NovelToon NovelToon
Revano

Revano

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Sari Rusida

"Revano! Papa minta kamu menghadap sekarang!"

Sang empu yang dipanggil namanya masih setia melangkahkan kakinya keluar dari gedung megah bak istana dengan santai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sari Rusida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

21

|Kabar Nathalie|

Revano berusaha menguasai emosinya. Dia terlihat sedang mengendalikan keterkejutan dalam dirinya, berusaha tetap tenang.

"Silahkan duduk." Revano menatap datar dua orang di hadapannya, meminta duduk.

Reno segera duduk di sebelah Revano, diikuti Tama yang berseberangan dengannya. Keadaan hening, beberapa saat.

"Apa kabar, Bang?" Reno bertanya, tersenyum lebar pada Revano.

"Baik." Singkat saja Revano menjawab.

"Apa Reyna tidak mengatakan padamu keberadaan Papa, Revano?" Tama bertanya, tatapannya mengejek.

Revano terdiam. Dia ingat, Reyna pernah mengatakan kalau Papa juga kembarannya ini ada di Kalimantan. Tapi Revano tidak pernah menduga kalau akan bertemu mereka sekarang, apalagi setelah pertemuan dengan pemimpin perusahaan di Jakarta.

"Oh, iya. Papa lupa. Reyna memang mengatakan Papa ke sini, tapi tidak mengatakan letaknya persis ada di sekitar kamu. Benar begitu 'kan, Revano?" Tama kembali bertanya, tatapannya masih sama.

Revano masih diam. Tidak berniat menimpali ucapan Papanya.

"Bang, Mama sakit. Dia mau ketemu Abang," ucap Reno membahas hal lain.

Revano mengalihkan pandangannya pada Reno. Berucap datar, "Aku tahu."

"Abang tahu?" Reno berucap girang, "Berarti Abang bersedia pulang dengan kita?"

Revano menggeleng pelan. "Katakan tujuan kalian kemari. Saya tidak bisa berlama-lama di sini."

Reno menghela nafas kecewa.

"Papa ada kejutan untuk kamu, Revano," Tama berucap dengan sangat berwibawa.

"Papa selalu punya kejutan untuk saya. Tidak perlu diberitahu, saya bisa menunggu kejutan itu," Revano berucap datar.

"Kamu jangan pernah bantu perusahaan Putra." Tama menatap Revano tajam, terpancar kebencian di sorot matanya.

"Setidaknya uang yang saya hasilkan halal," ucap Revano datar.

"Papa membiayai kamu dengan uang halal, Revano," Tama mendesis galak.

"Saya rasa Papa cukup membuang waktuku. Permisi." Revano segera berdiri dari duduknya dan berniat untuk keluar dari restoran itu.

"Papa sudah memberikan perusahaan itu untukku, Bang. Kumohon, Abang pulang. Kasihan Mama, Bang Van. Kasihan Mama," Reno mencekal tangan Revano, mengiba.

Revano menatap wajah kembarannya itu. Wajah mereka sangat berbeda. Dibilang kembar hanya karena lahir di rahim, bulan, tahun, bahkan tanggal yang sama. Lihatlah. Wajah mereka tidak mirip. Tidak identik sama sekali.

"Aku bisa mengunjungi Mama, tapi tidak untuk kembali." Revano memegang tangan Reno, berniat melepaskan tangan Reno dari tangannya.

"Mama butuh Abang. Apa yang membuat Abang harus pergi? Perusahaan itu biar aku yang mengurusnya, Abang bebas. Abang mau apa? Mendirikan perusahaan sendiri? Aku bisa membujuk Papa untuk memberikan modal untuk perusahaan yang Abang kembangkan nanti," Reno masih mengiba pada Revano.

"Bujuk Papamu untuk membatalkan perjodohannya."

