NovelToon NovelToon
Suamiku Ternyata Konglomerat

Suamiku Ternyata Konglomerat

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Pernikahan Kilat / Nikahmuda / CEO
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Indriani_LeeJeeAe

Satu malam yang tak pernah ia inginkan mengubah seluruh hidup Serene Avila. Terbangun di samping pria asing, ia memilih kabur tanpa menoleh—tak tahu bahwa pria itu adalah Raiden Varendra, konglomerat muda yang bisa mengguncang seluruh kota hanya dengan satu perintah. Dua bulan kemudian, Serene hamil… kembar. Di tengah panik dan putus asa, ia memutuskan mengakhiri kehamilan itu. Hingga pintu rumah sakit terbuka, dan pria yang pernah ia tinggalkan muncul dengan tatapan membelenggu.

“Kau tidak akan menyentuh anak-anakku. Mulai sekarang, kau ikut aku!”

Sejak saat itu, hidup Serene tak lagi sama.
Dan ia sadar, kabur dari seorang konglomerat adalah keputusan terburuk yang pernah ia buat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indriani_LeeJeeAe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1 > Jejak Yang Hilang

Serene Avila tidak pernah menyukai keramaian. Sejak kecil ia lebih nyaman berada di balik buku, atau tenggelam di ruang perpustakaan kampus yang sunyi. Hidupnya lurus, tertata, dan sangat ia jaga. Baginya, masa depan bukan sesuatu yang bisa dibiarkan mengalir begitu saja akan tetapi harus diperjuangkan.

Dan malam itu… ia sama sekali tidak berniat merusaknya. Namun hidup memang lucu. Kadang, kehancuran datang justru ketika seseorang paling berhati-hati. Bahkan tak pernah ia bayangkan jika hal itu akan terjadi padanya.

***

“Ayolah, Serene! Kamu ini terlalu kaku!” ajak Alina, temannya yang paling bawel. Ia menarik tangan temannya masuk ke dalam gedung hotel yang gemerlap.

Serene menjawab pelan. “Aku cuma datang sebentar. Jam sembilan aku pulang.”

“Jam sembilan? Serene… pesta aja baru mulai jam sembilan!”

Serene menatapnya tanpa ekspresi. “Jam sembilan. Titik.”

Alina mengibaskan tangannya, seolah menyerah. “Iya, iya. Yang penting kamu datang.”

Serene mengikuti langkah temannya masuk ke ballroom. Lampu-lampu kristal menggantung mewah, berpendar seperti bintang. Musik berdentum, membuat lantai bergetar. Aroma parfum orang-orang kaya bercampur alkohol memenuhi udara.

Kakinya terasa kaku. Ia bukan bagian dari tempat seperti ini. Ia hanya seorang mahasiswi dengan beasiswa penuh, bekerja paruh waktu di kafe. Sementara orang-orang di ruangan itu memakai gaun mahal, jas elegan, dan berbicara dalam bahasa asing yang tidak ia mengerti.

“Minum dulu!” Alina menjejalkan segelas jus ke tangannya.

Serene mengangguk, memutar gelas itu pelan sebelum meminumnya. Ia tidak sadar… bahwa seseorang di belakangnya memperhatikan. Seseorang yang ia tidak kenal. Seseorang yang sengaja menyentuh gelas itu saat Alina lengah. Ia juga tidak sadar saat butiran kecil larut sempurna ke dalam minumannya.

Ia hanya ingin duduk sebentar, menghirup udara. Namun baru beberapa menit, kepalanya mulai terasa berat. Ruangan berputar. Langkah-langkahnya tidak stabil. “Alina…” bisiknya. “Aku… mau pulang.”

“Serene? Kamu kenapa? Kamu—”

Suara itu terdengar semakin jauh, seolah berasal dari ujung lorong panjang.

Badannya limbung. Gelap bergerak cepat, menariknya dalam pusaran.

***

Di sisi lain gedung, pesta bisnis eksklusif juga sedang berlangsung. Orang-orang berdasi berkumpul, berbicara tentang proyek jutaan dolar, merger perusahaan, dan ekspansi internasional. Di tengah mereka, berdiri seorang pria dengan aura paling menonjol.

