Naomi harus menjalani hari-harinya sebagai sekretaris di perusahaan ternama. Tugasnya tak hanya mengurus jadwal dan keperluan sang CEO yang terkenal dingin dan arogan yang disegani sekaligus ditakuti seantero kantor.
Xander Federick. Nama itu bagai mantra yang menggetarkan Naomi. Ketampanan, tatapan matanya yang tajam, dan aura kekuasaan yang menguar darinya mampu membuat Naomi gugup sekaligus penasaran.
Naomi berusaha keras untuk bersikap profesional, menepis debaran aneh yang selalu muncul setiap kali berinteraksi dengan bosnya itu.
Sementara bagi Xander sendiri, kehadiran Naomi di setiap harinya perlahan menjadi candu yang sulit dihindari.
Akan seperti apa kisah mereka selanjutnya? Mari langsung baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 27 Kedatangan Daddy Nathan
“Naomi! Apa yang kamu lakukan di dalam sana!” teriak Xander dari luar kamar mandi.
Suara beratnya berhasil membuat Naomi tersadar dari tidurnya. Gadis itu terlonjak dengan matanya mengerjap.
Naomi yang berendam dengan air hangat di bathtub rupanya ketiduran, sampai-sampai ia bermimpi melakukan hubungan suami istri dengan Xander.
Sebuah mimpi yang terasa begitu nyata, bahkan setelah terbangun pun detak jantungnya masih berpacu kencang.
“Buka pintunya atau aku dobrak!” kata Xander lagi, suaranya dipenuhi kekhawatiran yang bercampur dengan kemarahan, sambil terus menggedor pintu.
Ya, hampir satu jam Naomi berada di dalam kamar mandi dan menguncinya dari dalam, membuat Xander panik.
Naomi menghela nafas lega. “Untunglah, itu cuma mimpi,” gumamnya seraya mengusap wajah.
Otak polos Naomi sepertinya sudah mulai terkontaminasi karena ulah Xander semalam, yang membuat ia memimpikan hal-hal yang tidak seharusnya.
“Iya, tunggu sebentar!” balas Naomi, berusaha menormalkan suaranya.
Ia segera keluar dari bathtub, melilitkan handuk mandinya, lalu berjalan tergesa ke pintu. Saat pintu terbuka, Naomi terkejut melihat Xander berdiri di sana.
“Kamu baik-baik saja, hm?* tanya Xander, nadanya berubah lembut, iris matanya menelisik wajah Naomi, mencari tanda-tanda tidak beres.
Naomi mengangguk. “Maaf, saya ketiduran.”
“Ketiduran? Bagaimana bisa?! Aku khawatir kamu kenapa-kenapa di dalam sana, kamu malah enak-enak tidur?!” bentak Xander, kekhawatirannya berubah menjadi amarah.
Namun, bentakan itu justru membuat air mata Naomi menetes.
Meskipun dengan cara kasar, Naomi yakin kalau Xander peduli padanya. Rasa peduli yang tulus, bukan sekadar basa-basi.
Baru kali ini Naomi merasa benar-benar dipedulikan oleh seseorang, seolah ada yang benar-benar khawatir akan dirinya.
Selama tinggal di panti, tentu saja kasih sayang ibu panti terbagi untuk banyak anak lain. Naomi sering merasa kesepian, sejak kecil ia lebih banyak menghabiskan waktu sendiri, merenungi nasibnya.
Entah dimana kedua orang tua Naomi, bagaimana mereka tega membuangnya saat dirinya masih bayi. Apa mereka tidak menginginkan kelahiran Naomi?
Pikiran-pikiran itu sering menghantuinya.
“Gadis barbar, kenapa malah menangis? Mana yang sakit? Apa kamu terjatuh?” tanya Xander, ia sedikit bingung melihat Naomi tiba-tiba menangis.
Naomi menggeleng pelan, ia lalu memeluk erat Xander, membenamkan wajahnya di dada pria itu, dan menangis sesenggukan. Pelukan itu terasa hangat juga menenangkan, seolah semua kekosongan dalam diri Naomi terisi.
Xander terdiam, lalu tangannya terangkat untuk mengusap punggung gadis itu dengan lembut. Meskipun wajahnya masih menampilkan ekspresi dingin, sentuhannya penuh kehangatan.
