kisah seorang wanita yang berjuang hidup setelah kehilangan kedua orang tuanya, kemudian bertemu seorang laki-laki yang begitu mencintainya terbuai dalam kemesraan, hingga buah hati tumbuh tanpa pernikahan.
sungguh takdir hidup tak ada yang tahu kebahagiaan tak berjalan sesuai keinginan, cinta mereka Anita dan seno harus terpisah karena status sosial dan perjodohan dari kedua orang tua seno.
bertahun-tahun Seno menjalani kehidupan tanpa cinta, takdir tak terduga dan kini mereka di pertemuan kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arya wijaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TINGKAH LIA
Tak lama ponsel Anita berbunyi, saat melihat Seno yang menelponnya, Anita segera mengangkatnya.
"Iya halo Seno"
Anita sengaja mengaktifkan mode speaker saat menerima telepon Seno, supaya Tania juga mendengarnya.
"Halo Sayang, Aku mau jemput Fathia, Kamu dimana?"
"Kebetulan nih sayang, Aku juga lagi di Rumah Sakit sama Sena"
Anita sengaja berbicara dengan manja, hanya untuk memamerkan kemesraannya pada Tania.
Sedangkan Tania terdiam kesal terlihat dari raut wajahnya.
"Bagus dong kalau gitu tadinya Aku mau ajak Kamu jemput Fathia, Oh iya Aku jemput Kalian pinjam mobil Pak Farrel sebentar, tolong bilang sama Tania aku hanya bisa mengantar, gak bisa mampir, ya sudah Aku jalan sekarang ya"
"Iya sayang Kamu hati-hati ya, love you"
Seno merasa Anita sedikit berbeda, tak biasanya Ia bicara mesra begini saat di telepon.
"Love you too sayang"
Ucap Seno menjawab kata cinta dari Anita.
Setelah panggilan di akhiri Seno baru menyadari, Anita kini sedang berada di dekat Tania, Ia pun tersenyum karena tahu sepertinya Anita sengaja membuat Tania cemburu.
Sedangkan Anita tersenyum puas rasanya ketika melihat reaksi Tania semakin bete, dan Ia berkata dalam hati.
"Emang Kamu doang yang mau mencoba mesra-mesra sama pacar Aku"
Saat Seno telah datang, Seno langsung mencium kening Anita di depan Tania, tak lupa juga Ia mencium Sena putrinya.
"Hay Sena, bagaimana di sekolah?"
"Aku senang kok Om Papah, tadi ada lomba mewarnai tapi Sena ga dapat juara"
Ucap Sena dengan wajah melasnya, mendengar hal itu Tania kini menanggapi ucapan Sena.
"Sayang banget ya, coba Fathia ikut pasti Fathia akan menang, kan hobi Fathia menggambar, dan gambarnya paling bagus dari pada teman-temannya"
Seno merasa Tania sedang mencoba membuat Sena tak percaya diri akan kemampuannya, lalu Seno menjawab ucapan Sena.
"Gak apa-apa gak juara, yang penting Sena sudah berusaha"
Seno berkata kepada Sena, namun tatapan matanya menghadap tajam pada Tania.
Lalu Ia mendekati Fathia dan mencium kening Fathia agar kedua putrinya merasakan kasih sayang yang sama darinya.
"Sudah enakan belum?"
"Sudah Pah, Aku malah bosan disini rasanya ingin cepat pulang"
"Ya sudah Kita pulang ya sekarang"
Dan saat akan berjalan, Seno memegang tangan Fathia dan Sena, tapi tiba-tiba saja Tania ikut memegang tangan Fathia di tangan sebelahnya.
Tania tersenyum meledek karena Anita berada di belakang dirinya dan Seno, namun Anita merasa mual melihat tingkah Tania yang sedang mencari-cari kesempatan untuk mendekati Seno.
"Pasti bahagia sekali ya kalau jalan bersama seperti ini, seandainya Kita masih bersama Seno"
Seno kaget mendengar Tania berkata seperti itu di depan dirinya juga Anita.
"Tania, tolong jaga bicara Kamu, jangan mempengaruhi pikiran anak-anak"
Ucap ketegasan Seno pada Tania, lalu Fathia menyahuti berkata,
"Tapi Fathia juga mau seperti ini terus Pah, Papah ada di rumah terus sama Fathia dan selalu dekat sama Fathia juga Mamah"
Seno tak menyangka Fathia akan berbicara seperti ini, sedangkan Anita hanya menyimak pembicaraan Mereka dari belakang
Namun Seno tak menjawab ucapan Fathia, Dan membuat Fathia kini menjadi bertanya.
