Zara adalah gambaran istri idaman. Ia menghadapi keseharian dengan sikap tenang, mengurus rumah, dan menunggu kepulangan suaminya, Erick, yang dikenal sibuk dan sangat jarang berada di rumah.
Orang-orang di sekitar Zara kasihan dan menghujat Erick sebagai suami buruk yang tidak berperasaan karena perlakuannya terhadap Zara. Mereka heran mengapa Zara tidak pernah marah atau menuntut perhatian, seakan-akan ia menikmati ketidakpedulian suaminya.
Bahkan, Zara hanya tersenyum menanggapi gosip jika suaminya selingkuh. Ia tetap baik, tenang, dan tidak terusik. Karena dibalik itu, sesungguhnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Flashback Part Dua
Di ruang hemodialisis, Erick menjalani rutinitas mingguan yang memeras energinya. Pada momen itu, wajahnya kerap meringis, kadang ia terlelap sebentar, namun lebih sering ia menahan sakit.
"Pusing," itulah jawaban jujur yang selalu ia berikan saat ditanya perasaannya oleh Zara. Setelah sesi cuci darah (HD) selesai pun, tubuhnya terasa lemas dan begitu berat.
Zara berusaha menghibur Erick. "Sabar ya, Om. Semua akan indah pada waktunya," kata-kata klise tersebut Zara harap mampu mengurangi sedikit beban di hati dan rasa sakit fisik Erick.
Namun Erick jawab begini, "Iya, Mbak. Proses ini seumur hidup, kan, ya?" suaranya menekankan fakta pahit bahwa ia akan terus menjalani kondisi ini sampai akhir hayatnya.
Zara hanya tersenyum getir, dan hening menyergap mereka.
Erick kembali memejamkan mata. Jawaban Erick ternyata menjadi pikiran bagi Zara. Ia tak tega melihat kepasrahan Erick. Seharusnya dia cukup sampai disini, membantu Erick dikala susah. Tapi rasanya ia masih belum merasa cukup. Entah kenapa, ia ingin sekali menghilangkan kesedihan Erick.
Secara spontan Zara menyela keheningan. "Ya enggak seumur hidup juga, Om. Bisa kok berhenti, kalau dapat donor ginjal untuk transplantasi."
Senyum tipis terukir di wajah Erick, seraya ia menjawab, "Aamiin." Perkataan Zara, betapapun jauh kemungkinannya, langsung diaminkan sebagai sebuah harapan. Obrolan singkat itu kembali diselimuti keheningan. Zara kembali membaca bukunya, sementara Erick mencoba beristirahat.
Tiba-tiba, Erick memecah kesunyian. "Mbak, kenapa kamu baik seperti ini kepada saya?"
Zara mendongak, menatap mata Erick. "Karena saling bantu sesama aja, Om. Masa iya, Om kesusahan saya nggak bantu. Tapi nggak ke Om aja, kok. Ke yang lain kalau butuh bantuan dan saya bisa, saya juga bantu."
Erick mengangguk, menerima penjelasan itu. Ia tak berpikir macam-macam. Ia hanya percaya bahwa kebaikan Zara adalah murni, sebuah naluri untuk menolong siapa pun yang membutuhkan, meskipun orang itu tidak memintanya.
Hari-hari berlalu. Erick terus menjalani hidup dengan segala keterbatasannya. Ia tetap bolak-balik ke rumah sakit untuk menjalani HD, ditemani Zara, kadang kala oleh boneka dari wanita itu jika Zara tak sempat menemani, agar Erick tidak merasa sendirian.
Hingga pada suatu hari yang tidak terduga, telepon dari rumah sakit mengubah segalanya.
Erick menerima kabar luar biasa bahwa mendapatkan donor ginjal.
Pihak rumah sakit menjelaskan bahwa semua pemeriksaan telah dilakukan, dan ginjal dari pendonor dinyatakan memenuhi syarat untuk transplantasi. Informasi yang diberikan sangat terbatas. Mengenai identitas pendonor, pihak yang bersangkutan secara tegas meminta agar nama mereka dirahasiakan, setidaknya hingga prosedur transplantasi selesai dilakukan.
Pendonor berpesan, jika nanti Erick masih bersikeras ingin tahu, identitasnya baru boleh diberitahukan setelah operasi berhasil.
Kabar ini membuat Erick gembira bukan kepalang. Air mata haru membasahi pipinya. Benar kata Zara, semua akan indah pada waktunya. Mungkin, waktu indah itu telah telah tiba. Erick segera menyetujui jadwal operasi.
Proses transplantasi pun dilaksanakan. Operasi berjalan lancar, dan ginjal baru berhasil ditanamkan. Dalam masa pemulihan, Erick terus memimpikan hari ia bisa bertemu dan berterima kasih kepada malaikat tidak dikenal yang telah memberinya kehidupan kedua.
Erick sama sekali tidak mengetahui, bahwa Zara adalah sosok di balik kebaikan luar biasa ini. Wanita yang pernah menanamkan harapan itu, kini telah mewujudkannya dengan mengorbankan sebagian dari dirinya. Kebaikan yang ia tunjukkan bukan hanya sekadar kata-kata, melainkan sebuah tindakan heroik yang mengubah nasib seseorang.
