NovelToon NovelToon
Danendra Dan Rahim Simpanannnya

Danendra Dan Rahim Simpanannnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Keluarga / Angst / Pihak Ketiga
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: SunflowerDream

Danendra dan Alena sudah hampir lima tahun berumah tangga, akan tetapi sampai detik ini pasangan tersebut belum juga dikaruniai keturunan. Awalnya mereka mengira memang belum diberi kesempatan namun saat memutuskan memeriksa kesuburan masing-masing, hasil test menyatakan bahwa sang istri tidak memiliki rahim, dia mengalami kelainan genetik.

Putus asa, Alena mengambil langkah yang salah, dia menyarankan agar suaminya melakukan program tanam benih (Inseminasi buatan). Siapa sangka inilah awal kehancuran rumah tangga tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunflowerDream, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kegilaan yang semakin liar

Danen menghembuskan napasnya kasar, sungguh kaki jenjang itu rasanya sulit sekali untuk terus melangkah. Padahal dia sudah berada tepat di depan pintu apartemen Meisya, tepat jam satu siang ia berhasil menjalankan langkah beratnya untuk menemui perempuan itu.

Segala kemungkinan terus berputar dalam pikirannya. Sungguh dia takut sekali jika di dalam ruangan itu sudah ada Aleon yang sudah bersiap untuk memberinya pelajaran.

Sebelum memutuskan untuk memenuhi panggilan dari Meisya, ia sudah menghubungi sang istri, meminta doa agar keselamatan selalu tercurah kepada keluarga kecil mereka tidak lupa juga puluhan ungkapan cinta ia terus ujarkan, pria 30 tahunan itu sudah siap jika setelah hari ini dia akan hidup dalam penjara itu lebih baik dari pada dia lari dari tanggung jawab, bagaimanapun dia sudah melakukan tindak kesusilaan dan dia pantas dihukum, semoga Alena bisa hidup dengan baik setelah ini.

Danen memasukkan pin pada keypad elektronik yang tersedia di pintu besi tersebut. Tadi Meisya memang memerintahkannya untuk langsung masuk dengan pin yang sudah ia selipkan dalam pesan singkatnya. Jemarinya bergetar dan berkeringat dingin saat berusaha menekan tombol demi tombol pada keypad itu.

Bip….

Pintu bergeser otomatis, mempersilahkan orang yang menekan pin untuk segera masuk. Danen mengintip keadaan, di dalam sunyi sekali bahkan lampu menyala seadanya. Di luar dugaannya saat dia memberanikan diri untuk melangkah masuk ia hanya mendapati penghuni apartemen mewah ini sendirian.

“Selamat datang Danendra!” Sapa seorang perempuan yang duduk santai di sofa empuknya. Tamu yang berkunjung ke tempat tinggalnya melirik kanan-kiri  matanya mencari sosok yang lain tapi memang benar tidak ada sosok yang dikhawatirkan tersebut hanya ada Meisya.

“Silahkan minum dulu, pasti melelahkan untuk bisa berkunjung ke istanaku.” Mei sebagai tuan rumah menyuguhkan minuman dingin untuk tamunya, ia menampilkan senyum tipis untuk membalas senyum  canggung lelaki itu.

Danen segera meraih gelas kaca itu dan menghabiskan isinya dalam satu tegukkan, setidaknya air dingin ini mampu meredakan sedikit rasa kegelisahannnya.

“Kamu baik-baik saja?” Satu pertanyaan terlontar dari mulut Danen, ada banyak hal yang ingin dia tanyakan tapi sebaiknya menanyakan keadaan terlebih dulu.

Mei mengangguk, ia tersenyum manis lalu juga ikut meneguk air minumnya. Danen heran ia kira selama ini teman lamanya itu hidup dalam rasa trauma dan ketakutan atas kejadian buruk yang menimpanya, dan seharusnya dia ketakutan jika bertemu dengan pria yang sudah melecehkannya tapi ternyata tidak. Dia terlihat baik-baik saja, bahkan lebih baik dari sebelumnya. Berat badannya terlihat bertambah serta dengan tubuh yang lebih berisi, sungguh ini tidak menggambarkan kondisi seorang yang sedang mengalami trauma, perempuan itu terlihat lebih bahagia.

