria itu benar-benar mengantuk, setelah pertempuran panas yang panjang, baru bisa terlelap malah di usir.
"Hmmm, aku juga mengantuk. Karena itu, kembalilah ke kamarmu, dan aku akan melanjutkan tidurku." Ruby memalingkan wajahnya, karena Kevin tengah memakai kembali pakaiannya, meskipun sudah sering melihat tubuh satu sama lain, dan merasakannya, tapi Ruby tetap merasa malu melihat apa yang di lakukan Kevin.
"Baiklah, aku akan pergi." Kevin memakai kaosnya, lalu berjalan mendekati Ruby. "Selamat tidur, jangan lupa mimpikan aku." ucap Kevin, lalu memberikan kecupan singkat di kening Ruby, sebelum akhirnya benar-benar keluar dari kamar.
Ruby menatap kosong kepergian Kevin. "Aku sudah memperingatkan mu, jangan salahkan aku jika nanti kau akan terluka." gumam Ruby, menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Dan kau pasti akan sangat membenciku," bisiknya, hatinya tersayat saat mengatakan itu.
Namun mau bagaimana lagi? Itu sudah menjadi pilihannya. Sejak awal, hidupnya sudah hancur dan berantakan, hatinya membatu dan tidak membiarkan siapapun menyentuh perasaannya.
Balas dendam adalah tujuan utamanya, menghancurkan hidup seseorang yang telah lebih dulu membuatnya hidup tapi mati. Raga dan tubuhku memang terlihat normal, namun jiwanya terkubur oleh kesakitan dan kepahitan. Orang yang seharusnya paling menjaga, melindungi, mencintai, dan menyayangi, tapi orang itu malah menjadi orang yang paling menyakiti.
Melahirkan rasa benci, dendam, dan amarah dalam hatinya. Selama ini Ruby hidup hanya dengan satu tujuan, yaitu menghancurkan hidup seseorang. Itu sebabnya ia tidak perduli jika nantinya Kevin akan sangat membencinya, karena setelah tujuannya tercapai, ia akan kembali ke tempat asalnya, dan tentunya meninggalkan Kevin. Seseorang yang berhasil menyusup relung hatinya yang sekian lama membeku.
*
*
*
*
*
TBC
Happy reading 🤗
Semangat yaaa, baca satu bab lagi🙈