Dibunuh oleh putrinya sendiri membuat Kayana bersumpah untuk membalas setiap perbuatan keji sang putri saat ia diberikan kesempatan untuk hidup kembali. Doanya terkabul ia diberikan kesempatan hidup lagi, apakah ia akan membalas dendam kepada sang putri atau luluh karena sang putri berubah menjadi anak baik???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Its Zahra CHAN Gacha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kasih sayang Ibu
Hari itu di rumah sakit terasa begitu panjang. Sejak penangkapan Vanesa, suasana di keluarga Wijaya berubah drastis. Nyonya Wijaya, yang patah hati dan merasa dikhianati, memilih untuk mengurung diri di kamarnya, tak lagi ingin melihat siapa pun.
Sementara itu, Mala hampir tidak pernah beranjak dari sisi Putri.
Di ruang ICU, ia duduk di samping ranjang gadis yang terbaring lemah itu. Wajah Putri pucat, tubuhnya dipenuhi selang dan alat bantu medis. Tapi di balik semua itu, Mala bisa melihat cahaya kehidupan yang tetap bertahan — cahaya yang menjadi satu-satunya harapannya kini.
Setiap hari, ia menggenggam tangan Putri, membisikkan kata-kata lembut.
"Maafkan Ibu, Nak..." suara Mala bergetar menahan tangis. "Ibu terlambat menemanimu... Tapi sekarang Ibu ada di sini. Ibu tidak akan pergi ke mana-mana lagi."
Laston kadang datang menemani, memastikan semua aman. Namun ia tahu, saat ini, hanya cinta seorang ibu yang bisa memanggil Putri kembali dari kegelapan.
---
Hari ketujuh sejak tragedi itu, sebuah keajaiban kecil terjadi.
Saat Mala tengah membelai rambut Putri sambil membacakan cerita dongeng — sesuatu yang dulu ia bayangkan akan ia lakukan untuk anaknya — jari Putri bergerak pelan.
Mala tertegun.
"Putri?" bisiknya, menahan napas.
Tangan itu bergerak lagi. Kali ini sedikit lebih kuat.
Air mata Mala langsung menggenang. Ia memanggil dokter dan perawat, yang segera memeriksa kondisi Putri.
"Dia merespons!" seru dokter dengan penuh semangat. "Ini kabar baik, Bu Mala. Putri menunjukkan tanda-tanda sadar!"
Mala memeluk tangan Putri erat-erat, seolah takut jika ini hanya mimpi.
Dan akhirnya, saat malam turun dengan sunyinya, mata Putri terbuka perlahan.
Pandangan gadis itu kabur, namun saat ia melihat wajah Mala — wajah yang begitu mirip dengannya — bibir pucatnya bergetar.
"Ibu..." lirihnya hampir tak terdengar.
Tangis Mala pecah seketika.
"Iya, Nak... Ini Ibu..." isaknya sambil mengecup kening Putri. "Ibu di sini... Ibu tidak akan pernah meninggalkanmu lagi."
Putri kembali memejamkan mata karena lelah, namun senyum kecil tergambar di bibirnya.
Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Putri merasa hangat... merasa dicintai tanpa syarat.
Dan Mala, dalam pelukannya yang penuh air mata, berjanji:
"Mulai sekarang, Ibu akan menjadi pelindungmu... sampai kapan pun."
---
Di balik jendela kamar rumah sakit itu, Laston berdiri diam, menahan emosinya.
Ia tahu, ini baru awal. Masih ada banyak luka yang harus disembuhkan, banyak kebenaran yang harus dihadapi.
Namun malam itu, satu hal pasti: keluarga yang hancur itu perlahan-lahan mulai kembali dipersatukan oleh kasih sejati.
Dan Vanesa, Haris, serta Shela... mereka kini harus menghadapi akibat dari semua perbuatan jahat yang telah mereka lakukan.
Karena sekuat apa pun kejahatan bersembunyi, pada akhirnya... cinta dan kebenaran akan selalu menang.
Beberapa minggu berlalu sejak Putri membuka matanya untuk pertama kalinya. Perlahan, dengan dukungan Mala dan Laston, gadis itu mulai pulih. Meskipun tubuhnya masih lemah dan trauma berat membekas di hatinya, Putri berjuang keras untuk bangkit — demi dirinya sendiri, dan demi cinta seorang ibu yang akhirnya ia temukan.
Sementara itu, kehidupan Vanesa berubah drastis.
Setelah skandal pesta ulang tahunnya terbongkar ke publik, nama Vanesa Wijaya tercemar. Video-video kekejamannya terhadap Putri bocor di media sosial, membuatnya menjadi bahan hujatan seluruh kota. Tidak ada yang tahu siapa yang membocorkannya — mungkin Laston, mungkin seseorang dari pihak hotel yang bersimpati kepada Putri.
Yang jelas, hidup Vanesa hancur.
Saat masa tahanannya selesai karena usianya yang masih di bawah umur, Vanesa mencoba kembali ke sekolah.
Namun saat ia berdiri di gerbang sekolah lamanya, semua mata memandangnya dengan jijik. Kepala sekolah memanggilnya ke ruangannya, dan dengan dingin berkata,
"Maaf, Vanesa. Dengan mempertimbangkan keselamatan siswa lain, dan menjaga nama baik sekolah, kami tidak bisa menerima kamu kembali."
Vanesa memohon, menangis, bahkan berlutut, namun keputusan sudah bulat.
Ia mencoba mendaftar ke sekolah-sekolah lain. Tapi kabar tentang dirinya sudah menyebar luas. Semua sekolah menolaknya. Tidak ada satu pun yang mau mencatatkan nama Vanesa Wijaya di buku daftar siswa mereka.
Di rumah, Vanesa hanya bisa menangis dan mengamuk. Ia merasa dunia tidak adil. Ia menyalahkan semua orang — Mala, Putri, bahkan Laston.
Suatu malam, ia berteriak pada ibunya, Shela, yang kini juga jatuh miskin dan dalam pelarian karena kasus hukum.
"Ini semua salahmu! Kalau saja kau tidak menukar aku saat lahir, aku tidak akan jadi begini!"
Namun Shela hanya menatapnya dengan tatapan kosong, penuh penyesalan atas semua dosa yang telah mereka buat.
---
Di sisi lain, kehidupan Putri dan Mala mulai perlahan menapaki cahaya.
Mala memutuskan untuk membawa Putri tinggal bersamanya di sebuah rumah sederhana yang jauh dari hiruk-pikuk kota. Ia ingin memulai hidup baru bersama anak kandungnya, menyembuhkan luka, dan membangun kembali ikatan yang telah direnggut bertahun-tahun lamanya.
Laston tetap setia membantu mereka dari jauh, sambil menunggu waktu yang tepat untuk memberitahukan semua kebenaran tentang pertukaran bayi itu kepada publik — agar nama Putri bisa dipulihkan sepenuhnya sebagai pewaris sah keluarga Wijaya.
Namun untuk saat ini, yang terpenting bagi Mala adalah satu hal: Putri bisa tertawa kembali.
Di tengah malam yang sunyi, di sebuah rumah kecil yang hangat, terdengar suara lembut seorang ibu membacakan dongeng, diikuti tawa pelan seorang gadis muda — tawa yang dulu hampir padam, kini kembali bernyala.
Mala tahu, perjuangan belum berakhir. Tapi untuk malam ini, ia bersyukur... karena cintanya sudah menemukan jalan pulang.
hadeh ada juga yg kyk gtu