Revano berhasil terlepas dari Reno. Reno terdiam, mencerna ucapan Abangnya. Dijodohkan? Kenapa Papanya tidak bilang? Satu-satunya alasan yang Tama berikan padanya adalah karena Revano tidak ingin meneruskan perusahaan Tama, hanya itu.

"Pa?" Reno menghadap Tama, butuh penjelasan.

Tama terdiam. Ia juga tidak menyangka Revano akan mengetahui niatnya yang ingin dijodohkan. Hanya istrinya-lah satu-satunya orang di rumah megah miliknya yang mengetahui perjodohan itu.

"Papa nggak tahu, Ren. Papa--"

"Kenapa Papa nggak bilang mau jodohin Bang Van?" Reno bertanya, sedikit kesal.

"Ini sudah perjanjian, Reno."

Reno menggeram keras. Papanya memang egois!

***

"Ini tiket untuk kamu, Revano. Penerbangan kamu sore ini, pukul tiga tepat." Putra tersenyum lebar, memberikan tiket pesawat untuk kepulangan Revano ke Surabaya.

Revano menerima tiketnya, berucap terimakasih.

"Penerbangan kamu dua jam lagi. Mau istirahat dulu?" Putra kembali bertanya.

Revano menggeleng.

"Baiklah. Kalau begitu, kamu bersedia berbincang sebentar dengan saya, Revano?" Putra bertanya, masih dengan senyum manisnya.

Revano mengangguk, ia tidak memiliki kegiatan lain.

"Selama kamu di sini, perusahaan saya berkembang pesat, Revano. Ide-ide yang kamu kemukakan sangat bermanfaat bagi perusahaan saya." Putra tersenyum, menatap wajah Revano.

Revano terdiam tidak menimpali.

"Kamu yakin tidak ingin menduduki posisi lebih tinggi di perusahaan saya? Saya bisa mempromosikan kamu menjadi asisten manager, atau kalau bisa menjadi asisten Bagas," ucap Putra, semangat.

Revano menggeleng, tersenyum tipis. Putra terlalu berlebihan.

Putra masih terus membahas pekerjaan. Sesekali bertanya tentang Risya, perkembangan perilakunya. Revano menjawab singkat, mengangguk, atau menggeleng.

Waktu hampir menunjukkan saat keberangkatan Revano. Mereka menyudahi pembicaraan.

"Revano, Risya putri saya satu-satunya. Dimas adalah orang yang baik. Saya berharap, kamu masih bisa terus membujuk dia agar bisa menerima Dimas."

Revano mengangguk, itu sudah tugasnya. Sekali lagi.

***

Di bandara, Revano tengah memperhatikan sekitar. Keadaan bandara sangat ramai. Pesawatnya akan take-off lima belas menit lagi. Pemberitahuan sudah berbunyi dari tadi.

Perlahan, Revano menarik kopernya. Dia datang ke sini tanpa membawa koper --bahkan hanya pakaian yang melekat di tubuhnya yang ia bawa, tapi pulang dari sini membawa barang.

Saat Revano sudah berada di dalam pesawat --ingin segera duduk, seseorang tanpa sengaja mendorong tubuhnya. Keduanya mengaduh pelan.

"Bang Van?"

Revano cukup terkejut. Reno kali ini ada di hadapannya. Wajahnya yang tadi terlihat pucat kini berbaur menjadi terkejut. Pun Revano.

"Abang mau pulang sekarang? Abang udah dapat kabar Mama masuk rumah sakit? Dari Reyna?" Reno bertanya. Wajahnya antara senang, khawatir, menjadi satu.

"Mama sakit?" Mata Revano membola.

•••

Di depan ruangan ICU terdapat perempuan cantik dan lelaki yang wajahnya terlihat begitu pucat, khawatir, takut.

Perempuan itu duduk di kursi tunggu dengan pandangan tidak fokus. Antara memperhatikan lelaki yang berdiri mondar-mandir di depan pintu ICU, juga memperhatikan orang lalu lalang di depannya.

