Elara Calista seorang wanita cantik yang menjadi istri kedua dari Erlangga Lysander pria tampan yang begitu dicintainya. Sayang saja hubungan mereka tidak pernah mendapatkan restu. Membuat rumah tangga mereka sering di landa masalah. Yang dibuat oleh istri pertama Erlangga serta ibu mertuanya yang begitu tidak menyukainya.
Mereka melakukan berbagai cara untuk menghancurkan pernikahan nya. Hingga akhirnya pernikahan Elara dan Erlangga benar benar berada di ujung tanduk.
Apakah Elara harus bertahan atau memilih untuk menyerah?. Dan apakah Erlangga akan membiarkan Elara pergi dari kehidupannya?.
(Jangan lupa yaww bantu folow akun Ig @sya_gelow )
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syana Elvania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hasil tes DNA
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba. Setelah beberapa hari menunggu dengan hati resah.
Kini Elara tengah berada di taman, duduk dikursi rodanya menatap anak anak kecil yang tengah bermain di taman rumah sakit. Dibelakang nya ada Erlangga yang duduk di kursi taman. Pria itu senantiasa menemaninya selama dirumah sakit bahkan pria itu yang menyuruhnya menggunakan kursi roda.
Padahal dia sudah menolaknya. Dan ya suaminya itu keras kepala malah memberikan nya pilihan duduk di kursi roda atau di gendong. Jadi ia tak punya pilihan selain memilih duduk di kursi rodanya.
Elara sengaja meminta kemari. Lantaran jengah terus berada didalam ruang inapnya. Bukan kah lebih baik ia keluar menikmati udara segar bebas dari bau obat obatan dirumah sakit.
"Sayang kamu belum makan sejak pagi. Kamu ingin makan apa?." Tanya Erlangga pasalnya sang istri menolak makan makanan dari rumah sakit. Karna rasanya tidak cocok di lidah wanita itu.
"Emm... Bubur ayam langganan kita aja. Aku pengen makan itu udah lama nggak makan." Pinta Elara atensinya tidak luput dari anak anak yang masih asyik bermain di taman rumah sakit. Walaupun ada sebagian dari mereka memakai pakaian rumah sakit seperti nya. Entah sedang sakit apa. Ia hanya berharap mereka bisa sembuh.
"Baiklah. Sesuai permintaan mu." Erlangga mencuri kecupan dipipi sang istri. Sebelum akhirnya menelfon anak buahnya untuk membelikan apa yang istrinya minta.
Senyum nya tersungging melihat kedua pasangan yang seperti nya seumuran dengan nya tengah menemani bermain putra mereka di taman bermain anak anak. Ada rasa iri di hatinya yang coba ia tepis.
Gerak gerik Elara tak luput dari tatapan Erlangga yang ikut menatap kearah yang sama. Setelah selesai menelfon. Dia simpan kembali ponselnya kedalam saku celananya.
Mensejajarkan wajahnya dengan sang istri, dan meletakkan dagunya pada bahu wanitanya. "Kamu ingin... Seperti keluarga itu juga?." Bisik Erlangga kembali mengecup pipi sang istri dengan lembut.
Elara menggelengkan kepalanya. Menyangkal isi hati nya sendiri. "Lagi pula ngga mungkin. Sulit buat aku memiliki seorang anak lagi setelah kecelakaan itu." Lirih Elara mengingat perkataan dokter yang memvonis nya akan sulit memiliki keturunan setelah kecelakaan yang membuat kandungan nya mengalami pendarahan hebat dan berakibat pada rahimnya.
"Tidak sayang. Masih ada harapan untuk kita. Kamu jangan menyerah karna diagnosa itu. Elara yang ku kenal bukan wanita yang mudah menyerah." Bujuk Erlangga memberikan semangat untuk sang istri.
"Tapi Aku... Takut... Aku takut tak bisa memberikan mu keturunan. Aku takut tidak bisa menjadi istri yang sempurna untuk mu." Cicit Elara Menundukkan pandangannya, entah mengapa ia menjadi insecure pada dirinya sendiri.
Erlangga menghela nafas berat menegakkan kembali tubuhnya dan berpindah berdiri didepan istrinya. Dia berlutut. Menggenggam erat jemari sang istri. "Jangan katakan itu lagi. Kamu sempurna untuk ku. Sangat sempurna. Dan Kita bisa melakukan cara lain seperti mengikuti program kehamilan atau bayi tabung. Kita akan coba segala cara yang bisa kita coba, sayang. Aku akan selalu menemani mu."
Senyum tipis tersungging dibibir Elara. Ia mengangguk pelan. Hatinya mulai sedikit tenang mendengar perkataan suaminya. Namun, hanya sesaat sebelum akhirnya ia teringat akan hasil tes DNA yang keluar hari ini.
"Mas... Bagaimana soal hasil tes DNA-nya." Cicit Elara yang mulai gelisah. Ia benar benar takut jika anak itu benar benar anak suaminya.
