NovelToon NovelToon
Bound By Capital Chains

Bound By Capital Chains

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Cinta pada Pandangan Pertama / Tamat
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: hellosi

Itoshi Sae, seorang jenius sepak bola yang ambisius, meninggalkan masa lalunya yang manis demi mencapai puncak dunia. Ia mengkhianati Janji Itoshi Bersaudara dengan sang adik, Rin, dan melukai hati Akira, gadis kecil yang tumbuh bersamanya. Tiga tahun berlalu, dan mereka terpisah oleh jarak, luka, dan penyesalan.

Namun, takdir kembali mempertemukan mereka melalui sebuah tragedi. Akira mengalami kecelakaan serius yang memaksanya kembali ke pangkuan Sae. Sae, yang selama ini dikenal dingin, tiba-tiba meninggalkan segalanya di Spanyol dan merawat Akira. Ia bertekad memperbaiki kesalahannya.

Namun, Akira yang kini lebih dewasa justru menolaknya. Ia tahu Sae kembali karena rasa bersalah, dan ia tak mau lagi terluka. Ia bertekad pulih secepatnya dan membangun kembali hidupnya tanpa Sae.

Akankah Sae berhasil meruntuhkan tembok yang ia bangun sendiri? Atau, apakah ia akan kehilangan gadis yang ia cintai untuk selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hellosi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32

Setelah pertemuan Dewan Direksi, eksekusi pemusnahan Alaric dilakukan dengan kecepatan brutal dan memalukan.

Di mansion mewah Alaric, yang kini hanya tersisa cangkangnya, Clara, istrinya, berdiri di tangga marmer dengan gaun sutra.

Dia mencoba menghalangi dua pekerja yang membawa lukisan masterpiece abad ke-19 miliknya.

"Jangan sentuh! Itu milikku!" jerit Clara, suaranya parau.

Seorang petugas keamanan mendorongnya dengan tenang.

"Nyonya, semua aset disita atas nama Aliston Corporation. Harap mundur."

Di ruang tamu, Aron, putra Alaric yang arogan, menyaksikan dengan tak percaya saat seorang juru sita mengeluarkan Botol Macallan 72 Years Old, minuman yang mereka banggakan dari lemari kristal.

"Hei! Itu koleksi pribadi Ayahku! Kau tidak punya hak!" teriak Aron, cepat bereaksi, mencoba meraih botol itu.

Seorang pengawal Aliston menyentaknya kuat, membuatnya tersungkur ke lantai dingin.

"Hak waris Anda dicabut," ujar juru sita itu datar.

"Anda bukan lagi Aliston. Ini adalah properti perusahaan."

Ketika tim penyitaan tiba di garasi, mereka menemukan Alaric duduk di kursi belakang Rolls-Royce Phantom kesayangannya, masih mengenakan setelan mahalnya.

"Aiden mengirimmu, bukan?" bisik Alaric, suaranya dipenuhi racun.

"Tuan, mobil ini akan dilelang dalam 24 jam. Ini adalah hari terakhir Anda untuk berada di dalamnya. Anda harus pergi sekarang."

Alaric melangkah keluar dari mobil itu. Dia tidak punya tujuan. Dalam hitungan jam, semua yang dia miliki, rumah, mobil, bahkan rekening bank telah berubah menjadi milik kekaisaran yang baru dipimpin keponakannya.

Dia diusir dari kediamannya seperti sampah beracun.

***

Dua hari kemudian, Alaric dan keluarganya meringkuk di sebuah rumah peristirahatan usang milik seorang kerabat yang sudah lama terlupakan.

Rumah itu terpencil, dingin, dan lembap, kontras tajam dengan kemewahan yang biasa mereka nikmati.

Mereka duduk di sekitar meja kayu usang, diterangi oleh satu lampu minyak redup.

Ketiganya diam.

Bau whisky dan parfum mahal mereka kini bercampur dengan bau debu dan kayu lapuk.

Clara, yang kini mengenakan kaus lusuh, menatap ngeri pada kukunya yang patah.

"Aku... aku tidak bisa hidup seperti ini, Alaric. Mereka mengambil cincinku, tas-tasku... semua."

Aron tampak menyedihkan.

"Kita bahkan tidak bisa menggunakan nama keluarga," bisik Aron, dipenuhi penghinaan.

"Kita dibuang."

Alaric mengangkat kepalanya. Ekspresinya adalah keputusasaan yang dingin dan mematikan.

"Aiden tidak hanya mengambil kekayaan kita," kata Alaric, suaranya parau.

"Dia mengambil identitas kita. Dia memusnahkan kita secara legal, kita hanya kotoran di bawah sepatunya."

Clara memandang suaminya, air mata mengalir.

"Alaric... jika kita harus hidup dalam penghinaan ini... lebih baik aku mati saja."

Aron mengangguk, matanya kosong. Hidup tanpa kekuasaan Aliston tidak layak dijalani baginya.

Sebuah resolusi gelap merayap masuk ke mata Alaric, menggantikan keputusasaan.

Jika harus mati, Alaric meninju meja kayu itu dengan keras.

"Aku tidak akan mati seperti pecundang. Aku akan mati sebagai kutukan mereka."