Dua jam kedua manusia itu menunggu di depan ruangan ICU, tidak menampakkan tanda-tanda dokter segera keluar dari dalam. Keduanya tetap diam, tidak saling menyapa.

"Rifki! Bagaimana keadaan Mama?" Seseorang berlari dari koridor rumah sakit, berteriak.

"Bang Van? Akhirnya Abang pulang." Rifki, adik Revano itu memeluk sosok Abangnya yang tadi berteriak dari koridor.

"Rifki, Abang tanya, bagaimana keadaan Mama?" Revano kembali bertanya, melepaskan pelukan Rifki.

"Dokter belum keluar dari dua jam lalu, Bang." Rifki menyeka ujung matanya. Terharu dengan kehadiran Revano yang tidak terpikirkan olehnya.

"Kenapa Mama bisa masuk rumah sakit, Rifki?" Reno yang berada di belakang Revano ikut buka suara, bertanya.

"Tadi ..." Rifki melirik gadis yang kini berdiri dari tempatnya tadi. Gadis itu menunduk dengan tangan saling bertautan.

Revano mengikuti arah pandangan Rifki --juga Reno. Gadis yang baru ia ketahui keberadaannya itu kini berdiri di belakangnya, tepat.

"Risya?"

Terkejut. Tentu saja. Nyaris tidak bisa berkutik Revano dari tempatnya kala mengetahui gadis itu adalah Risya, anak dari majikannya.

"Abang kenal?" Rifki bertanya, menautkan alis.

Reno berusaha abai dengan keterkejutan Abangnya. Ia sudah melirik gadis itu, dan mengenalinya. Hanya Revano-lah yang benar-benar tidak menyadari keberadaannya tadi.

Risya dengan pelan mengangkat wajahnya, menatap Revano.

"Maaf." Sedetik kemudian Risya kembali menundukkan wajahnya.

***

Siang itu, saat kepulangan Revano yang diberitahu Putra, Risya berencana akan menjemput Revano di bandara. Bukan tanpa alasan, selain karena Risya 'rindu' dengan Revano, juga karena janji dengan Dimas untuk jalan-jalan yang membuat Risya ingin menjemput Revano.

Jadi, ceritanya Risya kabur dari rumah karena ingin menjemput Revano. Dia berlari dengan lumayan kencang karena takut Mamanya akan mengetahui kepergiannya nanti. Janji dengan Dimas tentu termasuk rencana Mamanya.

Saat Risya berlarian di trotoar pinggir jalan, matanya kurang awas untuk memperhatikan perempuan paruh baya dengan anak lelakinya yang juga tengah berjalan di trotoar.

Risya menabrak perempuan itu --Nathalie-- lumayan kencang. Nathalie yang kondisinya memang kurang fit tidak bisa menopang tubuhnya dengan benar. Wanita paruh baya itu terjatuh, dan seketika pingsan.

Rifki berteriak memanggil Mamanya, tidak ada sahutan. Risya berulang kali meminta maaf, ia tidak sengaja. Bibir gadis itu bergetar karena ketakutan.

Tanpa memperdulikan Risya --orang asing baginya-- Rifki segera membopong tubuh Nathalie. Berteriak di pinggir jalan, meminta taxi berhenti.

Nathalie dan Rifki baru saja dapat telepon dari Reno, katanya mereka berhasil menemukan Revano. Nathalie tidak sabar, ia rindu putra sulungnya. Segera saja ia meminta Rifki untuk mencari alternatif apa saja agar dia bisa menemui Revano, secepatnya.

Dan akhirnya itulah. Rifki berdiri khawatir di depan ICU, Risya duduk termenung di kursi tunggu, sampai kehadiran Revano dan Reno.

***

"Maaf, Pan. Maaf." Risya tergugu dengan wajah menunduk, tangan saling bertautan.

"Aku nggak sengaja, Pan. Aku nggak berniat nabrak. Aku nggak sengaja buat Mama kamu masuk rumah sakit. Aku nggak lihat," lirih Risya tanpa berani menatap Revano.

