Entah ini mimpi atau nyata, namun Jenny benar-benar merasakannya. Ketika dia baru saja masuk ke dalam rumah suaminya setelah dia menikah beberapa jam lalu. Jenny harus dihadapkan dengan sikap asli suaminya yang ternyata tidak benar-benar menerima dia dalam perjodohan ini.
"Aku menikahimu hanya karena aku membutuhkan sosok Ibu pengganti untuk anakku. Jadi, jangan harap aku melakukan lebih dari itu. Kau hanya seorang pengasuh yang berkedok sebagai istriku"
Kalimat yang begitu mengejutkan keluar dari pria yang baru Jenny nikahi. Entah bagaimana hidup dia kedepannya setelah ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belum Siap Mengatakan Yang Sebenarnya!
Jenny terdiam melihat hasil pemeriksaan yang baru saja keluar. Merasa tidak percaya dengan apa yang di lihatnya saat ini. Sebuah kertas hasil pemeriksaan yang mengatakan jika Jenny telah positif hamil. Jenny benar-benar tidak menyangka jika dirinya bisa hamil saat ini ketika dia yang sudah mengguggat cerai suaminya. Jenny jadi bingung sendiri bagaimana sekarang.
"Jen..." Ibu masuk ke dalam kamar, menghampiri anaknya yang sedang duduk di pinggir tempat tidur. "...Kamu tidak akan bisa bercerai jika dalam keadaan hamil seperti ini"
Jenny menghelambuskan nafas pelan, dia menatap ke arah Ibu yang duduk di sampingnya. "Terus Jenny harus gimana Bu? Sekarang Jenny benar-benar bingung"
Ibu mengelus tangan anaknya yang berda di atas pangkuanny. "Kamu bisa bercerai jika anak ini sudah lahir, tapi semuanya terserah pada kamu"
"Jenny tidak siap mengatakan apa yang sekarang terjadi pada Mas Hildan, karena pasti mas Hildan tidak akan pernah mau mengakui anak dalam kandungan aku ini. Dia saja begitu membenciku, mana mungkin dia mau menerima anak dalam kandunganku ini. Lagian sepertinya Mas Hildan juga sudah menikah dengan wanita itu"
Ibu terdiam, dia sudah tahu tentang hal itu. Memang Hildan yang berniat untuk menikahi lagi dan meduakan Jenny. Dan hal itu membuat Ibu benar-benar kecewa dengan menantunya itu. Selain menyakiti dengan sikap dan perlakuannya, Hildan juga menyakiti anaknya dengan mengkhianati pernikahannya dengan Jenny.
"Sudahlah, memang lebih baik kamu berpisah dengan Hildan setelah anak ini lahir. Kita rawat saja anak ini bersama-sama. Jangan melibatkan Hildan lagi"
Jenny hanya mengangguk, tentu Ibunya masih sangat marah dan kecewa pada Hildan. Karena Hildan yang sudah membuat anaknya terluka fisik dan hatinya. Jadi Ibu seolah tidak akan pernah rela melihat Jenny kembali pada pria yang telah menghancurkan hidupnya.
"Oh ya, tadi Mamanya Hildan menghubungi Ibu katanya Zaina besok libur sekolah dan ingin bertemu dengan kamu lagi di tepat biasa. Tenang saja, dia sudah bilang jika tidak akan memberi tahu Hildan tentang pertemuan kalian ini"
Jenny mengangguk, meski dia masih merasa trauma dan takut dengan suaminya. Namun Zaina tidak berhak mendapatkan akibat dari apa yang Ayahnya lakukan. Jadi Jenny memilih untuk tetap menemui Zaina jika anak itu memang ingin bertemu dengannya. Zaina tidak salah apa-apa pada Jenny, jadi tidak seharusnya Jenny egois dan mengabaikan anak itu hanya karena kesalahan Ayahnya.
Dan siang ini setelah dia mengecek toko, Jenny langsung pergi ke Villa yang menjadi tempat bertemu dirinya dan Zaina. Jenny melirik ke kursi penumpang, disana terletak satu kotak coklat dan boneka untuk Zaina. Jenny sudah membayangkan wajah senang Zaina ketika melihat hadiah darinya itu.
Sampai di Villa, Zaina langsung memeluk Jenny dengan senyum bahagianya. Apalagi ketika Jenny memberikan hadiah yang dia bawa pada Zaina, anak itu terlihat senang sekali sampai berjingkrak senang.
"Terima kasih Bunda"
Jenny mengelus kepala anaknya dengan lembu."Iya Sayang, sama-sama"
Jenny menghampiri Mama dan menyalaminya, dia duduk di samping Mama di atas sofa dengan menatap ke arah Zaina yang sedang sibuk membuka hadiah darinya itu.
"Jen, bagaimana kabar kamu? Kamu terlihat sedikit pucat, apa kamu tidak papa?"
