Nathan Hayes adalah bintang di dunia kuliner, seorang chef jenius, tampan, kaya, dan penuh pesona. Restorannya di New York selalu penuh, setiap hidangan yang ia ciptakan menjadi mahakarya, dan setiap wanita ingin berada di sisinya. Namun, hidupnya bukan hanya tentang dapur. Ia hidup untuk adrenalin, mengendarai motor di tepi bahaya, menantang batas yang tak berani disentuh orang lain.
Sampai suatu malam, satu lompatan berani mengubah segalanya.
Sebuah kecelakaan brutal menghancurkan dunianya dalam sekejap. Nathan terbangun di rumah sakit, tak lagi bisa berdiri, apalagi berlari mengejar mimpi-mimpinya. Amarah, kepahitan, dan keputusasaan menguasainya. Ia menolak dunia termasuk semua orang yang mencoba membantunya. Lalu datanglah Olivia Carter.
Seorang perawat yang jauh dari bayangan Nathan tentang "malaikat penyelamat." Olivia bukan wanita cantik yang akan jatuh cinta dengan mudah. Mampukah Olivia bertahan menghadapi perlakuan Nathan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Adra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENCERITAKAN KEJANGGALAN
Sesampainya di rumah Nathan, Erick turun dari mobil dengan wajah serius. Ia membawa map berisi laporan keuangan yang diberikan Jason, namun pikirannya sibuk mencerna segala kejanggalan yang baru saja dilihatnya di restoran cabang.
Charlotte menyambutnya di teras dengan senyum lelah.
"Erick, kamu kelihatan capek sekali. Ada apa?" tanyanya sambil menuangkan teh hangat ke dalam cangkir.
Erick duduk, meletakkan map di meja kecil, lalu memijit pelipisnya sejenak sebelum menjawab,
"Ada banyak hal yang terjadi, Charlotte. Aku rasa skandal kemarin bukan satu-satunya masalah. Ini seperti efek domino. Dan sekarang... restoran cabang mulai bermasalah."
Charlotte terdiam, wajahnya menegang.
"Apa maksudmu?"
"Cabang yang selama ini performanya stabil tiba-tiba turun drastis profitnya. Pelanggan komplain. Makanan, pelayanan, semuanya menurun. Tadi aku ke sana, dan... jujur, aku nyaris tak mengenali tempat itu. Kacau." Erick menggelengkan kepala.
Charlotte menatapnya, pelan-pelan duduk di hadapannya.
"Apa ini ada hubungannya dengan Jason?"
Erick menatap Charlotte dengan dalam.
"Aku belum bisa memastikan, tapi firasatku mengatakan ya. Dia tampak terlalu tenang. Dan laporan yang dia berikan... banyak kejanggalan. Ada pengeluaran yang tak masuk akal, dan staf terlihat tertekan, seperti sedang ditahan dari sesuatu."
Charlotte menarik napas pelan.
"Selama ini, Nathan mempercayainya. Setelah Erick, hanya Jason yang benar-benar dilibatkan dalam hal-hal penting perusahaan."
"Ya, dan itu yang membuatku lebih curiga." Erick mencondongkan tubuh. "Charlotte, aku rasa Jason sedang memainkan peran ganda. Mungkin dia tidak hanya ingin melihat Nathan jatuh... tapi mengambil alih semuanya saat Nathan tak berdaya."
Charlotte terlihat kaget, meski berusaha tetap tenang.
"Astaga... kalau benar begitu... kita harus hati-hati, Erick."
Erick mengangguk.
"Aku akan cari bukti lebih dalam. Tapi tolong... jaga Nathan. Jangan sampai dia tahu sekarang. Kondisinya belum stabil."
Charlotte menggenggam tangan Erick.
"Terima kasih, Erick. Kamu selalu ada untuk kami.
___
Di kamar Nathan, cahaya matahari sore menerobos masuk melalui celah tirai, memberikan nuansa hangat yang menenangkan. Nathan baru saja selesai mengenakan pakaian santai, dan Olivia perlahan mendorong kursi rodanya menuju jendela besar yang menghadap ke taman di halaman belakang.
“Bagaimana kalau kita keluar sebentar?” ujar Olivia dengan nada lembut. “Udara sore ini cukup sejuk. Aku juga sudah menyiapkan teh untuk kita.”
