Naya wanita cantik yang berumur 27 tahun mendapati dirinya terbangun didunia novel sebagai pemeran tambah yang berakhir tragis. Naya merasuk kedalam tubuh Reka remaja cantik yang berusia 18 tahun. Reka memiliki keluarga yang sangat amat menyayanginya, mereka rela melakukan apapun demi kebahagiaan Reka. Meskipun memiki keluarga yang sangat amat mencintainya sayangnya kisah percintaan Reka tidak berjalan dengan baik. Tunangannya Gazef lebih memilih pemeran utama wanita dan meninggalkan Reka. Reka yang merupakan pemeran tambahan akhirnya menjadi batu pijak untuk kebehagian Gazef dan Rosa, Reka harus mati demi kebahagiaan pemeran utama dalam novel.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @hartati_tati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Reka mengangkat tangannya dan dengan kasar menampar murid laki-laki itu.
Murid laki-laki itu terkejut, merasakan pipinya yang terasa panas akibat pukulan Reka.
"Apa yang kamu lakukan!" serunya, kebingungan dan terkejut.
"Kamu bisa merasakan sakit?" Reka bertanya, suaranya penuh dengan ketidakpercayaan.
"Sebenarnya apa yang terjadi?" batin Reka, kebingungan.
Namun, sebelum Reka bisa berpikir lebih lanjut, dia merasakan tubuhnya seperti ditarik ke dalam suatu kekuatan misterius.
Tiba-tiba, Reka mendapati dirinya sudah berada di dalam kelas, sedang mengikuti pembelajaran seperti biasa.
Reka duduk di dalam kelas dengan wajah penuh kebingungan. Pikirannya dipenuhi pertanyaan tentang alasan dia berada di sana. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah kakaknya, Ged, telah melakukan sesuatu pada Rosa.
Reka terkejut oleh suara tegas guru yang memanggil namanya. Dia mengangkat pandangannya dan melihat guru itu menatapnya dengan tajam. "Reka, apakah kamu menyimak penjelasan saya tadi?" tanya guru itu dengan suara tajam menembus hening di kelas.
Reka menelan ludahnya, berusaha memusatkan perhatiannya. "Ya, Pak," jawabnya dengan cepat.
Guru itu mengangguk singkat, lalu melanjutkan penjelasannya tanpa sepatah pun komentar lebih lanjut. Tapi matanya masih tetap menatap tajam ke arah Reka.
Reka menghela napas kasar, kebingungannya semakin bertambah saat menyadari bahwa X tampaknya telah mengembalikannya ke awal cerita.
"Awal cerita?" gumam Reka dalam kebingungan.
Reka baru menyadari, seharusnya jika X mengembalikannya ke awal cerita, dia seharusnya berada bersama Gazef, bukan di dalam kelas, mengikuti pembelajaran seperti biasa.
Pertanyaan-pertanyaan mulai memenuhi pikirannya, mencoba untuk mencari jawaban atas kebingungannya yang semakin menjadi. Apa yang sedang terjadi? Dan mengapa X memilih untuk mengembalikannya ke titik ini?.
Reka berpikir sambil mengetukkan jari telunjuknya di atas meja, mencoba merangkum kejadian hari ini dalam pikirannya yang kacau.
"Ada seseorang yang tidak terpengaruh dengan kekuasaan X," pikirnya. Reka memikirkan murid itu, yang tidak membeku seperti yang lainnya ketika X menguasai situasi. Dan ketika X mengembalikannya ke awal cerita, seharusnya dia berada bersama Gazef, bukan di kelas.
"Apakah perubahan ini terjadi ada kaitannya dengan murid laki-laki yang ditolong olehku?" Reka bertanya-tanya, menghubungkan benang merah antara insiden tersebut dengan kebingungannya saat ini. Ada sesuatu yang terasa penting dalam pertolongan yang dia berikan, dan dia merasa itu mungkin memiliki dampak yang lebih besar daripada yang dia kira sebelumnya.
Dengan rasa frustrasi yang meluap, Reka menjambak dan meremas rambutnya sendiri, mencoba meredakan gejolak dalam dirinya. Dalam hatinya, dia mengutuk keras penulis novel yang sudah mempermainkannya. Rasanya seperti menjadi boneka di tangan penulis, dipindahkan dari satu situasi yang rumit ke situasi yang lainnya tanpa memberikan jawaban yang memuaskan. Reka merasa seperti sedang tersesat dalam labirin yang rumit, diatur oleh kehendak yang tidak diketahuinya.
Reka menghembuskan napas kasar, mencoba menenangkan dirinya sendiri di tengah kekacauan yang sedang dia hadapi.
"Tenang, aku harus tenang," bisiknya dalam hati, mencoba meredakan gelombang emosi yang mendera pikirannya. Meskipun keadaannya mungkin kacau, Reka berusaha untuk tetap mempertahankan ketenangan dan kejernihannya.
Reka mengalihkan perhatiannya kepada papan tulis, mendengarkan dengan seksama penjelasan yang diberikan oleh guru. Dengan penuh perhatian, dia mencatat beberapa poin penting yang disampaikan, mencoba untuk tidak terlalu terpengaruh oleh kekacauan yang sedang dia hadapi di luar pikirannya.