"Papah, Papah mau gak kembali lagi tinggal di rumah Kita yang dulu dan tinggal bersama lagi sama Mamah"
Seno menghentikan langkahnya saat mendengar ucapan Fathia, Sedangkan Tania merasa senang, akhirnya Fathia mengucapkan perkataan seperti apa yang Ia sampaikan semalam pada Fathia, dan Seno menatap Fathia, lalu bertanya,
"Fathia.. semua ini bukan hal yang mudah, Fathia belum mengerti urusan orang dewasa, mau papah tinggal dimanapun, yang harus Fathia tahu, Papah akan terus sayang sama Fathia"
Seno merasa pikiran Fathia telah di pengaruhi oleh ucapan Tania, dan setelah sampai di depan mobil, Fathia dan Sena duduk di kursi belakang, lalu tiba-tiba saja Tania ingin duduk di kursi depan, namun Seno menarik lengan Tania dan mengajaknya bicara.
"Kenapa Seno?, Aku mau masuk ke mobil"
"Kamu bicara apa sama Fathia?"
"Bicara apa.. Aku gak ngerti sama pertanyaan Kamu"
"Fathia itu masih kecil pikirannya masih lugu dan belum mengerti apa itu perceraian, Aku yakin Kamu pasti bicara yang tidak-tidak sama Fathia"
"Aku bicara apa sih Seno, Kamu jangan menuduh Aku seperti ini dong"
Ucap Tania merasa kesal atas tuduhan Seno.
"Kalau Kamu gak masukkan ucapan yang aneh-aneh di otak Fathia, gak mungkin Fathia sampai bicara dan meminta Aku seperti tadi"
"Itu permintaan seorang anak Seno, menurut Aku wajar lah, Dia jugakan ingin punya keluarga yang utuh"
Mendengar perdebatan Seno dan Tania, Anita pun bicara.
"Ributnya nanti kalau gak ada anak-anak, sudah Ayo jalan"
Lalu saat Tania ingin membuka pintu mobil di kursi depan, Seno menahannya lalu mengatakan,
"Kamu duduk di belakang"
"Tapi.."
"Biar Anita yang di depan"
Dengan senyum menyeringai Anita masuk mobil dan duduk di kursi depan.
Tania merasa kesal tapi mau tak mau Ia harus menaiki mobil tersebut.
Sementara jam istirahat telah usai, Lia kini melanjutkan lagi pekerjaannya, dan sekarang Ia berada di ruangan Seno.
"Oh jadi ini ruangan Seno sekarang"
Di setiap tempat yang terlihat ada banyak debu Lia membersihkannya hingga kinclong mengkilap, lalu Ia melihat kursi Seno yang kosong.
Dalam benaknya Lia pernah membayangkan bisa menjadi seorang karyawan kantor yang berpakaian rapih seperti wanita karir, namun apalah dayanya, sekolah saja Lia hanya sampai tingkat menengah pertama, terhambat biaya SPP jadi Ia keluar dari sekolah, dan masa mudanya hanya tertuju untuk bekerja dan bekerja.
Menjadi tulang punggung keluarga sangatlah berat, apalgi saat ini Ia masih punya adik yang bersekolah dasar, sedangkan orang tuanya hanya pekerja serabutan yang tak jelas, terkadang bertani di sawah orang, kadang juga berkebun di kebun orang, dan kadang menjual sesuatu milik orang lain.
"Seperti apa sih rasanya duduk di kursi ini, Seno... Aku coba sebentar ya kursinya"
"Iya Lia boleh kok silahkan saja"
Lia bertanya sendiri dan menjawabnya sendiri, Ia pun kini duduk mencoba kursi kantoran.
"Wahh.. empuk juga nih, Aku cosplay jadi Pak Farrel deh"
"Heh Lia Kamu ngapain disini, sana cepat rapihkan barang disitu"
Lia pun tertawa sendiri dan berbicara sendiri.
Tak lama ada seseorang masuk ke dalam ruangan Seno.
"Pak Seno.."
Lia terkejut dan buru-buru bangun dari kursi Seno.
"Kamu... Ngapain disini?"
Lagi dan lagi pertanyaan yang sama seperti Biasa Farrel tanyakan.
"Kebiasaan deh bapak nih, bapak lupa ya, Saya ini kerja Pak disini, kok bapak selalu tanya Kamu ngapain disini"
"Iya maaf, Saya kaget saja kok Kamu yang ada disini"
"Pak Seno belum balik, Saya lagi bersih-bersih disini"
"Terus Kamu ngapain di dekat kursi Pak Seno"
Lia segera menjauh dari kursi itu, dan Ia berkata jika pekerjaannya disini sudah selesai.
"Saya permisi ya Pak"
"Hey.."
Lia terus berjalan tanpa menghiraukan ucapan Farrel.