“Kamu menghilang, dan sekarang kembali, apa semuanya baik-baik saja?” Tanya Danen lagi, ia berharap wanita itu memang baik-baik saja dan sudah memaafkan kejahatannya, sehingga dia tidak perlu mendekam di dalam jeruji besi.

“Aku sehat, aku baik Ndra.” Jawab Mei seraya terus tersenyum cantik dan menatap lembut bola mata Danen.

“Maaf sebelumnya, bagaimana dengan Aleon? Apa dia juga sudah memaafkanku?” Mei mengernyit tidak suka, kenapa nama Aleon keluar dari obrolan ini.

“Aku takut Mei, aku takut akan kemarahan Aleon.”

“Kenapa?” Mei mulai bertanya, “kenapa kamu begitu takut dengan Aleon Ndra?”

“Bagaimanapun dia calon suamimu. Aku merasa berdosa telah mengkhianatinya.”

“Tenang saja. Aku sudah memutuskan pertunanganku dengan Alon.” Celetukan sembarangan dari mulut Meisya membuat Danen membesarkan bola matanya bahkan pria itu langsung berdiri karena terlalu terkejut dengan kalimat barusan yang ia dengar.

“Kau… “

“Gila!” Danen tidak habis pikir dengan keputusan yang diambil temannya, berani sekali dia meninggalkan Aleon.

“Mei kau bisa menghancurkan Aleon jika memutuskan hubungan kalian, bagaimanapun kita sama-sama tahu pria itu sangat tergila-gila padamu.”

Mei tersenyum miring, “aku tidak peduli. Lagi pula hanya  dia yang menyukaiku tapi aku tidak. Danen mana mungkin aku sanggup hidup dengan pria yang tidak aku cintai.”

“Tapi kenapa? Kenapa kau melepaskan Aleon?”

“Itu─karenamu!”

“Aku? Kau sungguh gila aku tidak ada hubungannya dengan kalian.”

“Kau harus kembali pada Aleon, kalau tidak dia bisa berbuat nekat, itu sangat menakutkan. Alena juga sedih jika melihat abangnya sedih, bahkan istriku tidak makan teratur karena terlalu mengkhawatirkan Aleon.”

“ALENA ALENA ALENA! Bisakah kau berhenti menyebut nama itu, siapa yang peduli dengan perasaan wanita itu.”

“Aku tidak mau tau, kau harus kembali pada Aleon, jangan buat keadaan semakin runyam. Istriku baru saja bahagia, tolong jangan buat dia bersedih lagi.”

“Ndra… ada aku di sini, berhenti terus memikirkan wanita lain.” Lirih Meisya, tidakkah pria itu melirik perasaannya sedikit saja, dia sudah menunggu terlalu lama.

“Lihat aku Ndra!” Mei berusaha berdiri menjajari lawan bicaranya, ia tatap lamat-lamat mata itu, “aku mencintaimu Danendra.” Bisiknya pelan, “mana mungkin aku sanggup hidup dengan pria lain sedangkan hatiku selalu merindukanmu.” Imbuhnya lagi dengan air muka yang hampir menangis.

Plak!

Tubuh mungil Mei terhuyung saat satu tamparan mendarat di pipi berisinya.

“Jangan gila. Berhenti mengatakan kau mencintaiku. Sedetik pun aku tidak akan membalas perasaanmu.” Danen yang frustasi berusaha pergi, ia melangkah menuju pintu utama.

“Kau harus tau Ndra aku sudah menceritakan semuanya pada Aleon. Aku berkata padanya bahwa aku ditiduri oleh pria yang aku cintai.” Langkah Danen terhenti, ia memutar balik.

“Tapi kau tidak perlu khawatir aku tidak menyebutkan namamu, bagaimanapun aku tidak mungkin membiarkan anak kita lahir dari ayah pengangguran.”

Anak kita?

“Anak kita, apa maksudmu?” Danen mendekati tubuh itu, tatapan matanya seperti siap akan menindas lawan bicaranya kapan saja.

Mei menarik gaunnya perlahan, memperlihatkan perutnya yang sedikit membesar, “anak kita sedang berkembang di dalam sini, usianya sudah memasukki tiga bulan.” Ia mengusap pelan perut berisinya.