Erlangga semakin mengeratkan genggaman nya. Menenangkan kegelisahan sang istri yang terlihat jelas. "Aku sudah tanyakan pihak rumah sakit. Dan hasilnya akan keluar jam delapan." Ujar Erlangga setelah melirik arlojinya yang menunjukkan jam tujuh kurang dua menit.
Elara mengangguk dengan berat. "Aku mau kembali ke kamar saja." Pintanya yang di angguki oleh suaminya.
"Baiklah sayang." Erlangga kembali berdiri. Mendorong kursi roda sang istri kembali masuk kedalam rumah sakit. Dan pergi ke arah kamar elara yang berada di lantai 10.
Erlangga mengisyaratkan salah satu anak buahnya yang tengah berjaga di depan pintu kamar inap nya. Untuk membukakan pintu. Dia sengaja meminta dua orang penjaga untuk berjaga di depan kamar sang istri lantaran tidak ingin ada orang yang tidak diinginkan datang membuat keributan.
Setelah pintu terbuka Erlangga mendorong masuk kursi roda sang istri menempatkan nya disamping ranjangnya. "Biar ku bantu berpindah sayang."
"Tidak usah mas... Aku ngga lumpuh." Tolak Elara bangun berdiri dari kursi rodanya dan naik ke atas ranjangnya. Duduk sembari bersandar pada kepala ranjang.
Pria itu tersenyum tipis. Mendorong kursi roda ke samping sofa. Lalu duduk di tepi ranjang sang istri, mengusap lembut surai hitam legamnya.
"Mas... Aku kapan bisa pulang. Aku bosan tau disini. Lagi pula dokter kan udah ijinin. Mas... Aku mau pulang. Aku nggak mau disini." Pinta Elara menarik lengan kemeja suaminya dengan tatapan penuh harap.
Pria itu mengangguk dengan senyum lembut. Memang benar dokter sudah mengijinkan nya. Namun, dengan beberapa catatan penting. Seperti rajin check up. "Baiklah, sayang. Kamu pulang bersama ku, ya?. Kerumah kita."
Ia terdiam, ragu. Menggeleng pelan. "Enggak mau. Sebelum hasil tesnya keluar. Kamu harus menepati janji kamu yah... Ceraikan aku jika hasilnya positif." Pinta Elara dengan nada gemetar. Jujur saja ia tidak mampu menyerah tapi ia tidak ingin menjadi benalu. Lebih baik ia melepaskan suaminya bersama wanita yang sempurna. Bisa memberikan keturunan untuk suaminya. Tidak seperti dirinya wanita dari kalangan rendahan yang tidak memiliki apapun. Bahkan kini ia sudah cacat.
Ia hanya mengandalkan cinta dan mimpinya untuk bisa hidup bersama seseorang yang bahkan seharusnya tak bersanding dengan nya.
"Hey... Sayang ada apa?. Kenapa kamu overthinking terus menerus." Tanya Erlangga mulai khawatir melihat sikap sang istri yang jauh lebih overthinking. Bahkan terkadang dia sering mendapati wanitanya tengah melamun.
Ia hanya mampu menggelengkan kepalanya. Mendongak menatap langit langit kamar mencoba menahan sesuatu yang hendak luruh dari kedua kelopak matanya.
Tiba tiba saja pintu kamarnya diketuk pelan dan seorang perawat masuk kedalam setelah mendapatkan ijin. Perawat itu membungkuk hormat. "Pagi Tuan, Nyonya. Saya ingin memberikan hasil tes DNA dari Tuan Erlangga dan Nyonya lala." Perawat itu memberikan sebuah amplop putih dengan logo rumah sakit ini yang di bawanya.
Erlangga menerima nya. Dengan penuh percaya diri. Mengibaskan tangannya menyuruh perawat itu untuk pergi. Dia tersenyum lembut menatap sang istri duduk di samping ranjangnya, menyerahkan amplop yang masih tersegel itu. "Ini sayang. Kamu saja yang lebih dulu membukanya."
Ia tersenyum tipis. Dengan tangan sedikit gemetar Elara menerimanya. Entah mengapa ia menjadi gelisah dan gugup sendiri. Takut jika yang di khawatir kannya benar. "Ak-aku buka ya?." Ijin Elara yang diangguki mantap oleh Erlangga.
Dengan hati hati Elara membuka segel amplop dan mengeluarkan isi didalamnya yang berisikan hasil tes DNA. Membacanya dengan seksama.
Tubuhnya seketika menegang. "99.9% cocok." Bacanya dengan suara gemetar. Meneguk salivahnya dengan susah payah kini Jemari nya yang menggenggam kertas itu gemetar.
"Ap-apa maksud mu." Erlangga langsung menarik kertas itu membacanya sendiri untuk memastikan. Dan benar adanya didalam surat itu tertulis 99,9% cocok.