Tidak terasa, bel pulang sekolah berbunyi, dan seperti biasa, semua murid berhamburan keluar dari kelas mereka. Reka dengan cepat memasukkan semua buku-bukunya ke dalam tas dan bersiap untuk pulang.
"Langsung pulang?" tanya Fany, berbicara dari samping.
Reka menoleh ke samping, melihat Felly dengan senyum tipis di bibirnya. "Iya," jawab Reka singkat.
"Bagaimana jika kita ke mall dulu?" usul Fany.
"Ke mall?" Reka mempertimbangkan tawaran itu sejenak sebelum akhirnya tersenyum, "Baiklah, kenapa tidak."
Reka dan Felly berjalan keluar dari kelas, menuruni tangga dengan langkah yang terburu-buru. Saat mereka sampai di halaman sekolah, Reka tiba-tiba melihat Gazef sedang berjalan beriringan dengan Rosa, yang merangkul mesra lengan Gazef.
Fany, yang melihat pemandangan itu, mengumpat kasar dengan nada frustasi.
"Darn it!" umpat Felly dengan suara yang kesal. "Mengapa dia selalu bersama dengannya?"
"Sudah abaikan saja mereka berdua, ayo kita pergi saja ke mall," kata Reka, mencoba mengalihkan perhatian dari pemandangan yang menjijikan baginya.
Felly menatap Reka dengan keheranan. "Bagaimana bisa kamu tidak kesal dan marah melihat tunanganmu bersama gadis lain?" tanyanya dengan nada kecewa.
"Kita harus memberikan gadis itu pelajaran yang tidak bisa dia lupakan," lanjut Felly dengan nada tegas.
Reka menepuk bahu Felly dengan lembut. "Fany, tenanglah. Jangan buang-buang tenaga untuk hal yang sia-sia," ujarnya dengan suara yang lembut.
"Ayo kita pergi ke mall saja, mobilku sudah menunggu," tambah Reka, mencoba membujuk sahabatnya untuk meninggalkan kejadian tersebut dan fokus pada waktu yang menyenangkan bersama.
Reka dan Felly berjalan menuju mobil yang sudah menunggu di parkiran sekolah. Saat Reka hendak masuk ke mobil, tiba-tiba seorang murid laki-laki berlari mendekatinya dengan cepat.
"Hei tunggu!" panggil murid laki-laki itu dengan napas terengah-engah.
Reka menoleh ke arah suara tersebut, terkejut melihat murid laki-laki itu.
"Tunggu sebentar, kita perlu bicara," ucap murid laki-laki itu dengan napas terengah-engah. "Apa yang terjadi di rooftop tadi? Kenapa kamu tiba-tiba menghilang, dan kenapa aku tiba-tiba berada di kelas?" lanjutnya dengan wajah penuh kebingungan.
Reka terdiam mematung, terkejut dan tidak bisa menahan kebingungannya mendengar pertanyaan murid laki-laki itu.
Murid laki-laki itu mengingat semua yang terjadi, Reka baru saja mengetahui hal yang sangat penting, bahwa ingatan murid laki-laki itu tidak dihapus oleh X seperti yang terjadi pada yang lainnya.
Reka memegang kedua pundak murid laki-laki itu dengan penuh kehati-hatian.
"Kamu ingat semua yang terjadi di rooftop?" tanya Reka dengan harapan.
"Iya," jawab murid laki-laki itu singkat.
"Ikut aku," pinta Reka, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
"Kemana?" tanya murid laki-laki itu, mencoba mencari kejelasan.
Tanpa menjawab, Reka mendorong tubuh murid laki-laki itu masuk ke dalam mobilnya, lalu dia sendiri menyusul masuk ke dalam mobil.
Felly yang melihat murid laki-laki duduk di sampingnya, diapit oleh Reka, menatap mereka dengan tatapan bingung.
"Reka, dia siapa?" tanya Felly dengan nada yang bingung.
"Teman lama," jawab Reka dengan cepat.
Mobil melaju menuju mall yang akan mereka datangi dengan kecepatan sedang. Murid laki-laki hanya bisa diam mematung, terdiam dalam pikirannya yang penuh dengan pertanyaan tak terjawab, tidak tahu harus melakukan apa.
Sementara itu, Felly menatap Reka dengan tatapan yang aneh, seolah-olah mencoba mencari jawaban dari ekspresi wajahnya.
"Kamu ingin menggunakannya untuk membuat Gazef cemburu ya?" tanya Felly, mencoba membuka percakapan.
"Aku tidak akan melakukan hal yang menjijikan seperti itu," jawab Reka dengan acuh.
"Begitu ya," kata Felly dengan senyum aneh dibibirnya.
Perjalanan menuju mall terasa hening, dengan murid laki-laki yang masih terdiam dalam kebingungannya dan Felly yang terus menatap Reka dengan tatapan yang mencurigakan. Meskipun begitu, Reka berusaha menjaga suasana agar tetap tenang.
keheningan yang menggantung di dalam mobil terasa begitu kentara. Suasana tegang itu menjadi semakin terasa seiring dengan semakin dekatnya mereka dengan tujuan mereka.
smngt Thor
semungil itu😭😭😭😭