Zahira terpaksa menerima permintaan pernikahan yang diadakan oleh majikannya. Karena calon mempelai wanitanya kabur di saat pesta digelar, sehingga Zahira harus menggantikan posisinya.
Setelah resepsi, Neil menyerahkan surat perjanjian yang menyatakan bahwa mereka akan menjadi suami istri selama 100 hari.
Selama itu, Zahira harus berpikir bagaimana caranya agar Neil jatuh cinta padanya, karena dia mengetahui rencana jahat mantan kekasih Neil untuk mendekati Neil.
Zahira melakukan berbagai cara untuk membuat Neil jatuh cinta, tetapi tampaknya semua usahanya berakhir sia-sia.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Ikuti terus cerita "100 Hari Mengejar Cinta Suami" tentang Zahira dan Neil, putra kedua dari Melinda dan Axel Johnson.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.29 - Couvade Syndrome
Setelah Axel berangkat bekerja, Melinda langsung bersiap. Untungnya, Axel tak pernah curiga—bahkan tak pernah menempatkan pengawal untuk membuntutinya. Biasanya ke mana pun Melinda pergi, Axel akan ikut. Tapi kali ini, dia akan pergi sendiri.
Dengan tas ransel berisi tiga baju dan tas selempang untuk ponsel serta dompet, Melinda bersiap menuju bandara. Sebelumnya, ia harus mengisi e-money dan menarik tunai.
"Baiklah, semua siap. Waktunya berangkat," gumamnya sambil melirik notifikasi ponsel. Taxi online yang ia pesan sudah hampir tiba.
"Nyonya, mau ke mana?" tanya Hera, pelayan rumah itu.
"Biasalah," jawab Melinda singkat. Hera hanya mengangguk—biasanya berarti kumpul arisan dengan Ameera, Freya, dan yang lainnya.
"Tolong jangan bilang siapa-siapa ya."
"Siap, aman, Nyonya," sahut Hera sambil mengacungkan jempol.
Melinda mengembuskan napas lega dan berjalan ke depan rumah. Satpam membuka pintu tanpa bertanya—mengira sang nyonya hendak jalan-jalan seperti biasa.
****
Di tempat lain, Zahira tengah menunggu nomor antrean di klinik. Ia duduk bersama Jasmine dan Rosma. Jasmine anteng memeluk dua bonekanya.
"Maaf, jadi lama nunggu," ucap Zahira pada Rosma, merasa tidak enak hati.
"Tidak apa-apa. Dulu saya juga begitu. Santai saja, Zahira," balas Rosma sambil tertawa kecil.
"Masih lama, Nek?" tanya Jasmine sambil menatap neneknya.
"Sebentar lagi," jawab Rosma.
Lima menit kemudian, nama Zahira dipanggil. Jasmine dengan antusias menuntun Zahira masuk. Saat USG dimulai, Jasmine berbinar menatap layar.
"Nenek, itu dede bayinya?" tanya Jasmine dengan semangat.
"Iya. Tapi jangan ganggu, ya," sahut Rosma, membuat Jasmine cemberut.
Dokter menyatakan bahwa kehamilan Zahira sehat dan sudah memasuki usia dua bulan.
"Dok, dedenya laki-laki atau perempuan?" tanya Jasmine lagi.
"Belum bisa dilihat. Nanti ya, setelah usia empat bulan," jawab sang dokter ramah. Jasmine mengangguk meski kecewa.
Setelah menebus obat, Rosma mengajak mereka makan seafood di Jimbaran, tak jauh dari rumah mereka.
"Pesan saja apa pun yang kamu mau. Saya yang bayar," ujar Rosma.
"Baik, Nyonya," balas Zahira, memilih menu yang sama dengan Jasmine agar bisa makan bareng.
Sementara itu, Melinda sudah tiba di daerah yang sama. Setelah memesan hotel, ia memutuskan jalan-jalan sebentar sambil mematikan ponsel.
"Biarlah sekali-kali jalan sendiri, tanpa anak dan suami," gumamnya, duduk di kursi pantai sambil berharap bertemu Zahira.
*****
"Kenapa sih lo, Neil?" tanya David di mobil.
"Mual... dan pusing. Sialan!" gerutu Neil.
Pagi itu, Neil muntah-muntah parah. Ia bahkan jadi sensitif pada bau parfum dan sabun, termasuk milik Theo dan David.
"Udah, cepat bawa ke rumah sakit. Jangan ribut!" omel Ana sambil memijit kepala Neil.
"Tante Melinda nggak bisa dihubungi," lapor Aiyla.
"Hubungi aja suaminya!" titah Ana. Aiyla menurut, walau heran melihat Ana uring-uringan sejak semalam.
Setibanya di rumah sakit, Neil langsung dibawa ke IGD. Suster menyuruh mereka menunggu di luar. Suasana hening.
"Gue pulang dulu," ujar David.
"Gue ikut," sahut Theo cepat.
"Jangan bilang lo juga mau pulang, Ai," potong Ana ketus.
"Astaga, Ana. Dari tadi gue diem aja, lo kenapa sih?" kesal Aiyla.
"Udah, jangan ribut. Ingat ini rumah sakit," tegas David. "Gue sama Theo balik dulu, nanti bawa baju ganti."
"Jangan lupa kabarin Mommy gue," pesan Ana. David mengangguk.
Neil lalu dipindahkan ke ruang rawat VIP.
"Sebenarnya kakak saya kenapa, Dok? Apa penyakitnya serius?" tanya Ana.
"Tenang, nona. Tuan Neil hanya mengalami Couvade Syndrome."
"Hah? Apa itu?"
"Kehamilan simpatik. Biasanya dialami suami dari perempuan yang sedang hamil."
Ana terbelalak. "Jadi benar? Kakak saya ngalamin itu?"
"Ya. Mungkin istrinya sedang hamil."
"Jangan-jangan Kak Zahira?" gumam Ana.
"Iya kali, siapa lagi?" bisik Aiyla. Mereka tak bertanya lebih lanjut karena tahu sindrom itu hanya muncul di awal kehamilan.
Setelah dokter pergi, Ana kegirangan.
"Ai, ini kabar bagus banget! Gue bakal punya keponakan dari darah Johnson!"
"Memangnya anak Livia bukan darah Johnson?" cibir Aiyla.
"Bukan! Itu anak orang lain."
Ana ingin segera memberi tahu Melinda, tapi ponselnya tak aktif.
"Aneh, biasanya lengket sama HP," gerutunya.
Kabar gembira itu pun mereka bagikan ke grup keluarga dan disambut meriah. Bahkan Axel langsung menghubungi anak buahnya yang memantau Zahira—tapi tak ada yang bisa dihubungi.
****
"Nyonya, apa langsung temui Nona Zahira?" tanya salah satu pengawal Melinda.
"Ya. Tapi aku mau berpura-pura seolah ketemu nggak sengaja," jawab Melinda. "Kalian liburan saja."
"Tapi, Nyonya..."
"Tak usah banyak alasan. Kalau suami saya marah, saya yang tanggung."
"Baik, Nyonya. Terima kasih."
Meski diizinkan, mereka tetap mengawasi Melinda dari jauh.
Dengan semangat, Melinda mulai mendekati Zahira. Ia berpura-pura membaca brosur sambil mencuri pandang.
Bersambung ...
ai...mending batalin aza sebelum terlambat....