Dara anak seorang pembantu di jodohkan dengan seorang pewaris tunggal sebuah perusahaan karena sebuah rahasia yang tertulis dalam surat dari surga.
Dara telah memilih, menerima pernikahannya dengan Windu, menangkup sejumput cinta tanpa berharap balasannya.
Mampukah Dara bertahan dalam pernikahannya yang seperti neraka?
Rahasia apa yang ada di balik pernikahan ini?
Mampukah Dara bertahan dalam kesabaran?
Bisakah Windu belajar mencintai istrinya dengan benar? Benarkah ada pelangi setelah hujan?
Ikuti kisah ini, dalam novel " Di Antara Dua Hati"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Suesant SW, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28 MENANGIS TANPA SUARA
Dara membuka matanya, mendapati dirinya di dalam ruangan serba putih, di tangannya melekat selang infus.
Orang yang pertama kali dilihatnya adalah Windu.
Wajah itu terlihat cemas memandang kepadanya
"Kamu sudah sadar?" Tanya Windu dengan suara yang lega.
Dara tidak menjawab, matanya beralih ke dokter yang berdiri di depannya.
Dokter laki-laki itu tersenyum padanya,
"Ibu baik-baik saja, ibu hanya perlu istirahat satu malam di sini, sampai besok." Kata sang dokter.
"Satu malam?" Dara mengernyit dahinya, selangkangannya terasa sakit.
"Apakah aku tidak apa-apa...? " Tanya Dara sambil meringis, dia ingat kejadian sebelum dia tak sadarkan diri. Windu menggendongnya ke mobil di antar oleh sopir pribadi, dan yang paling jelas dia ingat sepanjang jalan Windu memeluknya.
Ketika dia di naikkan ke brankar, dia tak ingat apa-apa lagi kecuali lorong rumah sakit yang berputar-putar. Dan langit menjadi gelap.
"Ibu tak apa-apa." Dokter itu saling pandang dengan Windu, seperti bingung untuk mengatakan sesuatu.
"Apakah bayiku baik-baik saja?" Sekarang Dara tak perduli lagi, soal menjaga rahasia ini dari Windu, dia hanya ingin tahu apakah yang terjadi padanya tadi berpengaruh terhadap bayi yang sedang di kandungnya.
"Saya sudah menjelaskan pada suami ibu perihal hal ini, nanti bapak bisa berbicara dari hati ke hati dengan Ibu." Kata pak dokter itu dengan bijak, melihat wajah Dara yang terlihat sangat kuatir.
Dara mengalihkan pandangannya kepada Windu, yang di pandangi itu hanya diam, wajah itu begitu muram dan tak bisa di raba.
"Malam ini, bapak dan ibu bisa beristirahat di sini, besok pagi saya cek lagi, jika tidak apa-apa, Ibu bisa di rawat di rumah." Dokter itu pamit pada mereka.
Sekarang hanya ada Windu dan Dara di dalam kamar VVIP sebuah rumah sakit yang Dara tak tahu rumah sakit mana.
Windu berdiri di samping tempat tidur Dara, tak bergeming memandang perempuan itu.
"Kenapa kamu tidak mengatakan kalau kamu sedang hamil?" Tanya Windu dengan suara parau.
Dara tak menjawab, matanya lurus memandang kepada Windu, nyeri di bagian bawahnya sudah berkurang, rasanya sedikit kebas.
"Kamu belum menjawabku, apakah bayiku baik-baik saja?" Dara balik bertanya.
"Dara..." Windu menyahut dengan enggan, dia seolah begitu berat menjawab.
"Bayi kita tidak selamat..." Suara itu bergetar dalam penyesalan yang luar biasa.
Dara menatap Windu tak berkedip dari tempatnya terbaring, jawaban itu seperti halilintar yang menyengat jiwanya.
Air matanya meleleh seketika, dia tidak lagi histeris atau meraung-raung seperti ketika dia terduduk di depan Windu.
Dara hanya diam, bibirnya gemetar, tubuh menjadi kaku dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Tidak ada sakit yang lebih dari ketika kita menangis tapi tak menyadarinya. Tidak ada yang lebih dari perasaan terluka tapi rasanya dunia hampa dan mati rasa.
Sakit yang tidak lagi bisa di maknai, itulah sakit yang paling tinggi.
Dara menangis tanpa suara.
"Kenapa kamu tidak mengatakan padaku, kamu sedang hamil Dara?"
Pertanyaan Windu tak lagi bisa di dengarnya dengan jelas. Hatinya serasa hancur, duniaanya perlahan-lahan seperti runtuh.
Dara membalikkan badannya perlahan ke arah tembok putih ruangan itu, membelakangi Windu yang masih menatapnya seperti patung dalam seribu sesal yang tak bisa di ungkapkan.
...***...
Windu duduk di sofa pinggir ruangan kamar rumah sakit yang ditempati Dara. Dia duduk di sana bersandar dengan mata yang sama sekali tak terpejam meski subuh telah menjelang.
Dara masih tak bergerak di tempatnya, membelakanginya sepanjang malam, sedari Windu mengatakan bayinya tak selamat.
Windu tak tahu sebesar apa kesedihan Dara untuk kehilangannya, kenapa Dara tak bersuara sedikitpun. Dia lebih senang jika Dara meluapkan semua emosinya, menangis sejadi-jadinya, atau berteriak marah padanya dengan begitu dia bisa menenangkannya, mengatakan apapun padanya untuk meringankan perasaannya.
