Malam itu di sebuah ruang VIP karaoke, seorang CEO perusahaan besar sekaligus pemilik tempat hiburan malam, merenggut kesucian Nisa dalam keadaan mabuk.
"Sakit Andreassss,,,,!!" Teriak Nisa.
Pikirannya kalut dengan kejadian mengenaskan yang sedang menimpanya.
"Hentikan.!! Kau ib liss.!! Lepaskan aku.!!"
Nisa begitu frustasi dengan kejadian itu. Kebencian dan rasa sakitnya pada Andreas, membuat Nisa bertekad untuk membalas dendam pada laki - laki yang telah merenggut paksa kesuciannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
"Apa yang kamu lakukan Andreas,,?" Nisa melangkah mundur. Dia takut sendiri melihat tatapan dalam Andreas yang di arahkan padanya.
Takut laki-laki itu akan mengulangi kesalahannya beberapa waktu yang lalu.
Apalagi saat ini dia hanya berduaan dengan Andreas di apartemen. Tak menutup kemungkinan Andreas akan berbuat sesuatu padanya.
Meski di tegur, laki-laki itu masih saja menatap Nisa dengan lekat. Membuat Nisa ikut menatap tubuhnya sendiri dari ujung kaki sampai atas. Da merasa tidak ada yang aneh, atau sesuatu yang menggoda iman Andreas. Karna saat ini Nisa memaksa pakaian yang cukup tertutup.
Dia memakai baju tidur dengan celana panjang dan baju lengan pendek.
"Ndre,, kamu membuatku takut." Tegur Nisa lagi. Kali ini dia menggerakkan tangannya tepat di wajah Andreas, dan barulah laki-laki itu menatapnya dengan tatapan biasa.
"Kamu cantik,," Pujinya lalu mengusap pucuk kepala Nisa dan mengukir senyum.
"Baru jam 6, kenapa sudah bangun.?"
Andreas bergeser untuk mengambil gelas dan mengisinya dengan air minum.
"Kita harus sarapan kan.? Jadi aku bangun lebih awal untuk memasak." Jawab Nisa.
"Nanti sore kita akan menikah, sebaiknya kamu jangan terlalu lelah. Aku bisa pesan makanan untuk sarapan." Kata Andreas setelah meneguk minumnya hingga tak tersisa.
"Sebaiknya kita tidur lagi karna nanti siang sudah harus ke hotel."
Tangan Andreas tiba-tiba merangkul pinggang Nisa, menariknya pelan hingga wanita itu menempel padanya.
"Mau tidur di kamarku.?" Ajak Andreas. Dia mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda Nisa.
"Jangan bercanda, kita belum menikah." Nisa menolak halus, dia melepaskan pelan tangan Andreas dari pinggangnya.
"Kapan terakhir kali kamu tidur dengan keluargamu.?" Tanya Andreas. Dia menggiring Nisa untuk duduk di depan meja makan.
"Beberapa bulan yang lalu sebelum Nenek meninggal."
Jawab Nisa sembari duduk di samping Andreas.
Melihat Andreas yang terlihat serius untuk berbicara dengannya, Nisa jadi tertarik untuk meneruskan obrolan dan mendengarkan apa yang ingin Andreas katakan selanjutnya.
"Lalu dengan orang tuamu.?" Tanya Andreas lagi. Sepertinya tak hanya Nisa saja yang tertarik dengan kehidupan Andreas, tapi laki-laki itu juga sepertinya mulai tertarik untuk mencari tau tentang masa lalu Nisa.
"Mungkin 10 tahun yang lalu sebelum Papa dan Mama meninggal." Nisa mengukir senyum di balik kerinduan yang mendalam pada kedua orang tua dan Neneknya. Saat ini hidupnya memang benar-benar sebatang kara. Dia hanya memiliki Mella.
"Aku tau bagaimana rasanya, sangat sakit dan kesepian bukan." Andreas mengukir senyum menyayat hati.
"16 tahun aku merasakan hal yang sama." Tuturnya.
