Shinkai. Sosok lelaki berusia 25 tahun. Ia tinggal di sebuah rumah sewa yang terletak tepat di sebelah toko bunga tempat ia berada saat ini. Toko bunga itu sendiri merupakan milik dari seorang wanita single parent yang biasa dipanggil bu Dyn dan memiliki seorang anak laki-laki berusia 12 tahun. Adapun keponakannya, tinggal bersamanya yang seringkali diganggu oleh Shinkai itu bernama Aimee. Ia setahun lebih tua dibanding Shinkai. Karena bertetangga dan sering membantu bu Dyn. Shinkai sangat dekat dengan keluarga itu. Bahkan sudah seperti keluarga sendiri.
Novel ini memiliki genre action komedi yang memadukan adegan lucu yang bikin tertawa lepas, serta adegan seru yang menegangkan dari aksi para tokoh. Adapun part tertentu yang membuat air mata mengalir deras. Novel ini akan mengaduk perasaan pembaca karena ceritanya yang menarik.
Yuk, baca kisah lengkap Shinkai dengan aksi kerennya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 27
Energi Shinkai sudah hampir habis. Bahkan ia sudah sangat tertatih untuk menggerakkan kakinya yang terluka. Apalagi untuk mengayunkan pedang ke arah puluhan orang yang berlari garang hendak membunuhnya.
ZING!
Satu tangkisan berhasil dikerahkan. Tubuhnya sudah hampir mati rasa.
“LAWAN AKU, SIALAN! PENGECUT! SAI JELEK! PERGI KAU KARENA KAU SUDAH KALAH!” Shinkai menjerit sekeras yang ia bisa.
ZING ZING ZING!
Ia masing sanggup untuk menghalau mereka. Setidaknya untuk waktu yang tidak sampai dua menit. Shinkai merasa sudah benar-benar mendekati batasannya.
SRETTT!
Seseorang dengan tubuh setinggi Sai itu menyebetkan luka baru pada lengan Shinkai.
SRETTT!
Kini bertambah pada telapak kakinya. Sirna sudah harapan untuk sekadar meretas jarak dari musuh.
Saat ada pedang yang hendak menebas Shinkai, “Tunggu!” Sai menghentikan. “Apa kata-kata terakhirmu?
”
Shinkai menarik napas, lantas tersenyum, “Sai, ketekmu bau sekali.”
Pria yang disebut namanya itu melaju dan menarik pedangnya sambil tertawa renyah, “Kata-kata yang sungguh menyentuh hati. Kau memang ingin sekali mati di tanganku.”
WUSHHH.
Tepat saat Sai mengayunkan pedang, sesuatu yang tajam melayang, hingga membuat senjata Sai turut melayang.
Sebuah kebetulan lanjutan yang membuat Shinkai terperangah. Itu bukanlah anak panah Luisa. Lebih tepatnya itu memang bukan anak panah. Itu adalah kunai.
Suara langkah segerombolan orang terdengar. Terlihat puluhan orang berpakaian gelap. Namun itu bukan pasukan Sai, sang peneror bunga Soka. Siapapun itu, dapat dipastikan bahwa mereka adalah bala bantuan.
“Ah, rupanya kau punya sekutu,” ujar Sai.
“Bukan. Mereka orang asing yang sok pahlawan,” jawab Shinkai sekenanya.
“kembalilah dan cari pria tua bernama Jim itu,” pinta salah seorang di antara orang-orang asing itu.
Tentu saja tanpa disuruh pun Shinkai akan memahami kondisi untuk segera pergi dari sana.
Dengan kaki berdarah, Shinkai terus berlari dan berlari pincang. Tak peduli dengan rasa sakit yang berada di sekujur tubuhnya. Ia sudah terbiasa untuk menahan luka. Termasuk luka dalam kalbu.
Langkah tanpa henti dengan sisa tenaga, akhirnya ia berhasil keluar dari hutan. Namun, belum sampai lebih jauh dari sana, ia justru melihat seseorang yang hendak ia pastikan kondisinya.
Aimee. Masih dalam keadaan membiru terlihat digendong oleh orang paling ia hindari.
“HOSHI!”
Hoshi berlari semakin kencang saat melihat Shinkai.
Pikiran Shinkai terbagi lagi. Tentang bagaimana nasib bu Dyn dan Neptune di rumahnya. Namun, Aimee sudah jelas diculik oleh Hoshi. Entah apa tujuannya, namun Hoshi terpampang jelas menggunakan kostum seperti peneror bunga soka, beserta senjatanya. Dalam versi tanpa memakai penutup wajah.
“Paman Jim, Sai, Hoshi. Ah, satu lagi. May. Sial, mereka semua satu rumpun.” Shinkai berseru sambil memukul kakinya yang tidak mampu berlari cepat lagi.
Ia pasrah. Harapannya tenggelam. Bersama mentari di ufuk barat sana.
Kesadaran Shinkai mulai memudar. Dalam sekejap, semua menjadi gelap.
___ ___ ___
Aroma asap. Bersama dengan suara kobaran api. Pada mata terpejam. Hitam menjadi merah sebab ada cahaya di hadapan.
Tenggorokan Shinkai terasa kering. Ia membuka mata perlahan.
Api unggun besar dan hangat menyambut kesadarannya. Matanya mengerjap. Menatap sekitar dengan tenaga yang belum pulih.
Manusia pertama yang menyambut muncul.
