Elara Andini Dirgantara.
Tidak ada yang tidak mengenal dirinya dikalangan geng motor, karena ia merupakan ketua geng motor Ladybugs. Salah satu geng motor yang paling disegani di Bandung. Namun dalam misi untuk mencari siapa orang yang telah menodai saudara kembarnya—Elana, ia merubah tampilannya menjadi sosok Elana. Gadis manis, feminim dan bertutur kata lembut.
Lalu, akankah penyelidikannya tentang kasus yang menimpa kembarannya ini berjalan mulus atau penuh rintangan? Dan siapakah dalang sebenarnya dibalik kehancuran hidup seorang Elana Andini Dirgantara ini? Ikuti kisah selengkapnya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Langkah Langit dan Elara kian terburu-buru memasuki rumah sakit. Praduga mereka akan Chelsea benar-benar membuat mereka begitu mengkhawatirkan keadaan Elana. Saat langkah keduanya perlahan mendekat ke ruang rawat Elana, terdengar teriakan histeris dari dalam ruangan.
"Elana!"
Langit dan Elara semakin mempercepat langkah menuju ruangan Elana. Saat tiba di depan ruangan, terlihat empat orang perawat memegangi kedua tangan dan kedua kaki Elana, sementara Zakia menyuntikkan obat penenang ke lengan Elana. Dalam sekejap suasana yang tadi riuh karena teriakan Elana perlahan berubah hening seiring dengan kesadaran Elana yang kian menghilang.
"Kak, kenapa Elana bisa bisa seperti ini? Apa ini juga berkaitan dengan orang yang sudah membuat Elana trauma?" tanya Elara sesaat setelah Zakia keluar dari ruangan.
Zakia mengangguk dengan tatapan bersalah. "Maaf, lagi-lagi aku kecolongan."
"Kak, izinkan kami mengecek CCTV." pinta Langit.
"Percuma, Langit. Pelakunya sangat cerdik, seluruh akses dari lobi sampai kamar Elana semua CCTV-nya nonaktif."
"Lagi?"
Elara sampai tidak habis pikir bagaimana orang itu bisa membuat CCTV tidak berfungsi berkali-kali. Kemudian pikiran Elara langsung tertuju pada Chelsea. Ya, ia yakin Chelsea yang melakukan ini. Tanpa membuang waktu lagi, Elara lekas mencari Chelsea, karena ia yakin Chelsea ada di rumah sakit ini.
"El, tunggu." Langit langsung menyusul Elara.
Elara menghentikan langkahnya di lobi dengan napas yang terengah-engah karena berlari. Ia mengedarkan pandangannya ke semua sisi lobi dan melihat Chelsea berlari keluar dari balik tembok dan langsung naik ke motornya, lalu pergi meninggalkan rumah sakit.
Elara berusaha menghadang Chelsea di gerbang rumah sakit, tetapi Chelsea cukup pintar menghindari Elara, hingga ia bisa melewati gerbang dengan mudah.
Di sisi lain, Langit yang baru tiba di lobi dan melihat Elara yang gagal menghadang Chelsea, langsung mengambil motornya sendiri, lalu berhenti di samping Elara. Bagai pemotor profesional, Elara langsung loncat menaiki motor Langit, lalu menyambar helm dan memakainya di atas motor. Langit 'pun tidak mengalihkan pandangannya dari motor yang Chelsea kendarai. Sebab, meleng sedikit saja maka mereka akan kehilangan jejak Chelsea.
"Langit cepat sedikit!"
Motor yang melaju dengan kecepatan penuh itu terasa bagai siput bagi Elara yang merasa tidak tahan untuk menangkap Chelsea. Ia terus menepuk bahu Langit, berharap Langit bisa kembali menambah kecepatan agar mereka benar-benar bisa menangkap Chelsea.
Langit begitu fokus mengendarai kendaraannya dengan kecepatan penuh. Namun sayang sekali, saat di lampu merah, motor Chelsea berhasil lolos, meninggalkan Elara dan Langit yang terjebak menunggu lampu berubah hijau.
"Sial! Dia lolos lagi!" umpat Elara.
...•••***•••...
"Zakia, bagaimana keadaan Elana?" tanya Om Efendi.
"Seperti yang aku katakan di telepon tadi Om. Kondisi Elana kembali drop setelah kedatangan penyusup tadi."
Papa Efendi terduduk lemah di kursi depan ruang rawat Elana. Kecolongan berkali-kali ini cukup membuatnya merasa gagal menjadi pelindung untuk putri tercintanya.