Mereka berdua tengah berada di bawah pohon, di pinggir danau tempat yang pernah mereka berdua kunjungi. Revano terdiam, menatap Risya.

Risya baru saja menjelaskan secara detail alasan Nathalie masuk rumah sakit --tanpa menjelaskan alasan Nathalie dan Rifki ada di luar, karena dia tidak mengetahuinya.

Revano dengan ragu mengusap rambut Risya, membuat gadis itu mendongak.

"Ini bukan salah kamu."

Senyum Risya mengembang. Revano hanya diam sedari tadi, Risya kira ia marah. Tapi, setelah mendengar Revano mengatakan kata 'kamu' dari bibirnya langsung, Risya yakin Revano memang tidak marah padanya.

"Aku tadi buru-buru, Pan. Terlalu bersemangat mau nunggu kamu pulang," ucap Risya --kini sudah berani menatap Revano.

Revano menoleh, menatap Risya. Tersenyum kecil, kemudian menggelengkan kepalanya.

"Katanya ada janji sama Dimas. Seharusnya--"

"Aku maunya ketemu kamu, Pan," potong Risya cepat.

"Nggak boleh gitu. Seharusnya kamu temenin Dimas, bukan nunggu aku pulang. Aku cuma bodyguard kamu, Risya. Dimas calon tunangan kamu," Revano berucap hati-hati, mencoba memberikan pengertian pada Risya.

"Tapi aku nggak kenal dia. Nggak nyaman juga deket-deket sama Dimas," ucap Risya pelan sambil memperhatikan daun-daun yang berguguran di sekitarnya.

"Kamu dulu nggak kenal aku, 'kan? Nggak nyaman aku selalu ngikutin kamu, iyakan?" Revano kembali membujuk Risya.

Risya menghela nafas pelan, ini beda.

Keadaan hening beberapa saat.

"Keadaan Mama kamu ... gimana?" Risya bertanya, suaranya pelan.

"Baik. Kata Dokter, Mama nggak pa-pa. Kamu nggak perlu khawatir, apalagi masih merasa bersalah," ucap Revano, tersenyum tipis.

Risya mengangguk, pertanyaan itu hanya untuk basa-basi. Risya memang merasa bersalah, tapi mendengar Revano tidak berubah bicara padanya, ia jadi tidak khawatir.

Keadaan kembali hening.

"Pan ...."

Revano berdehem pelan, menoleh pada Risya.

"Orangtua kamu ke sini ..." Risya berhenti berucap, seperti ragu untuk melanjutkan ucapannga.

Revano kembali berdehem.

"Kamu ... dulu kabur?" Risya bertanya, menghembuskan nafas lega. Akhirnya pertanyaan pertama lolos juga.

Revano terdiam sebentar, kemudian berdehem diikuti dengan anggukan.

Risya mengangguk. Pikirannya semakin berkecamuk melihat respon Revano.

"Kenapa?" Revano bertanya. Ia merasa Risya ingin kembali bertanya hal lain. Namun, seperti ditahan.

"Orangtua kamu udah nemuin kamu ...."

Revano mengangguk, menunggu kelanjutan ucapan Risya.

"Apa kamu bakal disuruh pulang, dan ...."

"Dan?" Revano mengernyit, bertanya mendesak.

"Dan ngelanjutin perjodohan kamu?" Risya memejamkan matanya. Pertanyaan keduanya akhirnya lolos juga.

••••

Bersambung

1
Roxanne MA
keren thor aku suka
Roxanne MA
lucu banget jadi cemburuan gini
Roxanne MA
bagus banget ceritanya ka
Nami/Namiko
Emosinya terasa begitu dalam dan nyata. 😢❤️
Gohan
Bikin baper, deh!
Pacar_piliks
iihh suka sama narasi yang diselipin humor kayak gini
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!