Seorang kakak yang terpaksa menerima warisan istri dan juga anak yang ada dalam kandungan demi memenuhi permintaan terakhir sang Adik.
Akankah Amar Javin Asadel mampu menjalankan wasiat terakhir sang Adik dengan baik, atau justru Amar akan memperlakukan istri mendiang Adiknya dengan buruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noor Hidayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ngamuk
Sesuai yang Amar janjikan, Amar pulang lebih cepat dari biasanya, bahkan Amar bersiap lebih dulu sebelum Mahira selesai bersiap. Untuk menghilangkan kebosanan selama menunggu Mahira, Amar bermain dengan baby Emir di ruang tengah. Meskipun sikap Amar begitu kaku kepada sang istri tapi kepada baby Emir, Amar begitu luwes dan tak segan tertawa lepas mengikuti tawa baby Emir yang begitu renyahnya.
Melihat pemandangan itu Mahira yang baru datang termangu menatap Amar yang terlihat begitu menikmati perannya sebagai Ayah Emir. Terlihat begitu lepas tanpa beban seperti yang selama Mahira lihat.
"Emir lihat Ayah..." ucap Amar sambil memutar kedua bola matanya sehingga membuat baby Emir kembali tertawa. Dan bukan hanya baby Emir saja yang tertawa, bahkan Mahira yang melihatnya pun turut tersenyum menggelengkan kepalanya karena tidak pernah menyangka dibalik sikap dinginnya, Amar mau melakukan hal yang biasa dilakukan seorang ibu pada bayinya.
Amar baru menyadari kedatangan Mahira ketika netranya melihat kesisi kiri ruangan sehingga membuat Amar langsung merubah posisi duduknya seakan tidak ingin Mahira melihat sisi lain darinya.
"E-sejak kapan kamu datang?" tanya Amar yang menjadi sedikit gugup karena khawatir Mahira melihat apa yang baru saja Ia lakukan.
"Sejak kak Amar membuat Emir tertawa dengan berbagai karakter wajah kak Amar yang di buat lucu."
"E-aku hanya berusaha membuat Emir tertawa. Kamu sudah siap, kemana Mbak Lia?" Amar langsung mengalihkan pembicaraan karena tidak ingin Mahira membahas hal itu lagi.
"Biar Aku yang antar Emir kepada Mbak Lia." ujar Mahira mengambil baby Emir dari gendongan Amar untuk diberikan kepada Mbak Lia baby sitter Emir.
Setelah itu, Mereka berangkat menghadiri undangan pernikahan yang diselenggarakan di sebuah hotel berbintang.
Amar yang sejak dirumah tidak memperhatikan penampilan Mahira, begitu terpukau saat melihat Mahira berdiri dibawah lampu yang semakin membuat wajah dan kulitnya bersinar terang. Menggunakan off shoulder dress berwarna teal membuat Mahira terlihat begitu elegan dan tak kalah cantik dari para tamu undangan yang rata-rata dari kalangan artis pejabat dan konglomerat.
"Apa yang Anda lihat Tuan?" tanya salah seorang dari mereka yang tengah bertegur sapa dengan sesama pengusaha. Tidak menjawab pertanyaan mereka, Amar hanya tersenyum dan meminta izin pergi.
Amar melangkah menuju dimana Mahira berdiri tanpa melepaskan pandangannya sedetik pun. Namun belum juga Amar sampai disana. Seorang pria lebih dulu datang mendekati Mahira.
"Hai... kenapa berdiri sendirian disini, dimana suamimu?" tanya pria itu dengan niat tersembunyi.
"S-suamiku sedang mengambilkan ku minum." saut Mahira beralasan.
"Jangan berbohong, sejak tadi aku perhatikan suamimu selalu mengabaikan mu dan lebih asyik berbincang dengan teman-temannya."
Dari kejauhan, Amar yang melihat pria itu semakin mendekati Mahira mulai merasakan panas dihatinya. bahkan kedua tangannya telah mengepal sempurna seakan ingin langsung menghajarnya saat itu juga.
"Aku perhatikan saat dirumah Tuan Amar juga selalu mengabaikan mu, bahkan dimalam hari aku juga sering melihat Tuan Amar berdiri diatas balkon sendirian. Apa dia tidak memberikan nafkah batinnya padamu?"
Mendengar itu, Mahira sangat terkejut, bagaimana bisa pria itu mengetahui banyak hal tentang dirinya dan Amar. Akan tetapi Mahira menahan diri mengingat dirinya masih berada ditengah pesta. Mahira tidak ingin membuat keributan dan membuat Amar malu dan marah padanya.
"Kenapa kamu diam, apa ucapan ku benar?"
"Maaf Tuan, aku pergi dulu," ucap Mahira mencoba pergi untuk menghindari pertanyaan pria itu yang begitu pribadi. Namun tanpa rasa malu, pria itu menghentikan Amira dengan memegang pergelangan tangannya.
Melihat tangan sang istri di pegang pria lain, Amar tak dapat lagi menahan diri. Amar dengan kedua tangannya yang mengepal serta rahangnya yang mengeras langsung menarik kerah jas pria itu dari belakang lalu menghempaskan dengan kasar hingga menghantam salah satu meja yang ada di dekatnya.
"PRANNNKKKK....!!!" suara pecahan piring, gelas dan berbagai macam yang ada diatas meja berbunyi nyaring hingga menarik mata para tamu undangan yang datang. Bahkan Tuan rumah dan kedua mempelai turut melihat kearah kegaduhan terjadi.
"Berrraninya kau menyentuh istrinya!" teriak Amar yang kembali menarik kerah kemeja pria itu lalu menonjok wajahnya.
"Kak Amar..." teriak Mahira yang kemudian diikuti jeritan para tamu yang melihat peristiwa itu.
Bersambung...