Novel kali ini mengisahkan tentang seorang pangeran yang dibuang oleh ayahnya, karena menganggap anaknya yang lahir itu adalah sebuah kutukan dari langit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikri Sa'ati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KPYT 027. Bertemu Bocah Gembel
Hari itu masih tergolong pagi. Langit tampak begitu cerah, nyaris tak ada awan yang menggantung. Sementara sang Raja Siang masih bersinar lembut menebar kehangatan ke seantero Kota Shan-hu Jia.
Kota yang terletak di wilayah pesisir sebelah timur Kerajaan Tian Shi itu sudah ramai oleh aktifitas para penduduknya yang tergolong padat.
Tampak seorang anak laki-laki berusia kisaran 12 tahunan tengah berjalan santai di tengah keramaian Kota Shan-hu Jia. Bocah berpakaian ringkas warna hijau usang itu tak lain adalah Zhao Jinlong.
Beberapa saat yang lalu dia baru saja meninggalkan Pelabuhan Shan-hu Jia, di mana beberapa hari lamanya dia berlayar bersama kapal besar yang ditumpanginya secara gelap.
Namun sebelum turun dari kapal dia berterus terang kepada juragan kapal dan hendak membayarnya, karena dia sudah punya uang banyak dari pemberian Nyonya Wang dan Bibi Ningyan.
Karena Jenderal Wang Bao Zhen mengetahui hal itu, maka dialah yang membayarkan ongkos kapal Zhao Jinlong.
Sebenarnya Yin Chao Xin dan putrinya, Wang Chun Hua membujuk Zhao Jinlong agar ikut bersama mereka ke kotaraja, kalau perlu tinggal bersama mereka. Tapi Zhao Jinlong menolaknya secara halus.
Akan tetapi dia berjanji akan berkunjung ke rumah mereka kalau sempat pergi ke kotaraja. Sedangkan Jenderal Wang tidak melakukan apa-apa selain memberikan plakatnya kepada Zhao Jinlong.
Sama halnya juga dengan Putri Zhang Jiang Ying dan ketiga adik angkatnya serta Bibi Ningyan, mereka membujuk Zhao Jinlong agar ikut bersama mereka ke Kerajaan Bai Xing.
Bahkan Zhang Jiang Ying dan ketiga adik angkatnya memaksanya untuk ikut bersama mereka. Bahkan mereka sampai menangis segala untuk meluluhkan hati Zhao Jinlong.
Namun Zhao Jinlong juga menolak secara halus. Dia mengemukakan alasan logis sehingga dia berhasil menolak bujukan gadis-gadis kecil nan cantik itu.
Waktu terus berlalu perlahan namun pasti. Tanpa terasa hari sudah berada di ambang siang. Sang mentari sudah bersinar garang, seakan hendak menghanguskan seantero Kota Shan-hu Jia.
Zhao Jinlong sudah menunaikan keperluannya; membeli tas baru, membeli dua setel pakaian, dan membeli kasut atau sepatu baru.
Sekarang dia tengah mencari rumah makan yang sekaligus ada penginapannya. Dia mungkin akan tinggal beberapa hari dulu di kota yang terletak di pesisir ini, sambil melihat keadaan.
Dia berkeinginan mengamalkan ilmu pengobatannya yang dimulai di kota ini. Siapa tahu peruntungan baik berpihak padanya di sini.
Dari tempatnya berada sekarang, kira-kira berjarak dua lemparan, Zhao Jinlong sudah dapat melihat sebuah bangunan cukup besar dan bertingkat dua. Itulah tempat yang dia cari, rumah penginapan sekaligus rumah makan.
Namun baru beberapa langkah kakinya beranjak ke rumah makan merangkap penginapan itu, dari arah yang sama tampak seorang anak kecil berpakaian compang-camping tengah berlari sekencang yang dia mampu di tengah lalu-lalang orang-orang.
Di tangan kanannya tergenggam erat roti seperti bakpao berukuran cukup besar.
