SEQUEL KEDUA ANAK MAFIA TERLALU MENYUKAIKU!
Lucas Lorenzo yang mendapati kenalan baiknya Philip Newton berada di penjara Santa Barbara, ketika mengunjunginya siapa sangka Lucas dimintai tolong oleh Philip untuk menyelamatkan para keponakannya yang diasuh oleh sanak keluarga yang hanya mengincar harta mendiang orang tua mereka.
Lucas yang memiliki hutang budi kepada Philip pun akhirnya memutuskan untuk membantu dengan menyamar menjadi tunangan Camellia Dawson, keponakan Philip, agar dapat memasuki kediaman mereka.
Namun siapa sangka ketika Lucas mendapati kalau keponakan Philip justru adalah seorang gadis buta.
Terlebih lagi ada banyak teror di kediaman tersebut yang membuat Lucas tidak bisa meninggalkan Camellia. Ditambah adanya sebuah rahasia besar terungkap tentang Camellia.
Mampukah Lucas menyelamatkan Camellia dari orang yang mengincarnya dan juga kebenaran tentang gadis itu? Lalu bagaimana jika Camellia tahu bahwa Lucas adalah seorang mafia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27. MENUJU ZURICH
Langit pagi di Los Angeles menjuntai dalam gradasi jingga muda, seolah melukis harapan yang perlahan menguar dari batas cakrawala. Cahaya matahari menelusup lembut di sela-sela tirai sutra kamar Camellia, membasuh wajah gadis itu dengan kilau keemasan yang tak bisa ia lihat, tapi bisa ia rasakan. Hangatnya menyentuh pipi seperti belaian dunia pada seseorang yang hendak dilahirkan kembali.
Camellia duduk di sisi tempat tidur, tangan-tangannya bergerak perlahan namun terlatih, meraba permukaan koper di hadapannya. Di sampingnya, seorang perempuan yang sudah seperti sahabat dan kakak perempuannya sendiri dengan rambut yang diikat rapi dalam cepol dan seragam pelayan berwarna abu-abu pucat membantunya memilih pakaian dan perlengkapan yang akan dibawa.
"Yang ini cocok, Nona," ucap Jane sambil melipat gaun rajut berwarna gading lembut. Suaranya tenang dan penuh kasih seperti seorang ibu yang menyuapi anaknya dalam gelap. "Musim dingin di Florida biasanya tak terlalu dingin, tapi berjaga tak pernah salah. Mengingat ini sudah masuk musim dingin, sudah pasti kau harus membawa pakaian tebal. Lucas juga menyuruhku untuk membawakanmu pakaian tebal, dia benar-benar perhatian sekali denganmu."
Camellia tersenyum tipis. "Aku percaya pilihan Jane tak pernah meleset."
Jane terkekeh ringan, lalu meletakkan syal wol ke dalam koper. "Aku masih tidak percaya kau akhirnya pergi berlibur juga. Setelah bertahun-tahun hanya mengurung diri di rumah besar dan suntuk ini."
Camellia terdiam sejenak, tangannya mengusap tekstur syal dengan lembut. "Mungkin ... ini waktunya keluar dari kotak gelapku, walau hanya sebentar."
Jane menoleh, ekspresinya melunak. "Kau tahu, aku senang melihatmu tersenyum seperti ini. Sejak Lucas datang, seolah mata hatimu lebih terang daripada siapa pun yang bisa melihat. Kau tersenyum lebih banyak dan itu membuatku ikut senang."
Camellia menahan napasnya sejenak, lalu mengalihkan wajah. "Jane, apa menurutmu Florida akan terasa berbeda?"
Jane tertawa. "Selama ada pantai, matahari, dan lemon segar, pasti menyenangkan. Dan, tentu saja, ada Lucas yang akan membuat segalanya terasa aman, bukan?"
Camellia mengangguk pelan dengan iringan tawa kecil yang merdu. "Ya, Lucas akan selalu ada."
Dalam hatinya, Camellia ingin berkata lebih dari itu pada Jane, tentang Zurich, tentang harapannya melihat dunia untuk pertama kali, tentang rasa takutnya akan kegagalan. Tapi Jane adalah sosok yang terlalu polos untuk dijadikan bagian dari rahasia ini. Bahkan ia sendiri masih bergulat dengan keberanian untuk percaya pada keajaiban. Lucas mengatakan untuk merahasiakan kepergian Camellia ke Zurich terutama tentang transplantasi mata ini, mengingat ada banyak orang yang tidak senang jika tahu kalau Camellia dapat melihat.
