Hanya kisah sederhana yang menceritakan tentang kehidupan rumah tangga dua anak manusia yang memiliki perbedaan usia yang sangat jauh berbeda.
Walaupun dengan perbedaan usia yang sangat jauh itu, mereka tetap saja saling jatuh cinta. Dan sama-sama berusaha untuk menjaga kesucian cinta mereka.
Si pria dewasa yang bertingkah seperti bocah, dengan sikap posesif dan pencemburunya. Dan si Gadis Kemarin Sore yang bertingkah sok dewasa.
Mereka diibaratkan bagaikan dua sayap dari satu ekor burung. Patah satu sayap saja, maka seekor burung pun tidak bisa terbang dengan satu sayap lainnya. Begitulah mereka, saling menyayangi, saling merawat dan saling menjaga, agar tidak ada sayap yang patah, dan agar seekor burung bisa tetap terbang sesuai dengan keinginan hatinya.
Om Posesif Itu, SUAMIKU!
________
Ig: Ichaannisaamanda
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icha Annisa Amanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PENJELASAN
...🕊️ Episode 30🕊️...
..."Ya Allah. Hamba berserah pada-Mu. Sungguh, Engkau lebih mengetahui apa yang terbaik untuk Hamba-Mu ini. Dan Hamba percaya Recana-Mu jauh lebih baik dari semua rencana yang ada."...
Aku duduk di atas sajadah. Membaca Alquran. Sampai adzan subuh terdengar dan Om Zidan masuk ke dalam kamar.
"Sayang?" Dia mengelus kepalaku. Membuat aku mendongak untuk menatapnya.
"Maaf aku ketiduran di ruang kerja!" ucapnya. Mungkin dia bisa melihat ada sebuah pertanyaan yang sangat butuh jawaban dari caraku menatapnya.
"Hanya itu?" Aku masih berharap dia menjelaskan semuanya. Tanpa aku banyak meminta ataupun memaksa dia menjelaskannya.
"Iya." Dia mengangguk pelan lalu duduk di hadapanku.
"Yakin? Hanya itu yang harus Om Zidan jelasin ke Manda?"
Air mataku sudah berlinang. Tapi sekuat mungkin aku menahan agar ia tidak menetes membasahi pipi ini.
"Manda capek, Om. Manda capek dicukein terus kayak gini. Kalo Manda ada salah, Om Zidan lebih baik tegur Manda. Atau kalo perlu pukul aja Manda. Tapi jangan pernah cuekin Manda!!"
Oh sial. Air mataku tidak bisa tertahan lagi.
"Manda nggak tau apa yang sedang Om Zidan sembunyiin selama ini dari Manda. Tapi Manda harap. Apapun itu. Itu bukanlah hal yang akan menjadi penyebab kita berpisah!" Aku menyeka air mataku. Bangkit, lalu berlari menuju kamar mandi untuk meluapkan tangisan yang sudah tidak kuat lagi untukku tahan.
"Manda!" Om Zidan mengerjarku. Mengetuk pintu kamar mandi dan memintaku untuk keluar.
"Oke. Aku akan jelasin semuanya. Aku janji, Sayang..."
Aku masih saja bersandar di dinding kamar mandi. Sama sekali tidak berniat untuk membuka pintu kamar mandi ini.
"Manda? Sayang? Aku minta maaf. Aku nggak pernah lupain kamu Sayang. Aku cuman mau kamu fokus belajar untuk ujian dulu. Buka dulu pintunya. Kita selesain baik-baik..."
"Fokus belajar? Apa hubungannya dengan Om Zidan yang cuekin aku selama ini?" Gumamku. Aku tau Om Zidan tidak mendengar apa yang aku katakan tadi. Tapi setidaknya. Semua yang ingin kukatakan selama ini bisa keluar.
"Sayang? Ayo, buka pintunya. Kita bicara baik-baik ya? Manda?" Om Zidan terus mengetuk pintu kamar mandi. Meminta aku membukanya. Dan memberikan dia kesempatan untuk menjelaskan semuanya.
Akhirnya, karena aku bukan tipe wanita keras kepala. Aku pun mengalah dan membuka pintu kamar mandi. Namun aku menolak saat Om Zidan mau memelukku.
"Jangan sentuh Manda. Sebelum Om Zidan jelasin semuanya!!!"
"Baiklah." Dia menyembunyikan tangannya di balik punggung. Lalu melangkah mundur sambil terus menatapku.
Mataku mengikuti setiap gerakan Om Zidan. Sampai dia berjongkok di depan meja rias dan mengambil sesuatu dari dalam laci.
"Sebenarnya saat ini belum waktu tepat. Tapi nggak papa. Demi kamu, demi menjaga kepercayaanmu!"
Om Zidan tiba-tiba berlutut di hadapanku. Ia menatapku dengan raut wajah penuh penyesalan.