Di belakang bocah yang seperti anak laki-laki itu tampak seorang lelaki berbadan agak gemuk berusia 40-an tahun tengah berlari mengejar sang bocah. Bersamanya ada lagi dua orang lelaki berusia di atas 25 tahun juga ikut mengejar.
"Jangan lari kau, bocah tengik!" teriak lelaki gemuk itu sambil terus mengejar. "Kembalikan bakpao yang kau curi....!"
"Pencuri kecil, berhenti kau!"
"jangan lari, bocah sialan!"
Dua orang lelaki yang seperti pembantu sang lelaki gemuk juga tak mau kalah, ikut berteriak-teriak sambil terus mengejar pula.
Sedangkan bocah laki-laki berpenampilan gembel itu seperti tidak menghiraukan teriakan tiga orang pengejarnya, dia terus saja berlari dan berlari. Penutup kepalanya yang sudah usang tampak bergoyang-goyang mengikuti irama larinya.
Peluh sudah menganak sungai di wajah mungilnya yang belepotan debu. Tapi dia tidak menggubrisnya. Dia terus berlari yang seakan tanpa sadar menuju ke arah Zhao Jinlong yang kini berdiri diam.
★☆★☆
Sementara Zhao Jinlong memang kini sudah berhenti melangkah. Tengah berdiri diam sambil menatap bocah laki-laki yang dikejar-kejar oleh juragan bakpao dan dua orang pembantunya tanpa berkedip.
Sementara para penduduk sekitar seperti tidak menghiraukan kejadian kejar-kejaran itu. Seolah kejadian itu sudah biasa terjadi.
Bocah laki-laki gembel itu semakin mempersingkat jarak antara dia dengan Zhao Jinlong. Dan sekarang larinya seperti disengaja mengarah pada sang tabib kecil.
Benar saja.
Begitu bocah gembel itu sudah berada di dekat Zhao Jinlong, dia langsung berlari ke belakang tabib kecil, dan bersembunyi di situ seakan meminta perlindungan kepadanya.
"Gege, tolong aku!" pinta bocah gembel itu penuh harap dengan wajah memelas di sela napasnya yang memburu karena kelelahan. "Orang tua itu hendak menindasku."
Sambil berkata demikian bocah laki-laki itu menunjuk ke depan dengan tangan kirinya. Sedangkan juragan bakpao dan dua orang pembantunya sudah semakin dekat.
"Tenanglah! Aku akan melindungimu, adik kecil," kata Zhao Jinlong bernada lembut menenangkan sambil tersenyum.
Tak lama kemudian, juragan bakpao dan dua pembantunya telah sampai di depan Zhao Jinlong dan berhenti berjarak satu tombak di situ.
"kemari kau, bocah tengik!" hardik juragan bakpao bernada berang penuh amara dan emosi. "Kembalikan bakpao yang kau curi atau kau harus membayarnya dengan mahal!"
"Tidak mau!" tolak bocah gembel itu yang berbicara di belakang punggung Zhao Jinlong. "Aku sudah membayarnya."
"Tapi uangmu belum cukup, anak sialan!" hardik juragan bakpao dengan sengit.
"Tuan, berapa harga bakpao yang adik kecil ini ambil darimu?" kata Zhao Jinlong mencoba mengambil jalan damai dengan sang juragan bakpao. "Biar aku yang membayarnya."
"O..., apa kau kakaknya?" kata juragan bakpao bernada penuh hinaan. "Penampilanmu seperti gembel juga, sama seperti bocah tengik pencuri itu. Apa kau punya duit?"
"Sebutkan saja, harganya berapa, Tuan!" pinta Zhao Jinlong masih bersikap ramah lingkungan.
Kemudian dengan wajah gusar juragan bakpao itu menyebutkan harga yang mahal. Mendengar itu bocah gembel langsung maju dan berposisi di samping kiri Zhao Jinlong.
"Harga yang kau sebut itu terlalu tinggi, Paman!" dengus bocah gembel itu dengan suara tinggi. "Aku tahu harga tertinggi bakpao tidak sampai begitu."
