SECRET LENGKARA DIKARA

Tak lama, keduanya pun terdiam bahkan tak saling melirik sedikit pun. Sampai pada akhirnya arnav datang, yang di ikuti oleh dua lintah, siapa lagi kalau bukan baila dan mayorin.

Sedang kan varen? Entah lah, pemuda itu belum juga terlihat. Padahal seharusnya dia sudah datang, saat dikara juga tiba di tempat itu.

"Wow, lo cantik banget kar." Itu ucapan arnav saat tiba di sofa yang di duduki oleh dikara dan lengkara. Pemuda tinggi itu tampak terpesona, namun mengingat dikara adalah gebetan varen, ia memilih tersenyum menghalau keterpesonaannya tadi.

 Sedang kan baila dan mayorin, kedua gadis itu lebih memilih untuk duduk di sofa yang tak begitu jauh dari sana.

Tatapan mayorin menyorot kesal, melihat jika dikara duduk bersama lengkara, berdua. Belum lagi mantannya yang tampak berusaha dekat dengan adik kelas mereka itu, benar benar membuat mayorin merasa kesal melihatnya.

"Thanks kak, oh iya ini kadonya!." Dikara menyodor kan paper bag berisi dua kado. "Ini kado dari gue sama kaena, cuma anaknya lagi di kamar mandi."

"Oh oke, thanks juga ya!." Arnav menerima kado itu dengan senyum yang tak luntur dari bibirnya, apa lagi melihat penampilan dikara saat ini, benar benar mematuhi tema yang ia usung.

"Ini, dari gue sama ian." Lengkara juga melakukan hal yang sama, berucap dengan datar yang membuat arnav tersenyum kecil melihatnya.

Kompak sekali adik adik kelasnya ini.

"Ya udah, kalau gitu gue ke sana dulu ya?!. Nikmatin pestanya, dan jangan pulang sebelum kalian ke lantai dansa." Arnav pun pergi dari sana, yang kembali di ikuti oleh baila dan mayorin.

Baila sih dari tadi sudah menahan, pasalnya ia tak suka jika penampilannya saat ini ada yang menandingi. Namun mengingat tak ada varen di sana, jadi dia memilih diam saja.

........

Tak berselang lama dari perginya tiga orang itu, ian pun datang dengan satu pelayan yang mengekor untuk membawa pesanan mereka.

"Minuman datang!." Serunya, mempersilah kan pelayan pria tersebut menyajikan pesanannya di atas meja.

Ketiganya pun kembali duduk, yang di susul oleh kaena setelah selesai dari kamar mandi.

"Oh iya, mumpung kita jarang ketemu. Gimana kalau kita bikin game aja, yang kalah harus ngakuin kesalahannya, dan yang menang boleh minta apa aja. Gimana, deal?."

Kaena yang mendengar itu langsung mendelik, sudah bisa menebak jika ian akan mengajak mereka main truth or dare yang sangat membosan kan itu.

"Ngga ah, pasti truth or dare kan?. Ck, udah biasa itu." Ucapnya tak minat.

"Ck ck, bukan lah. Ini itu game lain, dan cara mainnya cukup hopimpa aja."

"Ha?." Dikara tampak tertarik, pasalnya ia sudah bosan berada di sana namun acara potong kue belum juga di mulai, bahkan keberadaannya pun tak terlihat dari tadi.

"Ya udah deh, gue mau." Kaena mengerut kan alis, mendengar dikara yang setuju dengan ajakan itu.

"Ya udah gue juga ikut." Alhasil tiga orang sudah setuju.

"Lo kar? Mau kan ikutan juga, dari pada lo ngga ada hiburan."

Lengkara tak merespon, pemuda itu lebih memilih untuk sibuk pada ponselnya di mana dikara tak sengaja melihat jika saat ini lengkara sedang bertukar pesan dengan ayang.

Ck, dasar bucin.

Entah lah, suasana hati dikara semakin buruk saja melihat hal itu. Padahal itu bukan urusannya, apa lagi hubungannya dengan lengkara yang tidak akur.