“Hari ini jangan ke kantor. Istirahat saja di sini,” ucap Xander mulai sedikit melunak.
“Terima kasih, Tuan. Maaf karena saya membuat Anda panik,” kata Naomi.
“Segeralah ganti pakaian. Aku sudah membelikan beberapa untukmu. Pilih saja yang cocok, setelah itu sarapan,” ucap Xander, mengurai pelukan mereka lalu menatap lekat gadis itu.
Naomi mengangguk, masih sedikit sesenggukan. Dia berjalan menuju lemari ganti yang baru terpasang di sudut kamar, sementara Xander masuk ke kamar mandi dan menutupnya rapat-rapat.
Tatapan Xander kini justru tertuju pada sesuatu yang tegang di balik handuknya.
“Dia berdiri lagi? Bukankah semalam sudah puas melakukannya?” gerutu Xander, menyalahkan junior-nya yang baperan dan tidak tahu diri.
Meski sialnya tidak sampai dimasukkan semalam, tetap saja, Xander merasa seperti telah mele cehkan Naomi.
Rasa bersalah itu sedikit mengganggu pikirannya. Ia membasuh wajahnya dengan air dingin, mencoba meredakan gairah yang terus bergejolak.
Ting!
Sebuah pesan masuk diterima di ponsel Xander yang tergeletak di wastafel. Xander meraihnya, lalu matanya membelalak membaca pesan itu.
Daddy Nathan [Daddy ada di depan apartemen mu, buka pintunya bocah sialan!!!!]
Xander menelan ludahnya dengan susah payah. Jantungnya berdegup kencang.
Daddy ada di sini? Bagaimana bisa?! Bukankah dia ada di luar kota?
Xander tahu ayahnya adalah orang yang sangat disiplin dan protektif, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan reputasi keluarga. Dan jika ayahnya sampai tahu tentang Naomi...
“Mampus, aku harus menyembunyikan Naomi dimana ini?” Xander kelimpungan, otaknya berputar cepat mencari solusi.
Xander melihat sekeliling kamar mandi, tidak ada tempat yang cukup besar untuk menyembunyikan seseorang. Ia tidak bisa membiarkan ayahnya melihat Naomi disini, apalagi dalam keadaan seperti ini.
Xander melangkah keluar dari kamar mandi, melihat Naomi yang sedang memilih pakaian di depan lemari. Naomi terlihat begitu santai, tidak menyadari bencana yang akan datang.
“Naomi,” panggil Xander, suaranya sedikit panik.
Naomi menoleh. “Ada apa, Tuan?”
“Cepat! Sembunyi!” perintah Xander, menunjuk ke arah lemari pakaian besar di sudut kamar yang lebih tersembunyi.
“Sembunyi? Kenapa?” Naomi kebingungan.
“Ayahku ada di sini!” bisik Xander, matanya melirik ke pintu masuk apartemen, khawatir ayahnya akan langsung mendobrak.
Naomi terkejut. “Ayah Anda? Tapi kenapa?”
“Tidak ada waktu untuk bertanya! Cepat sembunyi! Kalau dia melihat kamu disini, habislah kita!" Xander mendorong Naomi dengan lembut ke arah lemari. Ia tidak ingin ayahnya tahu bahwa ia membawa seorang gadis ke apartemennya.
Naomi, meskipun masih bingung, akhirnya menurut. Ia segera masuk ke dalam lemari, bersembunyi di antara tumpukan pakaian Xander. Pintu lemari tertutup rapat, hanya menyisakan sedikit celah.
Xander cepat-cepat merapikan ranjang, memastikan tidak ada jejak yang menunjukkan keberadaan Naomi. Ia melempar handuknya ke keranjang pakaian kotor, lalu berjalan menuju pintu apartemen.
Detak jantungnya masih berpacu kencang. Ia menghela napas dalam-dalam, mencoba terlihat setenang mungkin.
“Aduh, bagaimana ini? Baru saja aku akan memakai celana dalam dan bra,” gumam Naomi, melirik celana dalam miliknya yang tersangkut di pintu lemari.
Sementara lemarinya sudah dikunci dari luar oleh Xander.
“Ya Tuhan, semoga ayah Xander tidak melihatnya.” Naomi berdoa dalam hati.
Nah syukurin kamu Xander🤣🤣 Burungnya baperan dan tak tahu pula😭