Turun Ranjang
Fawwas, seorang dokter ahli bedah tidak menyangka harus mengalami kejadian yang menyenangkan sekaligus memilukan dalam waktu yang bersamaan. Saat putrinya dilahirkan, sang istri meninggal karena pendarahan hebat.
Ketika rasa kehilangan masih melekat, Fawwas diminta untuk menikahi sang adik ipar. Dia adalah Aara, yang juga merupakan seorang dokter kandungan. Jelas Fawwas menolak keras, belum 40 hari istrinya tiada dia harus menikah lagi. Fawwas yang sangat mencintai istrinya itu bahkan berjanji untuk tidak akan menikah lagi.
Tapi desakan dari keluarga dan mertua yang tidak ingin cucu mereka diasuh oleh orang lain membuat Fawwas terpaksa menerima pernikahan tersebut. Terlebih, itu juga merupakan wasiat terakhir dari sang istri meskipun hanya tersirat.
Bagaimana Fawwas menjalani pernikahan nya?
Apakah dia bisa menerima adik iparnya menjadi istri dan ibu untuk putrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IB 28: Sebuah Rencana
Cekleeek
Krieeet
Arsyad kembali ke rumah setelah bertemu dengan orang yang ia bayar untuk mengawasi Fawwas. Ya, semua informasi yang diberikan oleh orang itu adalah hasil dari penyelidikan mengenai Fawwas karena memang Arsyad yang meminta. Ia ingin menjatuhkan Fawwas menggunakan segala cara.
Brukkk
" Aaah sungguh menyenangkan, kartu AS sudah di tangan. Aku hanya tinggal melemparnya dan boooom, ledakan itu akan sangat menyenangkan."
Arsyad melemparkan tubuhnya di atas ranjang. Tawanya yang samar tapi terlihat begitu puas. Dia kembali melihat setiap kertas yang diberikan oleh orang bayarannya itu. Ternyata memang bukan hanya sekedar data tertulis tapi juga banyak foto-foto yang diambil. Arsyad memang sengaja tidak menerima laporan melalui ponsel karena ia ingin menggunakan jalur yang aman. Ia jelas akan cuci tangan dari permasalahan yang akan ia timbulkan nanti.
" Ho ho ho, ternyata selama ini dia kumpul kebo dengan adik iparnya. Ini sungguh hal yang tidak disangka. Dengan dalih merawat keponakan, ternyata mereka juga tinggal bersama. Pantas saja Aara, wanita itu tidak lagi muncul di rumah sakit. Ternyata begitu. Huhu, dasar keluarga rusak."
Doeeeenggg
Sungguh indah kesimpulan yang diambil oleh Arsyad. Hal yang ia putuskan sendiri setelah melihat beberapa gambar dan membaca beberapa laporan itu. Ya, ia juga mendapatkan laporan dari beberapa orang yang disekitar bahwa memang Fawwas dan Aira tinggal bersama bahkan sudah hampir 5 bulan.
Arsyad kemudian merunut waktu tersebut. Ia pun semakin yakin bahwa mereka memutuskan tinggal bersama setelah istri dari sang dokter meninggal.
" Waaah, ini sangat menakjubkan. Apa jangan-jangan mereka selingkuh ya. Aaah ini akan menjadi sangat menarik, aku bisa menyebarkan rumor ini. Ya, sangat bagus bahwa sang adik ipar selingkuh dengan suami kakaknya sehingga membuat kakak ya meninggal. Sepertinya aku harus membayar buzer untuk melakukan hal ini."
Sangat matang sekali rencana Arsyad ini, dia begitu optimis dengan semua yang ada dalam pikirannya. Dan kali ini dia akan lebih hati-hati dalam bertindak. Selama ini ia terlalu tergesa-gesa dalam melakukan perlawanan terhadap Fawwas sehingga berakhir dengan kegagalan. Kali ini, Arsyad tidak akan begitu. Dia harus melakukan ini dengan sempurna dan hati-hati, agar sekali pukul, lawan yang ia tuju langsung jatuh tersungkur.
" Nis, kau akan lihat bahwa pria yang kau puja selama ini adalah pria brengsek. Di situ kau akan sadar bahwa orang itu tidak pernah pantas untuk kau sukai. Dari dulu aku sudah memperingati kamu soal siapa Fawwas itu, tapi kamu selalu menyangkal. Bahkan selalu membelanya. Kita berteman lebih dulu, tapi kamu selalu menempel pada pria itu."