Pasca operasi transplantasi ginjal, Zara beberapa hari setelahnya, diizinkan pulang ke rumah, ditemani obat pereda nyeri. Sedangkan Erick wajib konsumsi obat seumur hidup yaitu obat imunosupresan, yang berfungsi mencegah sistem kekebalan tubuhnya menolak organ baru.
Karena proses donasi ini dilakukan secara etik dan non-komersial di mana identitas pendonor dirahasiakan sebagai syarat, keinginan Erick untuk mengetahui siapa pahlawannya semakin kuat. Ia sangat ingin menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya dan menjalin tali silaturahmi dengan orang tersebut.
Akhirnya, permintaan Erick dikabulkan. Pihak rumah sakit memfasilitasi pertemuan mereka.
Saat pertemuan, Erick terkejut luar biasa. Di hadapannya berdiri Zara.
"Jadi kamu yang sudah mendonorkan ginjal, Mbak?" suara Erick tercekat, tidak percaya bahwa Zara yang bukan siapa-siapa dalam hidupnya, berani mengambil keputusan sebesar itu.
Zara mengangguk, senyumnya mengembang, "Iya, Om."
Zara kemudian melanjutkan dengan nasihat yang penuh kasih sayang.
"Sehat-sehat ya, Om. Jangan banyak sedih. Kalau badan sudah kasih sinyal capek, istirahat, ya, Om, jangan malah diajak lembur. Makan yang sehat dan teratur, dan yang paling penting, jangan lupa minum obatnya."
Erick terpatung. Hatinya dipenuhi rasa haru. Ia sangat ingin memeluk wanita di depannya, tetapi tahu bahwa hal itu tidak diperbolehkan. Ia hanya bisa berterima kasih sedalam-dalamnya. Sebagai bentuk ungkapan terima kasih, Erick menyodorkan sejumlah nominal kepada Zara.
Namun Zara menolaknya dengan halus. "Saya ikhlas mendonorkan, Om. Cukup jaga apa yang sudah saya berikan ini dengan baik. Itu sudah lebih dari cukup," begitu katanya.
Erick semakin terpana pada kemurnian hati Zara. Pertemuan itu berakhir. Tanpa sepengetahuan Erick, pertemuan itu juga menjadi batas terakhir bagi Zara.
Mulai detik itu, Zara memutuskan untuk menjaga jarak. Ia merasa perannya sudah cukup. Erick kini memiliki kesempatan kedua, dan Zara berdoa agar Erick bisa bahagia dan menjalani hidupnya dengan prima. Di sisi lain, ia berharap Emily, istri Erick, tersadar dan menyayangi serta menghargai suaminya, sehingga rumah tangga mereka bisa kembali utuh.
Ngomong-ngomong soal Emily, ia juga tahu tentang operasi transplantasi suaminya. Dalam pemahamannya, segala urusan bisa diselesaikan dengan uang. Ia menduga Erick berhasil membeli organ itu. Emily senang karena Erick bisa kembali bekerja dengan prima.
Berhari-hari berlalu.
Erick yang kini merasa lebih bugar, ingin menghubungi Zara untuk sekadar menyapa dan berterima kasih lagi. Ia menelpon, tetapi nomor Zara tidak aktif. Ia berpikir positif, mencoba lagi di waktu yang berbeda, tetapi hasilnya tetap nihil.
Erick mulai gelisah. Ia pergi ke tempat yang biasa Zara kunjungi, bahkan mendatangi kampus Zara untuk mencegat wanita itu, namun usahanya sia-sia. Zara menghilang bak ditelan bumi.
Suatu sore di sebuah swalayan, takdir mempertemukan mereka kembali. Erick melihat Zara. Tanpa membuang waktu, ia langsung menghampiri dan menghadang Zara yang terlihat jelas berusaha menghindar.
"Mbak Zara, tunggu!"
Erick membawa Zara ke tempat yang lebih sepi untuk berbicara empat mata.
"Kamu ke mana saja? Nomor kamu tidak bisa dihubungi," tanya Erick.
"Nggak ke mana-mana, Om. Hanya hectic dengan skripsi," jawabnya datar. Setelah menjawab, Zara langsung pamit pergi, tetapi Erick menahannya.
Erick merasa terabaikan. Ia langsung to the point. "Saya ada salah apa, Mbak?"
"Enggak ada yang salah, Om," jawab Zara.
"Tapi, kamu menghindar," desak Erick.
Zara tahu ia tidak bisa terus berkelit dengan alasan skripsi. Ia harus membuat jarak ini permanen. Sebuah ide muncul di benaknya.
"Maaf, Om. Sebenarnya, saya akan pergi. Saya dapat beasiswa untuk melanjutkan S2 di luar negeri."
Bruk!
Ada yang ambruk, tapi bukan tembok.
.
.
Bersambung.
🤔🤔🤔 kira kira rencana apalagi yg disusun Emily
sekarang koq malah jadi obsesi ya kesannya😔😔
jadi lebih baik kau perbaiki dirimu sendiri bukan untuku TPI untk masa depanmu sendiri
bay
yg penting mas areick makin Cintaa dan sayang ke zahra