Saat koper ditutup dan dikancingkan, Jane berdiri, mengelus kepala Camellia lembut seperti seorang ibu yang merapikan rambut anaknya sebelum pergi sekolah.
"Semoga liburannya menyenangkan, Camellia. Jangan lupa kabari kalau sampai dan bersenang-senanglah," ucap Jane sebelum melangkah keluar, meninggalkan Camellia dalam keheningan yang terasa hangat.
Lucas berdiri di ambang pintu, mengenakan kemeja linen putih dan mantel krem yang memberi kesan hangat namun elegan. Matanya lekat memandang Camellia yang sesang mengobrol dengan Jane. Terlihat sekali kalau hubungan mereka amar sangat dekat. Beruntung setidaknya Camellia memiliki satu orang yang tulus di sisi gadis itu.
"Kalau begitu aku akan siapkan makan siang dulu," kata Jane yang undur diri dari ruangan, tersenyum penuh arti saat melihat Lucas memberikan sinyal kepada Jane untuk membiarkan Lucas bersama Camellia berdua saja.
"Apa kamu yakin semuanya sudah siap?" tanya Lucas, suaranya seperti desir lembut angin musim semi yang menggugah nurani.
Camellia menoleh. Ia tak bisa melihat, tapi ia tahu Lucas tengah tersenyum. "Jane bahkan bisa saja menaruh seluruh isi lemari di koper agar aku tidak ketinggalan apa pun."
Lucas melangkah mendekat, membantunya mengancingkan koper. "Jane benar-benar perempuan yang tanggap. Dan juga anggap saja ini, pelarian kecil dari dunia yang terlalu bising," bisiknya, sambil menyentuh jemari Camellia dengan kehangatan yang menyelinap jauh ke dalam sanubari.
Lucas memang meminta agar Camellia bilang kalau perjalanan ini adalah liburan semata walau tujuan sebenarnya bukan Florida seperti yang diberitakan pada semua orang, melainkan Zurich, Swiss. Di sana, dokter spesialis transplantasi mata terbaik dunia telah siap menyambut Camellia, dan peluang untuk memulihkan penglihatannya bisa menjadi kenyataan.
Lucas ingin ini menjadi pilihan yang menjadi harapan, sebuah mimpi yang akan segera menjadi kenyataan untuk gadis itu. Maka ia merahasiakannya, membiarkan semua mengira mereka hanya akan berlibur. Tapi tidak semua rencana indah berjalan tenang.
Tentu saja akan selalu ada yang menentang.
Matahari belum sepenuhnya naik saat suara bel mengusik ketenangan pagi itu. Lucas membuka pintu, dan seperti badai yang tak diundang, Adrian menyerbu masuk, disusul oleh Briana dengan wajah penuh emosi yang tak ditutupi.
Para serangga sialan, batin Lucas sebal dengan kedatangan mereka yang jelas akan mencari masalah.
"Lucas?!" Adrian memekik, nadanya tinggi dan menggelegak. "Kau gila?! Kau mau membawa Camellia liburan ke Florida dalam kondisinya sekarang?!"
Lucas menegakkan bahu, tatapannya tajam seperti mata pedang, penuh intimidasi yang jelas menurun dari ayahnya. "Itu bukan urusanmu, Adrian."
"Dia buta! Dia lemah!" teriak Adrian, tak mampu menyembunyikan kemarahan yang bercampur rasa kehilangan. "Apa kau sadar risiko yang bisa terjadi kalau kalian pergi tanpa pengawasan medis yang ketat?"
"Aku tahu risiko itu lebih dari siapa pun," ujar Lucas tenang, meski suaranya kini mengeras, seperti batu karang yang tak tergoyahkan. "Hanya karena Camellia buta bukan berarti dia tidak bisa menikmati liburan di dunia luar. Dia bukan perempuan lemah seperri yang kau selalu katakan," lanjutnya.
Briana melangkah maju. Rambut pirangnya tergerai indah, tapi rautnya tak seramah biasanya. "Kenapa tidak bilang padaku, Lucas? Tiba-tiba mengajak sepupuku yang buta untuk liburan. Apa maksudmu?! Kau menyembunyikan sesuatu? Punya niat tersendiri terhadap Camellia?"