Danen meneliti perut wanita itu, sungguh jantungnya berdegup kencang saat melihat perut putih polos milik Meisya yang memang membesar.

“Itu bukan anakku, jangan  mengada-ngada!”

“Kamu tidak bisa mengelak Ndra, kamu tidak mungkin lupa kita telah bercinta di malam itu, walaupun cuman satu malam tapi kamu melakukan segalanya.” Mei dengan bibirnya yang mengeluarkan darah tersenyum menang.

"Gugurkan, gugurkan anak itu! Dia bukan pertanda baik." Seru Danendra, suaranya nyaris histeris.

Dalam kepanikan yang membuncah, ia mencengkeram bahu lawan bicaranya dengan kuat, tubuhnya gemetar. Tanpa kendali, ia mengguncang-guncangnya dengan kasar, seolah berharap kata-katanya bisa dipaksa masuk ke dalam nalar orang di depannya. Tatapannya penuh ketakutan, bukan hanya karena masa depan, tapi juga karena bayang-bayang masa lalu yang terus menghantuinya.

“Kamu jahat sekali Ndra, setelah memperkosaku dan sekarang ingin membunuh anak kita.”

“Itu bukan anak kita, berhenti mengatakan hal yang tidak masuk akal.” Danen terus mengelak, dadanya semakin memanas sepertinya sebentar lagi ia benar-benar kehilangan kendali.

“Terima takdirmu Ndra, ini sudah terjadi.”

“Itu bukan anakku, bukan!”

“Ini darah dagingmu, hanya kamu satu-satunya pria yang menyentuhku.” Mei terus menekan keadaan, enak saja pria itu tidak mengakui benihnya.

“BUKAAANN!” Danen berteriak marah, “Gugurkan bayi itu, GUGURKAN!!!” Teriakannya menggema, Mei dengen refleks mundur tatapan pria di hadapannya saat ini tidak lagi bersahabat.

“Ndra… aku tidak mungkin menggugurkan bayi ini.” Mei mulai terengah, ia ketakutan sekarang lagi-lagi melihat pria itu mengamuk kehilangan kendali.

“Jalang sialan, beraninya kau!” Suara pecahan barang di mana-mana, dalam sekejap saja keadaan apartemen ini sudah seperti kapal pecah, Mei terus mundur dan berusaha menghindari Danen yang mengamuk. Hatinya hancur melihat kejadian mengerikan ini. Kemarahan pria yang dicintainya itu mirip sekali dengan ayahnya dulu.

Danen mengamuk. Tangannya membabi buta menghancurkan apa pun yang dijangkau—vas bunga, bingkai foto, gelas di meja, semuanya berhamburan. Dari mulutnya meluncur sumpah serapah tanpa henti, amarah yang meledak-ledak seolah tak terbendung. Dalam amuknya, Mei merasa melihat sosok ayahnya pada diri Danendra saat ini. Mata yang merah, rahang yang mengeras, dan kegilaan yang menyeruak tanpa kendali.

Mei bergidik. Tubuhnya bergetar hebat, menyusut ke sudut ruangan dengan napas tercekat. Rasa takut mencekiknya dalam diam. Ia menyesal amat menyesal kamar apartemennya begitu kedap suara. Tidak akan ada satu pun tetangga yang mendengar kekacauan ini, apalagi datang menolong.

“Gugurkan, aku bilang gugurkan anak haram itu!” Mei meringkuk di balik lemari besarnya, ia terus menghindari Danen yang berusaha mengejar dirinya, secepat apa pun ia menghindar percuma saat ini pria mengerikan itu sudah berada di hadapannya, berdiri berkacak pinggang dengan mata merah menyala.

“Kau tuli, aku menyuruhmu menggugurkan anak itu, jangan membantah, HAH!”

“A… ku tidak bisa.” Mei menangis dadanya naik turun karena terus menangis dari tadi, “Ini anak kita.. “ Ia mendongak mengharap belas kasihan dari pria itu.

“Biarkan aku yang akan menggugurkan anak ini.” Danen menarik tubuh Mei memaksanya keluar, menyeretnya dari posisi berlindung di samping lemari, “Akhh!” Mei meringis, Danen menyeretnya dengan kasar bakan lututnya berdarah kerena mengenai serpihan kaca.