Nathan mengangguk pelan, menunjukkan kesediaannya. Hari ini, suasana hatinya terasa lebih ringan. Ia menyadari bahwa keberadaan Olivia telah membawa ketenangan tersendiri dalam hidupnya yang sebelumnya penuh amarah dan kekecewaan.
Namun, sebelum mereka benar-benar keluar dari kamar, Olivia menghentikan langkahnya. Ia berlutut di hadapan Nathan, menatapnya dengan pandangan yang serius namun tetap lembut.
“Nathan, ada hal yang ingin kusampaikan,” ujarnya perlahan.
Nathan menatapnya penuh perhatian. “Apa itu?”
“Mulai besok, aku sudah harus kembali mengikuti perkuliahan,” kata Olivia, nada suaranya terdengar penuh pertimbangan. “Artinya, aku tidak bisa lagi merawatmu selama dua puluh empat jam. Aku hanya bisa bertugas dalam satu shift saja.”
Nathan terdiam. Sorot matanya kehilangan cahaya sejenak. Ia ingin menolak, ingin mempertahankan rutinitas yang perlahan-lahan membuatnya merasa hidup kembali. Namun ia tahu, tidak semestinya ia bersikap egois. Olivia juga memiliki kehidupan dan tanggung jawabnya sendiri.
“Baiklah,” ujarnya akhirnya. “Aku mengerti.”
Olivia tersenyum, walau sedikit ragu. “Aku tetap akan datang, dan aku akan terus mendampingi semampuku.”
Nathan memandangnya lekat-lekat. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan. Dan kali ini, ia tak ingin menyimpannya sendiri.
“Kalau begitu... tetaplah tinggal di sini,” ujarnya dengan suara pelan namun tulus. “Meski kamu tidak bisa bersamaku sepanjang waktu, setidaknya aku tahu kamu masih ada di dekatku.”
Olivia tampak terkejut mendengar permintaan itu. Namun ia tidak buru-buru memberikan jawaban. Ia hanya mengangguk kecil.
“Akan kupikirkan,” jawabnya singkat.
Mereka saling berpandangan dalam diam, hingga akhirnya Olivia berdiri kembali dan perlahan mendorong kursi roda Nathan keluar dari kamar. Di luar, cahaya sore yang keemasan menyambut mereka. Sore yang tenang, namun penuh makna.
Di ruang keluarga yang teduh, menjelang langkah mereka menuju teras, Nathan dan Olivia tak sengaja berpapasan dengan Erick yang baru saja datang dari luar. Mengenakan kemeja santai dan senyum khasnya, Erick langsung menyapa mereka berdua dengan ramah.
“Hai kalian,” ujarnya sambil menghentikan langkah. Matanya sempat terfokus pada sosok Olivia, dan senyumannya bertambah lebar. “Olivia, kamu terlihat sangat cantik hari ini.”
Olivia tertawa kecil, tak menyangka mendapat pujian sehangat itu. “Terima kasih, Erick. Itu pujian yang manis dan aku yakin tulus.”
Dengan santai, Olivia membalas candaan itu. “Dan kamu sendiri terlihat tampan hari ini. Kamu sedang ingin membuat orang lain terkesan, ya?”
Erick terkekeh. “Mungkin. Siapa tahu aku berhasil.”
Keduanya tertawa bersama. Namun, tawa mereka tak mampu menyembunyikan suasana yang berubah di sekitar Nathan. Duduk di kursi rodanya, Nathan hanya diam memperhatikan percakapan itu. Sekilas, ia tampak tenang. Namun sorot matanya mengisyaratkan hal lain ada rasa tidak nyaman yang tumbuh dalam hatinya. Ia tidak menyukai cara Erick memandang Olivia, terlebih lagi bagaimana Olivia menanggapi dengan tawa dan senyum tulusnya.
Nathan mengepalkan jemarinya perlahan di atas pangkuannya. Ia merasa kesal, meskipun ia sadar tak ada yang bisa ia lakukan. Ia bukan siapa-siapa bagi Olivia setidaknya, belum.
Ia hanya bisa memalingkan wajah, menatap ke luar jendela, mencoba menenangkan gejolak dalam dirinya yang tak bisa ia ungkapkan secara langsung.