"Dasar gak sopan, orang sedang bertanya malah di tinggal pergi"
Farrel pun tak tahu harus berbuat apa di ruangan Seno, sedangkan Seno tak berada disini, Ia pun kembali lagi ke ruangannya.
Sedangkan Lia saat ini sedang menggerutu.
"Duh.. kenapa sih selalu ketemu Pak Farrel, kepergok terus lagi, kan jadi malu, tapi ngomong-ngomong Pak Farrel itu siapa sih disini sepertinya dari tadi mundar mandir terus"
Lalu rekan kerja Lia lewat di hadapannya, Ia pun menghentikan rekannya dan bertanya soal siapa Pak Farrel di kantor ini.
"Kamu gak tahu siapa Pak Farrel?"
"Gak...emang siapa?"
"Ya ampun tuh lihat, struktur organisasi di perusahaan ini terpampang besar di dinding"
Lia baru menyadari jika ada tulisan seperti ini di dinding kantor.
"Kamu baca dari atas sampai bawah baru Kamu tahu siapa Pak Farrel itu"
"Oh gitu ya, makasih deh"
Setelah rekannya pergi Lia kini membaca satu persatu nama yang tertera di dinding itu.
Saat sedang fokus membaca, Pak Farrel melihat Lia sedang fokus memandangi tulisan di dinding, Farrel pun mendekati dan bertanya,
"Kamu sedang apa disini?"
"Sedang baca gak liat apa"
Ucap Lia yang belum menyadari jika di sebelahnya adalah Farrel.
"Baca apa sih, struktur organisasi"
"Iya.. Aku lagi cari nama Pak Farrel"
Farrel terkejut mendengar Lia mencari namanya.
"Emang kenapa dengan nama Farrel"
"Aku cuma mau tahu Pak Farrel itu siapa di kantor ini, banyak banget ini namanya"
Farrel pun tersenyum mendengar Lia ingin tahu siapa dirinya di kantor ini.
"Sudah ketemu belum?"
"Belum.. Mana ya nama Pak Farrel"
"Ini.. Baca gitu saja lama banget"
Saat Farrel menunjukkan jarinya di bagian namanya, Lia membaca dengan fokus.
"Hah.. CEO Retro advertising, yang benar nih"
"Ya iyalah masa bohongan"
Jawab Farrel agak ketus kepada Lia.
"Biasa saja kali jawabnya"
Saat itu juga Lia menoleh dan melihat seseorang yang dari tadi bicara padanya.
"Astagfirullah ya Allah".
Lia kaget sejadi-jadinya melihat Farrel yang dari tadi berada di sampingnya.
"Pak Farrel dari tadi disini?"
"Iya.. kenapa? Kaget, makanya kalau bicara lihat dong siapa lawan bicaranya"
Lia hanya tersenyum malu dan merasa tak enak telah mencari tahu siapa Farrel di kantor ini.
"Kenapa kamu penasaran siapa Saya di sini?"
"Gak pak... Gak.."
"Gak gak.. Saya lihat Kamu serius banget loh baca"
"Gak Pak, gak ada apa-apa kok, cuma pengen tahu saja"
"Terus kalau sudah tahu Kamu mau apain Saya"
Lia terus di cecar pertanyaan oleh Farrel hingga akhirnya tibalah Seno dan melihat Farrel juga Lia sedang berbicara.
"Kalian sedang apa disini?"
"Seno, Alhamdulillah Kamu datang, Saya permisi dulu ya Pak Farrel, Seno"
Lagi-lagi Lia merasa di buat seperti orang bodoh di hadapan Farrel.
"Kenapa sih Pak?"
Tanya Seno, kemudian Farrel tertawa lebar dan berkata,
"Gak.. Teman Kamu itu lucu juga ya, padahal Saya gak marah kok, tapi seperti takut melihat wajah Saya"
"Emang Lia ngapain lagi Pak?"
"Dia penasaran cari tahu nama Saya di dinding ini, membaca lama sekali gak nemu-nemu nama Saya terus Saya tunjukkan nama Saya, eh Dia seperti orang malu gitu"
Seno sungguh bingung melihat tingkah Lia juga Pak Farrel hari ini.
"Jadi bapak ada di sampingnya Lia dari tadi,
dan Lia gak tahu kalau itu bapak gitu?"
Farrel hanya tertawa merasa senang telah mengerjai Lia.
"Iya.. Kamu lihat deh wajahnya hahaha, seperti orang tertangkap basah melakukan kesalahan"
Ucap Farrel merasa lucu akan tingkah Lia, Seno pun ikut tersenyum lebar mendengar hal itu, lalu Ia mengatakan sesuatu pada Farrel, jika bisa saja saat ini tidak suka pada Lia, mungkin besok-besok bisa jatuh cinta ucapnya.