"Sejak Mama harus tinggal di rumah sakit untuk terapi penyembuhan selama 1 tahun sebelum akhirnya menjadi penghuni rumah sakit jiwa." Andreas tersenyum getir. Ada banyak emosi yang berkecambuk dari sorot matanya. Antara sedih, marah, sakit hati dan penyesalan.
"Kau tau kenapa aku dan Papa tak pernah bisa bicara baik-baik.?" Tanya Andreas.
Nisa langsung menggelengkan kepalanya. Walaupun dia sebenarnya tau permasalahan di antara mereka, namun Nisa tak tau pasti kenapa seorang anak dan ayahnya selalu berbicara dengan tatapan peperangan.
"Karna sejak Papa tau bahwa aku terlahir atas kesalahan yang di perbuat oleh Mama, dia tak pernah bersikap baik padaku." Laki-laki Andreas mengukir senyum yang menyayat hati.
"Dia memperlakukan dan memandangku tak lebih dari anak seorang pela -cur." Kali ini tatapan dana senyum di bibir Andreas menunjukkan kebencian dan amarah yang mendalam pada sosok sang Papa.
"Dia menjadikanku bumi, namun menjadikan Devan sebagai langit."
"Padahal dia tau bahwa aku juga darah dagingnya."
Nisa tertegun. Ikut merasa hanyut dalam kesedihan yang di rasakan oleh Andreas. Apa lagi dia bisa melihat perlakuan yang sangat berbeda dari Tuan Chandra pada Andreas dan Devan.
Bukankah sangat menyakitkan, diperlakukan berbeda oleh orang tua kandung sendiri.
Entah sehancur apa perasaan Andreas, namun laki-laki bisa menyembunyikan semuanya dan seolah dia baik-baik saja.
"Kalau aku tidak bisa memberikan keuntungan pada perusahaan, mungkin sejak dulu aku sudah di dendang pergi dari kehidupan mereka." Sambungnya. Andreas tersenyum sinis. Terlihat semakin muak dengan sang Papa.
"Kau tau Nisa.? Aku lebih unggul dalam memimpin dan mengelola perusahaan di banding dengan Devan."
"Aku yang membuat perusahaannya semakin besar seperti sekarang."
"Tapi secuilpun tak ada belas kasihan padaku."
"Dia memperlakukanku seperti orang asing."
Andreas lalu terkekeh.
"Terkadang aku bingung kenapa Mama bisa menaruh hati pada iblis itu."
"Bahkan binatang saja memperlakukan anaknya dengan baik."
Nisa menarik nafas dalam. Andreas yang mengalami semua kepedihan itu, namun dadanya yang terasa sesak.
Nisa membayangkan bagaimana jika dia yang berada di posisi Andreas, mungkin tak akan sekuat dia.
"Heyy,, kamu mau menangis.?" Tegur Andreas sembari mengusap lembut pipi Nisa.
"Aku baik-baik saja. Kamu tau aku nggak butuh belas kasihan." Ucapnya.
Nisa hanya diam saja, tapi beberapa detik berikutnya, dia langsung menghambur ke pelukan Andreas. Mendekap erat tubuh pria itu tanpa ada rasa takut seperti biasanya saat bersentuhan dengannya.
"Aku tau bagaimana perasaanmu."
"Bagaimana bisa kamu bertahan sejauh ini." Ucap Nisa dengan suara yang bergetar. Dia benar-benar hanyut dalam kisah hidup Andreas yang menyedihkan.
Mungkin memang dia mengurungkan niatnya untuk balas dendam pada Andreas. Hidupnya sudah cukup menyakitkan untuk menerima luka yang baru.
Mendapat pelukan dari Nisa, Andreas hanya diam saja. Tak membalas pelukannya dan hanya menatap jauh dengan pandangan mata menerawang.
alurnya menarik...
konfliknya buat emosi naik turun...
ga bs berhenti baca...penasaran terus...
jadi dendam mana yang didustakannnnn....👍👍✊️