“Aaaghh… “

Bugh,

“Aaakkhhh!” Mei berteriak kesakitan, pria gila itu tanpa diduga menendang perut besarnya,

“Saaakiit… “ Tendangan kedua, ia merasakan nyeri hebat pada rahimnya.

“Ndra… berhenti!”

“Sakit, tolong!!!”

“TOLONG TOLONG!” Percuma teriakan itu percuma, tidak akan ada seorang pun yang akan mendengarnya.

Napas wanita itu terengah, seluruh tubuhnya teramat sakit kerena menjadi sasaran kemurkaan Danen, dengan sisa tenaganya ia terus berusaha melindungi perutnya. Danen tidak berhenti, kemarahannya semakin menggila.

Drett… Drett… Drett

Danen terhenti, getaran selulernya mengalihkan fokus, ia segera merogoh saku celananya, dan melirik nama si penelpon.

Danen menjawab panggilan itu,

“Sayang kamu di mana?”

“Makanan siang kita sudah hampir dingin.” Seketika mata merah Danen bergulir putih, ia berusaha mengatur napasnya agar stabil.

“Aku pasti pulang.” Jawabnya singkat, lalu segera menutup telepon, tidak mungkin saat ini dia harus mengobrol banyak dengan istrinya, itu sama saja cari mati, Alena bisa tahu jika saat ini suaminya yang dikenalnya sangat lembut, sedang menghajar seorang wanita secara membabi buta.

Saat kembali menatap ke depan, Danen mengkerutkan dahinya, sosok wanita itu tidak lagi berada di tempatnya, kemana dia bersembunyi lagi.

Braaakk!

Satu pukulan dari benda tumpul menghantam keras kepalanya dari arah belakang, Danen memutar tubuhnya, dengan pandangan  buram ia melihat Mei berdiri dengan tongkat baseball di tangannya.

Beruntung dulu Aleon saat pulang olahraga sering mengunjunginya, sehingga ada beberapa alat olahraga berat milik Aleon yang tertinggal.

“Kau!” Sebelum melanjutkan kalimatnya Danen sudah terkulai lemas, ia pingsan hanya karena satu hantaman dari tongkat baseball. Mei memukulnya tepat mengenai bagian saraf sehingga pria itu langsung melemah.

Mei menunduk, memandangi tubuh pria yang teramat didambakannya itu, ada air mata yang jatuh, menetes seperti air hujan.

Ia berjongkok, menemani tubuh yang sudah tidak sadarkan diri. Mei dengan segala kegilaannya mengeluarkan sebuah botol kecil yang berisi air yang ia dapatkan dari dukun pelet dari sebuah desa terpencil. Wanita itu sudah putus asa, maka ia memilih cara ini sebagai langkah terakhir untuk bisa mendapatkan hati Danendra.

Dia meneguk air botol itu, lalu memaksa Danen yang tidak sadarkan diri menerima air dari mulutnya. Berulang kali wanita itu mengulum airnya lalu mencekoki paksa Danen agar meminum air yang ia alirkan dari mulutnya sendiri. Ini sesuai dengan instruksi yang diperintahkan oleh dukun pelet yang ditemuinya beberapa bulan lalu.

Tidak lama pandangan Mei juga ikut memburam, kepalanya terasa berat, samar-samar sebelum mata itu terpejam, ia melihat dua sosok besar berbadan hitam mengelilingi tubuh mereka, ia yakin sekali dalam pandangannya sosok besar hitam itu merupakan sepasang laki-laki dan perempuan. Setelah itu ia juga terlelap tidak tahu apalagi yang dilakukan sosok menyeramkan itu, walau samar-samar sebelum kehilangan kesadarannya ia mendengar keributan seperti ada ribuan makhluk yang mengelingi mereka.

Bersambung.

Cerita ini sudah memasukki bab 10.

Tolong tinggalkan komentar, agar author tahu bahwa novel yang jauh dari kata sempurna ini ternyata ada yang membaca dan mengikuti.

Terimakasih!

1
Rafly Rafly
perempuan bodoh.. udah cacat dalam gampang di kibulin pula..l
Phoenix Ikki
Siapin tisu buat nangis 😭
Oralie
ceritanya keren banget, thor! Aku jadi ketagihan!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!