Erick, yang sempat menangkap perubahan ekspresi Nathan, hanya tersenyum kecil. Ia kira Nathan terganggu karena keributan tawa mereka tak menyadari kalau Nathan terganggu karena kecemburuannya.
Erick menghentikan langkahnya saat melihat Olivia tengah mendorong kursi roda Nathan menuju teras. Dengan senyum ramah, ia menyapa, “Mau ke mana nih sore-sore begini?”
Olivia menoleh dan menjawab dengan ceria, “Mau duduk santai di teras, menikmati teh sore. Udaranya enak sekali hari ini.”
Erick mengangguk pelan, lalu melirik ke arah Nathan. “Boleh ikut nggak? Kayaknya menarik.”
Olivia tertawa kecil. “Tentu, ikut saja. Sekalian ngobrol bareng Nathan. Dia lagi baik hari ini, loh.”
“Wah, hari yang langka, ya?” goda Erick sambil berjalan mendekat.
Nathan tak berkata sepatah kata pun, hanya menatap lurus ke depan. Namun, ekspresinya jelas menunjukkan bahwa ia terganggu. Bukan karena Erick ikut, tapi karena interaksi santai antara Erick dan Olivia terasa terlalu nyaman... dan terlalu dekat.
Dengan sedikit enggan, Nathan membiarkan Olivia mendorong kursinya menuju teras, sementara Erick berjalan di sisi mereka sambil sesekali melemparkan pujian terutama pada Olivia, yang membuat Nathan makin diam dan menahan diri.
Obrolan ringan itu berlangsung penuh canda tawa. Erick terus melontarkan lelucon-lelucon kecil yang membuat Olivia tertawa geli. Sesekali Olivia membalas dengan candaan yang tak kalah jenaka, membuat suasana di teras terasa hangat dan akrab.
Nathan hanya duduk diam di kursi rodanya, memperhatikan keduanya dengan pandangan tak terbaca. Satu sisi, ia menikmati kebersamaan itu sore yang tenang, udara yang sejuk, dan suara tawa yang sudah lama tidak ia dengar begitu dekat. Namun di sisi lain, ada rasa yang mengusik hatinya. Sedikit kesal. Sedikit tidak nyaman. Terutama ketika melihat Erick menatap Olivia terlalu lama atau tertawa terlalu lepas saat Olivia berbicara.
Tapi Nathan memilih bungkam. Ia hanya menghela napas dalam hati, lalu mengalihkan pandangan ke taman kecil di hadapannya. Meski tidak sepenuhnya tenang, ia tak bisa memungkiri bahwa sore itu meski dengan sedikit kekesalan tetapi salah satu sore terbaik yang pernah ia lalui.
Olivia hanya anggap erick sekedar tmn dan nathan berusaha mendekatkan erick sm olivia....
Olivia tidak akan bahagia bersama erick cintanya hanya tuk nathan pria sangat dikagumi dan dicintainya...
Lanjut thor💪💪💪💪💪
Jason sangat iri sm erick sangat sipercaya sm nathan ketimbang jason dan nathan pasti tahu mana yg jujur dan tidak....
Tunggu aja sampai bukti2 kuat terkumpul pasti tamat riwayatmu jason dan nathan tidak akan mengampuni seorang pengkhianat...
tp nathan merasa tidak pantas buat olivia krn lumpuh olivia mencintai nathan sangat tulus gimanapun keadaan nathan...
lanjut thor💪💪💪💪💪
Semenjak kehadiran olivia nathan kembali semangat lagi dan hidupnya penuh warna...
Tp nathan memendam rasa cintanya kpd olivia dan merasa tidak pantas buat olivia krn lumpuh....
lanjut thor...
semangat selalu💪💪💪💪💪
Ada mom carrolotte dan olivia sll kasih dukungan dan semangatnya.....
lanjut thor💪💪💪💪💪
Nathan sangat merasa minder/tidak pantas buat olivia dan ungkapan aja nathan perasaannya pd olivia....
krn olivia jg merawat nathan dangat tulus dan ikhlas nathan bisa bangkit dr keterpurukan hrs berusaha tuk sembuh dengan terapi pasti bisa jalan lagi....
lanjut thor....
semangat selalu...
sehat selalu.....