"Manda, aku pernah bilang. Kalo aku akan mengesahkan pernikahan ini secara hukum negara. Agar tidak ada lagi penghalang di antara kita. Aku ingin Negara mengakui pernikahan kita. Jadi, apakah kamu masih bersedia untuk menikah denganku lagi?"
Om Zidan membuka kotak cincin yang ia ambil dari laci. Dan bodoh! Cincin pernikahan itu ternyata untuk kami. Cincin yang Om Zidan pegang sekarang adalah cincin yang sama dengan yang ada di foto tadi.
"Aku cuek sama kamu. Karena aku mau kamu benar-benar fokus belajar. Bukan fokus ngebucin sama aku. Aku sering telat pulang atau bahkan pulang malem. Karena aku ngurusin semua persiapan pernikahan. Mulai dari data, tempat dan juga dekorasi. Aku hanya ingin memberikan yang terbaik untukmu di hari spesial kita. Oleh sebab itu, aku yang langsung ngurus semuanya. Hanya itu, Manda. Aku nggak punya alasan lain untuk cuek ke kamu. Jika hal itu bukan hal yang baik buat kamu, Sayang."
Aku ikut berlutut, dan langsung memeluk Om Zidan. Bisa-bisanya aku meragukan cinta dan kesetiaan Om Zidan padaku. Bisa-bisanya secepat itu aku mengambil kesimpulan yang buruk tentang suamiku! Bodoh sekali aku!
"Aku nggak pernah lupain kamu Sayang. Bahkan aku yang lebih tersiksa dengan bersifat cuek padamu. Aku yang lebih tersiksa, Manda!!"
"Ya. Maafin Manda... Manda yang egois. Manda yang bodoh! Manda yang salah!"
Om Zidan mengeratkan pelukannya. Ia benar-benar mendekap tubuhku dengan seluruh cinta. Berikan rasa nyaman di dada.
"Jangan nyalahin diri kamu sendiri, Sayang. Aku yang salah. Mungkin aku sudah kelewatan sama kamu. Jadi tetap aku yang salah di sini!" Tegas Om Zidan. Dia menyeka air mataku. Mencium kening, kelopak mata dan juga sudut bibirku.
"Udah, ya. Jangan sedih lagi, ya?"
Aku balas mengeratkan pelukanku. Sambil menyesali kebodohan yang sudah aku lakukan selama ini.
"Ingat. Aku nggak akan lupain kamu, Sayang. Nggak akan bisa!"
"Ya, Manda akan ingat itu!"
"Gadis Pintar." Om Zidan mengelus kepalaku yang bersandar pada dada bidangnya. Ia terus mengelus dan kadang mengecup pucuk kepalaku.
"Ya udah. Sekarang kamu mandi dulu. Biar aku siapin sarapan di bawah. Atau mau mandi bareng?"
Hah? Mandi bareng? Sepagi ini?
"Hehehe.... Manda mandi sendiri aja." Aku tersenyum malu saat menatap wajahnya.
"Silahkan." Om Zidan melepaskan tubuhku. Membiarkan aku pergi ke kamar mandi. Aku menoleh sebelum masuk. "Makasih ya, Sayang."
Sekali lagi aku berlari memeluknya. Memberikan sedikit sentuhan hangat di bibirnya. "Terimakasih untuk semuanya!"
"Kembali kasih, Sayang!" Om Zidan mengusap kepalaku lagi. Lalu meminta untukku segera bersiap-siap, jika tidak ingin telat.
...****************...
Senyum tak pernah pudar dari bibirku, setelah mengetahui semua fakta yang Om Zidan sembunyikan selama ini. Bahkan sekarang, aku sudah tidak sabar menunggu kapan hari esok datang.
Aku terus berharapan setiap detik, menit dan jamnya. Berharap kebahagian itu berpihak lagi padaku. Hadir lagi memberikan warna pada kehidupan yang sempat buram ini.
Tangan Om Zidan menyentuh pipiku. Netra hitamnya menatapku dengan penuh kehangatan. "Semangat ya, Sayang. Lakukan yang terbaik untuk dirimu sendiri."
Aku terpejam saat bibirnya menyentuh keningku. Hangat. Kecupannya terasa begitu hangat. Membuat aliran darahku mendesis panas.
"Aku mencintaimu, Manda!"
Terdengar begitu tulus. Seolah kalimat itu diucapkan langsung dari hati ke hati.
"Manda juga cinta banget sama Om Zidan!"
Dia tersenyum, lalu menurunkan tangannya. "Aku akan menjemputmu nanti."
"Iya, hati-hati di jalan!"
Aku melambaikan tanganku menatap mobil yang melaju menjauh itu. Seindah ini ternyata rasa mencintai orang yang juga mencintai kita. Tapi juga akan ada rasa sakit yang tidak bisa diungkapkan lagi apabila dia sudah membuat kita kecewa.
Dan aku berharap. Semoga Om Zidan tidak pernah melakukannya padaku. Tidak akan pernah mengecewakan dan menghancurkan kepercayaanku.
Salam kenal untuk authornya.