"Papa," Elara berlari kencang mendekati Papanya, lalu memeluknya erat. "Pelakunya berhasil kabur, Pa." adu Elara.
"Pelakunya? Kau sudah tahu siapa pelakunya?" tanya Papa Efendi.
"Iya Pa, dia Chelsea, sahabat baik Elana."
"Chelsea? Anaknya Pak Broto?"
"Iya, Papa kenal?"
"Pak Broto itu rekan bisnis Papa, El."
"Rekan bisnis? Apa mungkin Pak Broto memiliki dendam dengan Papa?" duga Elana.
"Tidak El, kami tidak ada masalah apa-apa. Pak Broto sangat profesional dan mengayomi Papa dalam bekerja."
"Bisa saja, Pa. Bisa saja Pak Broto sebenarnya merasa tersaingi oleh Papa dan membuat siasat buruk untuk menghancurkan Papa melalui Elana."
Langit, Elara, Zakia dan Papa Efendi saling tatap. Tampaknya dugaan Elara cukup masuk akal untuk mereka.
...•••***•••...
Sejak beberapa saat yang lalu, baik Papa Efendi, Langit, Elara maupun Zakia belum ada yang beranjak dari depan ruang rawat Elana. Mereka memilih berjaga-jaga karena takut Chelsea akan datang lagi untuk membuat Elana kembali kambuh. Namun setelah beberapa saat terasa aman, Elara akhirnya memutuskan untuk meminta sang Papa pulang.
"Pa, Papa pulang saja dulu, Papa butuh istirahat. Masalah Elana, biar aku dan Langit yang menunggunya."
"Tidak El, Papa akan menemani kalian di sini."
"Tapi Papa bahkan belum berganti pakaian dari pakaian kantor, Papa pasti lelah karena seharian bekerja."
"Maaf sebelumnya Om, tapi Elara benar, Om lebih baik pulang saja dan beristirahat. Masalah Elana, biar aku, Elara dan Kak Zakia yang menunggu di sin." ucap Langit.
"Terima kasih, Nak." Papa Efendi menepuk bahu Langit diiringi senyum teduhnya. "Biar Om menemani kalian di sini. Lagipula, walaupun Om pulang, Om belum tentu bisa tidur, karena Om tidak akan tenang meninggalkan Elana di sini."
Elara menghela napas pelan. Cukup sulit membujuk Papanya agar pulang. Padahal, Elara sangat mengkhawatirkan kesehatan sang Papa yang sebenarnya sudah cukup menurun seiring dengan bertambahnya usianya.
"Om. Om, Elara dan Langit bisa pulang saja dan beristirahat. Biar aku saja yang menunggu di sini." ucap Zakia.
"Tapi Kak—"
"Percaya padaku El, kali ini aku tidak akan kecolongan lagi." Zakia kembali menatap Papa Efendi. "Kalau Om ikut sakit karena menunggu Elana, Elara akan semakin repot, Om. Disatu sisi dia harus menangkap Chelsea, disisi lain dia harus memikirkan kesehatan Om. Jadi, lebih baik kalian pulang saja, biar aku yang berjaga di sini."
"Kakak yakin?" Kembali Elara bertanya.
"Iya."
Setelah mendengar jawaban Zakia, Elara berusaha membujuk Papanya agar pulang dan beristirahat. Beruntung setelah dibujuk sedemikian rupa, akhirnya Papa Efendi menurut untuk pulang.
"Baiklah Kak, kalau begitu kami pulang dulu." pamit Elara.
"Hm, hati-hati."
Zakia menatap Elara, Langit dan Papa Efendi yang melangkah kian jauh menuju lobi. Saat mereka bertiga tidak lagi terlihat, Zakia terpikirkan sesuatu dan langsung mengejar ketiganya.
"Langit," seru Zakia, membuat Langit menengok. "Bisa kita bicara sebentar?"
Langit sedikit berpikir, sebab ia baru bertegur sapa dengan Zakia beberapa sat yang lalu, jadi ia rasa tidak mungkin jika ada sesuatu yang penting untuk dibahas dengannya. Tetapi untuk menolak 'pun rasanya cukup sungkan. Akhirnya Langit mengangguk dan mengikuti langkah Zakia yang tampaknya ingin berbicara empat mata dengannya.
...----------------...
Zakia mau ngomongin apa nih sama Langit. Apa jangan-jangan sebenernya Zakia ikut terlibat dalam konspirasi ini?
semakin di bikin penasaran sama authornya .,...🤣🤣
pinisirin kelanjutannya.....💪
masih belum ada titik terang siapa yg memperkosa elana...