Tapi Dara hanya diam tak bersuara, tak mengatakan apa-apa.
Windu ingat bagaimana terkejutnya ketika dokter Pram itu tadi mengatakan,
"Bayi bapak mungkin tidak bisa kami selamatkan."
"Bayi?"
"Ya, sepertinya janin yang ada di rahim istri bapak mengalami keguguran." Windu sekarang baru mengerti mengapa Dara tak henti mengatakan "Bayiku...bayiku..." Pada Saat dia memeluknya sepanjang jalan di mobil. Tubuh Dara menggigil dan begitu lemah, sepertinya dia juga sedang tidak enak badan pada waktu bersamaan. Dikiranya Dara hanya sekedar meracau tak jelas meskipun dia jelas berdarah. Tapi Windu berfikir akibat terjatuh mungkin ada bagian tubuhnya yang terluka atau tergores sesuatu.
Tapi, mendengar Dara sedang hamil, itu sebuah kejutan yang luar biasa. Rasa bersalah dan berdosa semakin menyergapnya sampai ke ubun-ubun.
Seharusnya dia tahu Dara sedang hamil anaknya, seharusnya Windu tak begitu keras menekan Dara dalam situasi istrinya itu sedang mengandung.
Windu merasa begitu sedih memikirkan, Dara yang bersikeras akan menceraikannya demi permintaannya yang tak masuk akal.
Dan meskipun Dara tahu dia sedang hamil bahkan dia tetap ingin berpisah darinya.
Setelah dilakukan operasi kuretasi, untuk membersihkan rahim Dara, dokter memanggil Windu sekali lagi,
"Apakah karena istri saya terjatuh tadi, maka dia mengalami keguguran?"
Dokter Pram tersenyum menenangkan Windu yang tampak cemas dan merasa bersalah. Dia takut sekali, akibat perbuatannya telah membunuh bayi yang ada di rahim Dara.
"Istri bapak memang sedang mengandung hampir tiga bulan, tapi benturan tidak merupakan pemicu utama keguguran istri bapak."
Dokter Pram menjawab dengan suara tenang.
"Istri bapak mengalami abortus inkomplit, dimana terjadi keguguran tetapi tidak seluruh janin ikut luruh. Masih ada sisa-sisa jaringan kehamilan yang tertinggal di dalam. Jadi tadi kami harus membersihkan sisa jaringan yang masih tertinggal di rahim ibu." Lanjut dokter Pram kemudian.
"Abortus inkomplit?" Windu terpana mendengar hal asing tersebut.
"Iya, pak...penyebab abortus atau keguguran ini pada intinya adalah karena janin tidak berkembang sempurna di dalam rahim. Janin di dalam kandungan ibu memang tidak berkembang sesuai harapan dan usia kehamilannya. Kemungkinan ini terjadi bisa karena kelainan genetik ataupun masalah plasenta yang tidak melekat dengan baik di dinding rahim ibu dan asupan gizi yang tidak tersuplai dengan baik diterima oleh janin. Jadi , meskipun tidak terjadi benturan sekalipun janin ini mungkin tetap akan gugur dengan sendirinya."
Windu tercengang mendengarnya, dia semakin merasa seperti tertampar, sikapnya yang berlebihan kepada Dara mungkin adalah salah satu penyebab bayi yang dikandungnya tidak terawat dengan baik.
"Pasien dengan abortus inkomplit akan merasakan sakit perut dan perdarahan parah. Umumnya, selaput ketuban pecah terlebih dahulu, kemudian mulut rahim pun terbuka dan akhirnya menipis. Tapi pada dasarnya, setelah di bersihkan tadi, istri bapak akan segera pulih kembali."
"Apakah istri saya akan baik-baik saja?" Windu bertanya dengan nafas tertahan.
"Istri bapak akan baik-baik saja, hanya saja untuk kehamilan selanjutnya mungkin harus di jeda dulu sampai rahim ibu pulih benar. "
"Istri saya bisa hamil lagi?"
"Tentu saja. Bapak Jangan khawatir, meski pernah mengalami abortus inkomplit, bapak dan ibu masih bisa segera merencanakan kehamilan lagi.
Setelah mengalami keguguran, istri bapak tetap dapat hamil dengan normal dan sehat. Namun, disarankan untuk menunggu masa menstruasi normal kembali."
Windu tidak mencemaskan hal itu, tapi dia lebih mencemaskan bagaimana cara menjelaskan kepada Dara, sedangkan istrinya itu tidak mau berbicara lagi dengannya.
(Yukkkk....di Vote dong, like, dukungannya ya author harapakan selalu🤗🤗🤗🌹🌹🌹 Doakan Author sehat selalu untuk kembali menulis rutin, salam sayang buat semua readers❤️)
...Terimakasih sudah membaca novel ini❤️...
...VOTE, LIKE dan KOMEN kalian selalu author nantikan😊...
...I love you all❤️...
Terimakasih
Rangkaian katanya indah tapi mudah dimengerti.
Karakternya tokoh2nya kuat,
Alurnya jelas, jadi tidak melewatkan 1 kalimatpun,
Sekali lagi Terimakasih 🙏🙏🙏🙏🙏
author pandai merangkai kata.
tapi tak pandai memilih visual windu, ga cocok tor sama dara haha maap ya tor 🙏