Jenny tersenyum pada Mama dan memnmggeleng pelan. "Tidak papa Ma, Jenny hanya sedang tidak berselera makan saja akhir-akhir ini. Mungkin karena terlalu capek dengan pekerjaan juga"
Mama mengangguk mengerti, dia memang tahu dari Ibunya Jenny tentang pekerjaan Jenny waktu itu. "Kamu harus jaga kesehatan juga, jangan sampai kamu sakit"
"Iya Ma"
Jenny tersenyum dan merasa terharu dengan Mama yang begitu perhatian padanya. Jenny yang tidak pernah menyangka jika suaminya itu terlahir dari Ibu seperti Mama yang begitu baik padanya dan begitu perhatian. Tidak seperti Hildan yang kasar dan arogan.
Lama Jenny berada di Villa itu bersama dengan Zaina. Anak itu terlihat begitu bahagia saat bisa bersama dengan Jenny lagi. Bermain dengan Jenny adalah yang hal yang selalu membuat Zaina senang.
"Bunda Zaina hebat ya karena bisa menjaga rahasia kita. Zaina tidak bilang pada Daddy kalau kita bertemu meski Daddy terus bertanya sama Zaina"
Jenny tertawa kecil mendengar ucapan Zaina barusan. Bisa-bisanya anak itu mengatakan jika pertemuan mereka ini adalah sebuah rahasia yang harus di jaga agar Hildan tidak tahu.
"Zaina memang anak hebat dan pintar"
Zaina tersenyum mendengar pujian dari Jenny. Entah kenapa dia merasa sangat menyayangi Jenny yang memang begitu tulus padanya. Zaina tidak bisa membohongi hatinya jika memang Jenny sangat tulus padanya. Mungkin karena memang hati anak kecil yang selalu bisa menilai mana yang benar-benar tulus dan tidak.
######
Hilan duduk di atas sofa dan melihat anaknya yang sedang asyik memainkan boneka. Hildan merasa asing dengan
mainan yang di pegang Zaina, mungkin anaknya yang memang membeli mainan baru.
"Boneka baru ya, darimana Sayang?"
Jenny masih asyik bermain dengan boneka itu, tanpa menoleh pada Ayahnya. "Boneka dari Bun.. Eh, dari Oma tadi Oma bawa Zaina pergi dan membeliikan boneka ini"
Hildan sedikit mengerutkan keningnya ketika dia melihat anaknya yang seperti hampir salah berkata padanya. "Nak, kamu tidak sedang berbohong pada Daddy 'kan?"
Zaina terdiam, dia menyimpan bonekanya dan menoleh pada Ayahnya itu tersenyum begitu imut padanya. "Tidak Daddy, Zaina tidak berbohong pada Daddy kalau tidak percaya bisa tanyakan saja pada Oma"
Mama yang baru saja menghampiri mereka sampai menggelengkan kepalanya pelan. Merasa heran saat cucunya itu sudah bisa berbohong dengan melemparkan kebohongannya itu pada orang lain. "Iya Hildan, tadi Mama mengajak Zaina jalan-jalan dan membeli boneka itu"
Hildan tetap merasa kurang percaya dan merasa jika anaknya sedang menyembunyikan sesuatu. Meski Mama sendiri yang mengatakan itu padanya. Tapi entah kenapa Hildan merasa ada kebohongan di antara mereka ini.
"Ma, apa sudah ada kabar dari Ibunya Jenny? Apa Jenny sudah siap bertemu denganku?"
Mama menghela nafas pelan, sebenarnya dia juga begitu kasihan melihat anaknya yang sudah benar-benar frustasi dengan keadaan ini. Tapi Mama juga tidak bisa melanggar janjinya pada Jenny untuk tidak memberi tahu Hildan tentang keberadaannya. Belum lagi Jenny yang memang belum siap untuk bertemu dengan Hildan. Mama juga tidak bisa memaksa dan dia juga hanya membiarkan semua ini menjadi sebuah pelajaran bagi Hildan yang sellau menyia-nyiakan orang yang benar-benar tulus padanya.
"Sepertinya memang Jenny belum siap bertemu dengan kamu, Hil.Sekarang kamu hanya perlu sabar karena Jenny seperti ini juga karena sikap dan kelakuan kamu. Dia pasti trauma dan takut dengan kamu. Jadi kamu harus benar-benar sabar"
Hildan hanya diam, memang benar apa yang di ucapkan Mama barusan. Dirinya juga yang salah dan membuat Jenny jadi takut padanya. Bahkan sampai tidak mau bertemu dengannya karena dia yang mempunyai trauma menakutkan dengan Hildan yang pernah menyiksanya dan melukainya.
Semoga Jenny bisa segera membuka hati untukku kembali.
Bersambung
Kisah Vania judulnya Noda Dan Luka