Lucas menatap Briana dalam. "Kau tidak berhak tahu segalanya. Dan jika aku menyembunyikan sesuatu, itu karena aku ingin melindungi Camellia dari orang-orang yang lebih tertarik mengatur hidupnya daripada memahami pilihan-pilihannya."
Camellia tiba-tiba muncul dari balik koridor, meski langkahnya ragu. Ia mendengar segalanya. Keheningan sejenak menyelimuti ruangan saat keberadaannya menyentak emosi semua orang yang hadir.
"Aku yang minta pergi," ucap Camellia lirih, tapi cukup jelas untuk menembus amarah yang menggumpal di udara. "Dan Lucas hanya menuruti keinginanku yang ingin pergi liburan."
Adrian maju, ekspresinya berubah menjadi lebih lembut, nyaris memelas. "Camellia, kau yakin ini keputusan yang bijak? Kau bisa terluka."
Camellia menunduk, tangannya menggenggam erat lengan Lucas yang kini berdiri di sisinya. "Kalau aku terluka, biarlah aku yang menanggungnya. Ini hidupku. Aku tidak ingin terus terpenjara dalam ketakutan."
Lucas mengusap punggung tangannya dengan lembut. "Dia bukan gadis lemah yang kalian pikirkan. Dia jauh lebih kuat dari yang kau dan Briana pernah bayangkan."
Briana mengepalkan tangan, berusaha tetap anggun meski wajahnya mengeras. "Kau pikir hanya karena kau tunangannya, kau bisa membawa dia ke ujung dunia tanpa bicara pada keluarga?"
Lucas mendekat selangkah, suaranya kini tenang namun mengandung kekuatan. "Camellia adalah tunanganku. Dan ke mana pun ia ingin pergi, aku akan ada di sampingnya. Tak ada yang bisa mengubah itu."
Briana mengepalkan tangannya, amarah bergumpal besar dalam dada wanita itu. Padahal ia telah berusaha dan melihat hasil yang baik terakhir kali untuk menjauhkan Lucas dengan Camellia, tapi kenapa justru tiba-tiba mereka berdua jadi semakin akrab dan menempel?! Bahkan liburan berdua?! Jelas itu membuat Briana marah. Padahal sedikit lagi ia bisa mendapatkan Lucas, tapi kenapa berujung seperti ini.
Sejenak, hanya detak waktu yang terdengar. Angin pagi menyusup masuk dari jendela yang sedikit terbuka, membawa aroma musim baru, dan keputusan baru. Lucas membawa pergi Camellia dari hadapan dua orang berhari busuk itu. Tak ingin kekasihnya harus mendengar ucapan tidak baik yang selalu mengungkit kekurangan Camellia.
Beberapa jam kemudian setelah makan siang yang mengenyangkan buatan Jane, mobil hitam membawa mereka menuju bandara. Di sepanjang jalan, Camellia menyandarkan kepalanya pada bahu Lucas. Di tangannya, ada secarik kertas berisi penjelasan prosedur operasi, tapi ia belum membacanya. Ia hanya ingin mempercayai suara di sampingnya, suara yang selalu membuatnya nyaman.
"Lucas?" bisiknya pelan.
"Hmm?"
"Jika nanti aku bisa melihat. Apa kau janji aku masih akan melihatmu pertama kali?" tanya Camellia.
Lucas tersenyum, lalu menunduk dan mengecup pelipis Camellia. "Bukan hanya aku. Tapi juga dunia yang kau impikan. Kau akan segera melihat dunia penuh warna setelah ini. Dan tentu saja aku akan selalu ada di sampingmu."
Camellia mengangguk pelan. Matanya masih buta. Tapi untuk pertama kalinya, ia merasa langkahnya menuju cahaya. Ia benar-benar takut, tapi juga antusias akan hal besar yang akan terjadi dalam hidup Camellia.
Dan Zurich, akan menjadi tempat permulaan dari segalanya.
karna saking kaget nya Cammy bisaa meliy lagi, dan orang² yg pernah mengkhianati Cammy menyesal
oiya btw kak, kan kemarin ada part yg Lucas bilang " dia lebih tua dari mu " itu Arthur atau Rose, terus umur Rose berapa sekarang, aku lupaa eee