Raiden Alistair Varendra.

Wajah tampan dengan garis tegas, tatapan menusuk, rambut hitam sedikit berantakan namun tetap elegan. Ia mengenakan setelan hitam yang tampak mahal bahkan tanpa melihat labelnya. Raiden jarang datang ke acara semacam ini. Namun malam itu ia diundang sebagai tamu kehormatan—pewaris Varendra Corp, salah satu kekuatan bisnis terbesar di negeri ini.

“Ada yang bisa saya ambilkan, Tuan Raiden?” Seorang pelayan muda menawarkan minuman.

Raiden mengambilnya, meski ia bukan tipe yang suka minum sembarangan. Ia hanya ingin sopan.

“Terima kasih.”

Namun sebelum ia sempat meletakkan gelas itu, seseorang menabraknya dari samping. Minuman di gelas bergetar. Ia mengerutkan alis, tapi tidak mempermasalahkannya. Ia meneguk sedikit—hanya sedikit—sekadar membasahi tenggorokan.

Namun sesuatu terasa aneh. Kepalanya mulai berputar. Musik terdengar seperti gema jauh. Penglihatannya kabur.

Apa ini?

Ia menoleh, namun dunia seakan bergoyang. Langkahnya terseret, dan sebelum ia sadar, tubuhnya merosot… gelap menyergap.

***

Ketika Serene membuka mata, ia tidak tahu sudah berapa lama ia pingsan. Kelopak matanya berat. Napasnya terengah. Matanya terbuka perlahan, memandang langit-langit kamar dengan lampu temaram keemasan.

Kamar siapa ini…?

Ia bangkit pelan, dan saat itu ia melihat seorang pria tertidur di sampingnya. Seorang pria yang begitu tampan hingga seakan tidak nyata. Garis rahangnya tegas, bulu matanya panjang, dadanya bidang. Selimut menutupi sebagian tubuhnya, dan pakaian mereka.

Serene menunduk. Pakaian mereka berserakan. Tubuhnya terasa pegal di tempat-tempat yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Degupan jantungnya langsung melonjak naik.

“Apa yang… aku… lakukan?”

Suasana kamar mewah itu tidak membantu. Terlalu besar. Terlalu mahal. Terlalu asing.

Serene panik. Kejadian malam itu hanya seperti pecahan kaca... potongan-potongan kecil yang tidak bisa ia susun. Tapi satu hal pasti… Sesuatu telah terjadi.

Dengan gemetar, ia meraih pakaiannya yang tercecer di lantai. Tangannya bergetar saat memakainya. Berkali-kali ia menatap pria itu, memastikan ia masih tertidur. Pria itu begitu tenang. Begitu sempurna.

Tidak mungkin ia menghadapi pria seperti itu. Tidak mungkin. “Aku harus pergi... aku harus pergi.” gumamnya berulang-ulang.

Tanpa menoleh lagi, Serene meraih tasnya dan keluar dari kamar itu dengan napas tercekat. Ia tidak tahu bahwa langkah paniknya malam itu… akan kembali menghantuinya.

***

Raiden terbangun beberapa jam kemudian. Napasnya berat, kepala berdenyut. Ia menatap langit-langit, mencoba mengingat apa yang terjadi. Ia mengerjap, kemeja putihnya ada di lantai.

Selimut kusut. Dan di sampingnya… tempat kosong. Ada aroma samar manis, lembut, seperti campuran lavender dan susu. Aroma yang anehnya menenangkan. Tapi gadis itu tidak ada.

Raiden duduk, menekuk alis dalam-dalam. Ia jarang sekali kehilangan kontrol atas dirinya. Ia bahkan hampir tidak pernah mabuk. Dan malam itu ia tidak minum apa pun yang seharusnya membuatnya setengah sadar.

Sesuatu tidak beres. Ia menyingkap selimut, memerhatikan jejak-jejak samar. Dan darah dingin mengalir di tubuhnya. Tidak mungkin.