“May?”
Gadis kecil itu mendekat. Lalu membungkuk, “Tuan Shinkai. Senang melihat Anda hidup kembali.”
“Aku memang belum mati. Mau apa penjahat kecil ada di sini? Tidak puaskah kau melihat mayat Aimee? Sekarang kau mau membakarku di kobaran api itu?” Shinkai bertanya.
“Gadis kecil ini memang sadis, Shin,” sambut Hoshi.
Napas berat Shinkai berembus, “Sudahlah. Aku sudah lelah selamat. Cukup, aku tak punya tujuan lagi untuk hidup.”
“Kau menjadi pengecut hanya karena seorang gadis. Kau harus mati di tanganku. Pun sebaliknya. Aku belum puas bertarung denganmu,” tutur Hoshi.
“Kau masih saja kekanak-kanakan, Hoshi. Ingatlah, sekarang usiamu sudah seperempat abad,” ucap Shinkai.
“Setidaknya aku masih ingin menyiksamu,” ujar Hoshi sambil mendekat dan meninju bagian tubuh Shinkai yang terluka.
Shinkai menjerit kesakitan. Di sisi lain, Hoshi tertawa renyah.
Tiba-tiba, muncul seseorang yang menyelip antara Shinkai dan Hoshi. Ia merentangkan tangannya di depan Shinkai, seraya menatap tajam pada Hoshi.
Mata Shinkai terbelalak, “Aimee!?”
Gadis yang dikira meninggal itu menoleh. Sehat tanpa celah. Bibirnya merah muda alami. Tidak lagi pucat kebiruan. Tampak bersih dan bugar.
Aimee memeluk hati-hati pada Shinkai agar lukanya tidak terkena. Ia menangis tanpa suara. Sangat bersyukur melihat Shinkai selamat. Begitupun sebaliknya dan lebih tidak disangka-sangka, Aimee muncul tanpa bekas racun sedikitpun.
“Ekhem, dunia ini milik kalian?” Hoshi menyindir.
Selain pandai meracik parfum, ternyata May juga ahli racun dan masalah pengobatan. Ialah yang telah menyembuhkan Aimee. Sejak awal, keberadaannya di toko bunga bu Dyn adalah sebagai pelindung atas perintah Hoshi. Kejadian di suatu hari saat Shinkai bertarung dengan Hoshi dan bertemu dengan May adalah bagian dari rencana Hoshi. Karena ia tahu, teror bunga Soka meman mengincar Shinkai. Rencana penculikan Aimee sudah dilakukan sejak perginya May dari rumah itu yang telah berpura-pura sebagai pelaku.
“Lalu, apa maksudnya racun bening di botol kecil yang dikatakan Luisa sebagai racun. Persis seperti yang kulihat di rumah pohon May,” ujar Shinkai.
“Ah, jadi kau mengintipku, tuan Shinkai. Sangat tidak sopan.” May menyemprotkan parfum jeruk pada wajah Shinkai.
“Jangan! Aku mohon. Aku jauh lebih terluka dengan aroma itu daripada luka-luka di tubuhku ini.”
Aimee tertawa. Sedangkan Hoshi mengalihkan pandangan. Ia gengsi untuk terlihat akrab dengan Shinkai.
“Ini salahmu. Aku sudah membuatkan surat agar kau datang ke Tanduk Lebah,” ungkap May.
“Jadi kau pemilik tulisan mirip cakar bebek itu.”
“kau mau parfum ini lagi, tuan Shinkai?”
“Maaf, tulisanmu seindah mentari di pagi hari yang cerah.”
Artinya, pasukan asing yang menyelamatkan Shinkai dari pasukan Sai adalah sekutu Hoshi. Sosok pemuda yang seharusnya terlihat paling membenci Shinkai itu ternyata diam-diam menyelamatkan hidup Shinkai, beserta orang-orang yang berharga bagi Shinkai.
“Bagaimana dengan bu Dyn dan Neptune. Paman Jim? Sial,” seru Shinkai.
“Kau tak perlu heran. Semua orang bisa jadi penghianat. Orang tua dengan hipnotis kelembutan itu memanfaatkanmu. Kita akan menyusun rencana untuk menyelamatkannya. Lagipula, mereka keluarga. Kemungkinan pria itu tidak akan menyakitinya,” urai Hoshi.
Tampak setitik cahaya dari arah mereka berada. Salah satu wajah di antara mereka terlihat. Itu adalah wajah Egan yang diperlihatkan cahaya lentera.
Semakin dekat, di sampingnya ada beberapa orang lagi. Luisa, Taza, serta seorang pria yang babak belur dalam keadaan terikat. Meskipun hanya sesekali melihatnya, namun Shinkai mengetahui siapa gerangan orang tersebut.
Dia adalah pemilik penambangan berlian tempat biasa Shinkai bekerja.
“Shin, kau selamat!” seru Taza.
“Apa-apaan ini, Taza?”
“Orang ini adalah penjahat sebenarnya, Shin,” jawab Taza.
“Tentu. Aku tidak akan kaget. Tapi kau, kenapa kau tiba-tiba bersama mereka seolah sudah lama bersama.”
“Itulah gunanya surat itu, tuan Shinkai. Aku menulis itu untuk mengungkapkan rencana ini. Nyatanya, hanya Taza yang datang. Jadi, kami menganggap ialah yan beruntung,” sahut May mengungkap fakta.