"Aiden hanya tahu tentang likuiditas dan kepatuhan. Dia tidak tahu tentang kekuatan dunia bawah."

Alaric tersenyum sinis.

"Sisa-sisa utang New Silk Road itu tidak hanya melibatkan uang tapi darah."

​Alaric mencondongkan tubuh ke depan, matanya berkilat penuh rencana.

​"Proyek fiktif itu memang palsu, tetapi pinjaman $120 juta yang kugunakan untuknya adalah nyata dengan bunga tinggi."

​"Triad pasti tidak akan tinggal diam setelah mengetahui uang mereka hilang begitu saja, mereka pasti mencariku."

"Aku akan menyerahkan diri, dan meyakinkan mereka bahwa Henhard dan Aiden membersihkan aku untuk mencuri uang dari dunia bawah."

"Aku akan menjual jiwaku untuk menyeret Henhard dan Aiden ke Neraka"

​Aron mendongak, ada percikan kegelapan di matanya.

"Apa yang Ayah rencanakan?" tanya Aron.

​"Kita akan memastikan Triad mengarahkan pisaunya pada aset yang berharga, Aiden Aliston."

"Kematian Pewaris akan menciptakan kekacauan total yang akan menenggelamkan Henhard dan seluruh kekaisarannya."

Di rumah peristirahatan yang sunyi, keluarga Alaric menyusun rencana pembalasan dendam terakhir dan paling mematikan.

Kekalahan mereka telah menjadi bahan bakar untuk serangan terakhir yang didasarkan pada kehancuran total.

***

Malam itu, Aiden Aliston dan Noa Ryder bertemu di ByX, sebuah klub privat yang tersembunyi di atas gedung pencakar langit.

​Aiden mengenakan setelan hitam yang tajam, duduk di sudut VVIP.

Noa datang, tersenyum lebar.

"Kau mengundangku untuk perayaan, Aliston. Aku kira pesta pembantaian Alaric akan lebih meriah dari ini."

​Aiden menuangkan dua whisky ke gelas kristal.

"Kekacauan tidak menghasilkan keuntungan, Ryder. Ketenangan adalah hadiah termahal."

Aiden mengangkat gelasnya.

"Untuk pemusnahan total dan bersih. Satu akar beracun dicabut."

​"Untuk pemusnahan total," balas Noa, menyentuh gelasnya dengan dingin.

"Sekarang, kau memiliki hak penuh atas Aliston. Dan hak atas aset berhargamu di London." Noa menyeringai.

"Helena memberimu hadiah yang cukup personal, bukan?"

​"Itu adalah negosiasi. Aku menerima syaratnya," jawab Aiden datar, meminum whisky-nya.

​Noa menyandarkan dirinya ke belakang, melanjutkan godaannya.

"Tadi aku melihat informasi terbaru. Xavier Eoscar sudah mendarat, dia kembali. Dia mengklaim ada peluang energi baru di Asia Timur. Xavier kembali, Aiden. Pesaingmu itu akan mengacaukan pasar domestik."

​Aiden hanya mendengus, tetapi kemudian sudut bibirnya terangkat tipis, senyum yang dingin namun puas.

"Lebih cepat dia kembali, lebih baik."

​Noa merasa aneh dengan respons Aiden yang tidak tertekan. Kemudian, Noa mengingat keberadaan Helena di London, dan dia tertawa geli.

​"Kau benar," ucap Noa, nadanya penuh sindiran.

"Lebih cepat dia meninggalkan London, lebih baik."

​Aiden tidak merespons, hanya menyesap whisky-nya, menyiratkan bahwa ancaman Xavier di pasar domestik lebih disukai daripada ancaman teritorial di dekat tunangannya.

Saat mereka larut dalam diskusi bisnis, sosok gadis penghibur dengan gaun ketat dan belahan dada terbuka tampak berani mendekat.

Melihat wajah kedua pria itu, pakaian, dan jam tangan mewah di pergelangan mereka, membuat air liurnya hampir menetes.

​Gadis itu, yang sudah beberapa kali memenangkan pria kaya di klub tersebut, menyajikan sebotol single malt itu di meja.

Dia merasa percaya diri dengan pesonanya, tetapi kedua pria itu tidak pernah meliriknya.

​Merasa terabaikan, gadis itu mencoba mengusik Aiden. Dia akhirnya berhasil mengalihkan pandangan Aiden ketika dia meletakkan tangannya di tepi meja.

​Namun, tatapan Aiden menatap tajam, dingin, dan tidak suka, melihatnya seperti sampah yang menjijikkan.

​Gadis itu langsung mundur, takut. Dia kemudian mencoba mendekati Noa, yang terlihat lebih ramah.

​Noa memberinya senyum hangat yang menawan. Gadis itu mendekat, berharap Noa lebih bersahabat.

​Noa mencondongkan tubuh sedikit, menurunkan suaranya hingga menjadi bisikan yang hanya bisa didengar gadis itu.

"Menjauh, aku tidak suka toilet umum."

​Bisikan itu, yang diucapkan dengan senyum hangat, membuat mata gadis itu berkaca-kaca karena penghinaan.

Dia segera berbalik dan menghilang ke keramaian.

______________________________________________

Hampir nyerah nulis disini 😂

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!