Tidak mungkin ia melakukan ini tanpa sadar. Tidak mungkin ia tidak mengingat wajah gadis itu. Tidak mungkin gadis itu kabur tanpa meninggalkan satu petunjuk pun. Ia meraup rambutnya dengan frustrasi.

Siapa dia…?

Raiden berdiri dan memanggil seseorang dari ponselnya. Dalam hitungan detik, pintu kamar hotel terbuka. Seorang pria muda berjas hitam masuk, menunduk sopan.

Orion Vesper. Asisten pribadi Raiden sekaligus orang yang bisa ia percaya sepenuhnya.

“Tuan Raiden?”

“Cari seseorang untukku,” suara Raiden dalam, tetapi menahan amarah. “Gadis yang ada di kamar ini tadi malam.”

Orion menatap sekeliling, memasang ekspresi serius. “Apakah Tuan mengenal identitasnya?”

“Tidak.”

“Nama?”

“Tidak.”

“Wajah?”

Raiden menghela napas panjang. “Tidak jelas.”

Orion hampir terpeleset napasnya sendiri. “Jadi… apa yang harus saya cari, Tuan?”

Raiden menatapnya tajam, mata hitamnya menyala. “Aku tidak peduli berapa lama yang kamu butuhkan. Aku tidak peduli berapa banyak orang harus kamu libatkan." Ia mengepalkan kedua tangannya.

“Temukan dia.”

***

Sementara itu, Serene berjalan pulang dengan langkah goyah, seolah setiap langkahnya memikul beban yang tidak kelihatan. Begitu sampai di kosnya, ia menutup pintu dan langsung merosot ke lantai. Tangis yang ia tahan meledak seketika. “Apa yang sudah aku lakukan…?”

Ia memeluk dirinya sendiri. Malam itu seharusnya tidak pernah ada. Seharusnya hanya datang sebentar, lalu pulang. Tidak seharusnya ia terbangun di samping pria asing tanpa ingatan.

Ia tidak tahu siapa pria itu. Ia tidak ingin tahu. Yang ia tahu hanya satu: ia harus melupakan semuanya. “Besok… aku akan hidup seperti biasa,” katanya pada dirinya sendiri.

Namun, ia tidak tahu bahwa seseorang di luar sana... seorang pria yang seharusnya mustahil ia temui, telah menaruh mata padanya. Dan Raiden Varendra bukan pria yang bisa menerima kata “tidak”. Atau kata “hilang”.

***

Musim berganti hari demi hari. Serene kembali ke kuliahnya. Bekerja paruh waktu. Menjaga nilai. Mencoba terlihat normal.

Sementara di sisi lain kota, Raiden menggerakkan timnya, menyisir hotel, memeriksa CCTV, menelusuri setiap tamu pesta malam itu. Semua demi satu gadis yang meninggalkannya begitu saja. Namun Serene telanjur menghilang di antara keramaian dunia.

Sampai dua bulan kemudian… saat dua garis merah muncul, dan takdir akhirnya menarik mereka kembali dalam pusaran yang lebih gelap dari sebelumnya.

***

Stay tune

1
Wayan Miniarti
luar biasa thor... lanjuttt
Li Pena: Siap, Akak.. maacih udah mampir ya 🙏🤭
total 1 replies
Sunarmi Narmi
Baca di sini aku Paham kenapa bnyak yg tdk Like...Di jaman skrng nikah kok berdasar Status apalagi sdh kaya....Bloon bnget kesenjangan sosial bikin gagal nikah apalagi seorang Raiden yg sdh jdi CEO dgn tabungan bnyak...Kkrga nolak ya bawa kbur tuh istri dn uang " mu....Cerdas dikit Pak Ceo..gertakan nenek tidak berpengaruh.masa nenek jdi lbih unggul kan body aja ringkih
Li Pena: Terimakasih sudah mampir dan juga menilai novel ini. maaf bila alur tidak sesuai yang diharapkan dan juga banyak salahnya, mohon dikoreksi agar author bisa belajar lebih banyak lagi 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!