Arsyad meletakkan lengannya untuk menutupi mata. Bayangan Nisya melintas di pelupuk matanya. Hatinya berkedut saat mengingat wanita tersebut. Wanita yang sudah lama ia kenal itu, Arsyad ingin dia berada di sisinya untuk mendukungnya. Tapi pada kenyataannya mereka malah selalu berseberangan.
Malam semakin larut, Arsyad mulai terbuai dengan mimpinya. Ia melepaskan segala pikiran dan rencananya untuk esok. Ia mengistirahatkan tubuhnya yang sebenarnya lelah, namun sudah buah obsesi untuk menghancurkan Fawwas masih terus menggerogoti.
Sungguh sangat berbeda keadaan dengan pasangan suami istri yang baru saja mengikrarkan untuk mencoba menjalani hidup bersama. Sudah lewat tengah malam, tepatnya pukul 01.00, mereka masih terjaga. Selain karena anak mereka terbangun, memang mereka belum juga bisa memejamkan mata. Suasana canggung memenuhi kamar itu. Keduanya tidur bersebelahan namun hanya sama-sama diam.
Keadaan tersebut berlangsung lumayan lama. Ada mungkin sekitar setengah jam. Baik Fawwas maupun Aara tidak ada yang mau mencoba untuk berbicara terlebih dulu. Hingga pada satu waktu Fawwas yang memberanikan dirinya untuk bicara harus gagal karena Neida terbangun.
" Aish sayang, kenapa nangis hmmm ?"
Fawwas takjub dengan kecepatan gerak Aara. Padahal tadi dia masih ada di sisi Fawwas, tapi saat Neida bangun Aara sudah berdiri tepat di sebelah box bayi dan bahkan Neida sudah ada di gendongan Aara.
" Kenapa Nei, Ra?"
" Sepertinya dia harus Kak. Kak Fawwas tidur aja dulu, aku akan menyusui Neida."
Glek
Fawwas menelan saliva nya. Kata 'menyusui' itu tentu langsung membuat otaknya merespon cepat. Bayangan Aara yang sedang membuka pa yu daranya dan menempelkan pada bibir Neida muncul di kepalanya. Wajah Fawwas bersemu merah. Alih-alih berangkat tidur, Fawwas memilih untuk pergi ke luar kamar.
" Aku akan ke dapur sebentar, mengambil minum."
Tap tap tap
Aara mengerutkan alisnya, dia masih belum mengerti mengapa Fawwas keluar kamar dengan langkah yang sangat cepat. Hingga seberapa saat kemudian Aara menyadari suatu hal.
" Oh ya ampun, aku lupa. Aish ... "
Aara menepuk keningnya pelan. Berada dalam satu kamar otomatis mereka akan melihat kegiatan samu sama lain. Bukannya mereka belum pernah mengalami ini, akan tetapi kondisi sekarang tentu jauh berbeda dari sebelumnya. Jika waktu itu mereka berada di rumah kedua orang tua Fawwas, satu sama lain belum ada komitmen untuk bersama, maka sekarang ada. Oleh karena itu, suasana menjadi sedikit canggung dan aneh.
Di dapur Fawwas menarik kursi dan memilih untuk duduk di sana sebentar. Ia belum bisa mengontrol dirinya jika harus melihat bagian tubuh Aara yang tersembunyi itu.
" Uuuh, ini sama saja menyiksa diriku sendiri. Awalnya me,ang aku berniat untuk mencoba menerima kehadiran satu sama lain, tapi aku adalah pria normal. Jika terus melihat dada Aara saat menyusui Neida itu tentu membuat diriku tidak bisa mengontrol hasrat yang muncul."
Pikiran Fawwas jelas tidak salah. Dia adalah lelaki normal, maka tentu ia memiliki hasrat terhadap lawan jenis terlebih itu adalah istrinya. Apa lagi mereka memang berniat untuk menerima satu sama lain.
" Sabar Fa ... Aara, dia belum sepenuhnya menerima kamu. Maka dari itu hasrat mu harus bisa kamu tahan sampai istrimu menerima mu tanpa memiliki perasaan bersalah ataupun yang lainnya."
TBC
kita pasti bisa...
memang betul trauma seseirqng akan susah untuk di lupakan...memakan waktu...
itu juga ku alami sendiri,sampai skrng masih harus pergi kaunseling..untuk menyembuhkan rasa trauma yg sdh 2 thn lbh...hhuuuffzz.../Sweat/
skrng tugasmu untuk memulihkan keadaan...