"Sudahlah, adik kecil, tidak usah diperdebatkan lagi!" kata Zhao Jinlong membujuk. "Biar aku membayar bakpao yang sudah kamu ambil."
"Tapi...."
Zhao Jinlong langsung memutus ucapan bocah kecil itu dengan isyarat agar dia diam saja. Dan akhirnya dia diam juga seolah menurut. Tapi dia tampak bersungut-sungut dalam diam.
Sementara Zhao Jinlong membayar sejumlah harga yang disebut sang juragan bakpao dengan uang koin. Dan juragan bakpao langsung mengambil sejumlah uang itu dengan cepat.
"Sekarang, apa urusan dengan adik kecil ini sudah selesai?" tanya Zhao Jinlong meminta keputusan.
"Jaga adikmu yang liar itu dengan baik!" dengus juragan bakpao. "Jangan sampai dia mencuri lagi!"
Lalu juragan bakpao meninggalkan Zhao Jinlong dan bocah gembel begitu saja setelah mengajak kedua pembantunya.
★☆★☆
Beberapa saat kemudian sepeninggal ketiga lelaki tadi, Zhao Jinlong beralih menghadap ke arah bocah gembel yang masih berdiri di tempatnya itu. Bocah gembel itu tampak menatap kepergian ketiga lelaki tadi dengan sorotan penuh amarah dan dendam.
Sejenak Zhao Jinlong menatap bocah berpakaian compang-camping itu. Wajah bocah gembel itu mengingatkannya pada Jenderal Wang Bao Zhen. Wajah anak itu mirip dengan wajah sang jenderal.
Namun Zhao Jinlong belum mau terburu-buru menyimpulkan kalau bocah gembel itu adalah anak sang jenderal yang hilang hampir dua tahun yang lalu. Perlu diteliti dulu kebenarannya.
Tapi Zhao Jinlong sudah punya firasat kalau bocah yang berpenampilan anak laki-laki itu adalah anak, atau tepatnya putri Jenderal Wang. Zhao Jinlong tahu kalau bocah itu adalah anak perempuan meski berdandan laki-laki.
"Namaku Zhao Jinlong," kata bernada kalem dan ramah kepada bocah berdandan laki-laki itu sejurus kemudian. "Kalau boleh tahu siapa namamu, adik kecil?"
Mendengar ucapan Zhao Jinlong, bocah gembel itu beralih memandang anak laki-laki yang barusan menolongnya dari penindasan. Ekspresinya yang tadi penuh amarah dan dendam, kini berubah seperti sedih dan merasa bersalah.
"Kenapa kamu membayar terlalu mahal harga bakpao ini, Long gege?" tanya bocah gembel masih mempermasalahkan harga bakpao yang terlalu tinggi. "Harganya tidak begitu...."
"Sudahlah, tidak usah lagi kamu persoalkan," kata Zhao Jinlong bernada ringan. "Yang penting kamu sudah aman."
"Kenapa kamu belum makan bakpaomu itu, adik kecil?" Zhao Jinlong beralih memandang bakpao di tangan kanan bocah gembel itu yang masih utuh.
"Sekarang... aku seperti tidak tega memakannya," ucapnya bernada sedih. "Ka-kamu membayarnya terlalu mahal."
"Sudahlah, kamu tidak usah memikirkannya lagi! Aku mau ke rumah makan untuk makan siang. Apa kamu mau ikut?"
"Apa... kamu percaya padaku?" tanya bocah gembel itu sambil menatap Zhao Jinlong. "Ti-tidak takut nantinya aku menyusahkan kalau kamu mengajakku?"
"Kamu mau ikut apa tidak, adik kecil?" tanya Zhao Jinlong seolah tidak menggubris komentar sang bocah gembel.
"Kalau kamu percaya padaku, aku mau ikut."
Zhao Jinlong tidak menanggapi. Tapi dia langsung menyaut tangan kanan bocah gembel itu, dan mengajaknya menuju rumah makan. Sedangkan sang bocah gembel hanya mengikuti saja ke mama Zhao Jinlong membawanya.
★☆★☆★
Semangat terus thor upnya