Zhavira adalah seorang gadis yang manja. Dibesarkan oleh ayahnya seorang diri setelah mamanya pergi entah kemana.
Kehidupan zha berubah total ketika ayahnya meninggal, terutama setelah seorang pria datang dan mengambilnya atas wasiat sang ayah. Pria bernama Edo Lazuardo itu mengemban amanat untuk mengurus zha setidaknya hingga ia dewasa.
Zha merasa hidupnya terkekang bersama Om bekunya, dan selalu saja ada masalah diantara mereka berdua. Apalagi dengan jarak usia yang cukup jauh untuk saling mengerti satu sama lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erna Surliandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Simpenan om om!
"Zha!!" panggil dinda yang saat itu baru tiba disekolah bersamaan dengan zha. Ia segera berlari menghampiri zha dan menggandeng tangannya untuk masuk bersama
"Tumben baru dateng?" tanya zha pada sahabatnya itu.
"Iya, tadi bangunnya telat. Untung masih keburu meski aku belum sarapan. Ke kantin yuk,"
Zha berusaha menolak. Ia masih sangat kenyang karena selalu sarapan bersama omnya dirumah. Tapi dinda terus memaksa, dan bahkan menarik tangan zha menuju kantin atas tempat biasa mereka sering belanja. Bahkan tas yang zha sandang belum sempat ia taruh dikelasnya.
"Hmm, nikmat..." celoteh dinda ketika tengah menikmati mie goreng yang ia pesan. Dengan ekstrak cabai dan telur ceplok diatasnya, dan itu sangat menggoda zha pagi ini hingga ia menelan saliva.
"Pengen? Cicip aja. Ini bumbu biasa kok, ngga ada seafoodnya." Dinda menyodorkan mie gorengnya pada zha. Tapi zha menggelengkan kepala, ingat dengan ucapan om edo padanya yang harus menjaga makan ketika diluar. Mie instan bahkan disingkirkan dari lemari agar zha tak menyantapnya.
"Om kamu protektif banget, Zha." Dinda sedikit meledek dan segera menghabiskan makannya.
"Ya gitu deh, mau gimana lagi."
"Om kandung apa om ketemu gede?"
"Hanya, dia ambil alih tanggung jawab aku setelah ayah meninggal. Dan setahu zha, kami ngga ada hubungan darah sama sekali." Zha sembari meraih teh manis milik dinda dan menyeruputnya. Begitu segar meski hari masih sangat pagi, dan melepaskan dahaganya.
Zha tak segan menceritakan om edo pada dinda, dingin, pemarah, tapi perhatiannya juga luar biasa pada zha. Hingga meski kadang kesal, tapi zha juga tak tega ketika melihatnya kelelahan.
"Kayak orang pacaran," ledek dinda padanya.
"Siapa yang pacarana?" Van tiba-tiba datang diantara mereka. Tapi ketika dinda akan menyebut nama om edo padanya, zha segera mengalihkan pembicaraan mereka dengan topik yang lain.
Ketiganya mengobrol dengan begitu akrabnya, tanpa sadar hubungan mereka terjalin sudah beberapa bulan sejak zha masuk kedalam sekolah itu. Tatapan dan perhatian Van sebenarnya tak perlu dipertanyakan lagi terhadap zha, bahkan beberapa orang disana sudah bisa menebak jika van menyukai zha selama ini.
Namun, tatapan yang sama tampak dari mata dinda untuk van. Tapi ia lebih diam, dan ia hanya terus berada ditengah mereka berdua sebagai sahabat yang ikut mendukung hubungan keduanya. Entah benar-benar mendukung, atau hanya gimmick agar terus bisa dekat dengan van meski harus ada zha didekat mereka.
Mereka berpisah ketika bel berbunyi, saat van berjalan disamping zha dan dinda ada dibelakang mereka. Ia seperti itu, terus memperhatikan setiap Langkah van bersama zha yang seakan begitu kompak berdua. Dinda terkejut ketika zha mendadak menggenggam tangannya, "Kak Van, kita masuk dulu," pamit zha pada pemuda tampan itu. Setampan anggota boy band BTS yang Bernama kim tae hyung mungkin, tinggi dan mancung dengan tatapan yang tajam.
Van hanya melambaikan tangan kanannya, karena tangan kiri ia masukkan kedalam saku celana dan berjalan santai meninggalkan mereka berdua.
"Cieee, yang kencan bertiga. Bisa-bisanya kalian!" geram Lidya pada keduanya. Ia cemburu, karena gadis itu begitu dekat dengan van sedangkan ia yang selama ini menyukai van justru terus diabaikan olehnya.
Zha hanya diam, sementara dinda hanya tertunduk mendengar semua ocehan dya padanya. Hingga zha mengajaknya duduk bersaa untuk terus mengabaikan ucapan lidya padanya. Tapi, zha kemudian tercengang ketika melihat sebuah tulisan ada dimejanya.
"Simpenan Om Om! Siapa yang tulis ini?" tanya zha dengan datar disetai tatapan tajamnya. Mereka semua disana hanya penasaran melihat meja zha, tapi juga takt ahu tulisan siapa yang ada disana. Bahkan lidya hanya mengedikkan bahu tanpa berucap apapun saat itu.
"Zha?" panggil dinda padanya.
"Udah, diemin aja. Nanti juga ketahuan orangnya siapa,"
"Iya," angguk dinda pada jawabannya. Yang bahkan saat itu zha melarang dinda untuk bilang pada miss lola atau bahkan zavan mengenai semuanya.
Mereka menjalani pelajaran seperti biasa, dengan tenang dan fokus bahkan untuk les tambahan karena mereka sebentar lagi akan ujian kelulusan. Zha harus lulus, meski tak bisa dengan nilai terbaik versinya. Ia sadar, disekolah ini tak seperti disekolahnya yang lama ketika ia dengan mudah memperoleh nilai tinggi disana.
Saingan zha begitu berat disini, dan masih bisa mendapat sepuluh besar dikelas saja ia sudah sangat bersyukur dan bisa membanggakan diri didepan om bekunya.
"Ya, Om?" sapa zha ketika om edo menelponnya waktu istirahat makan siang. Itu sudah rutin, dan zha segera menjawab ketika hpnya berdering. Dan mungkin itu yang membuat mereka berfikiran negative pada zha saat ini.
"Bagaimana sekolahmu hari ini? Lancar?"
"Iya, Om... Semuanya lancar dan sebentar lagi mungkin pembagian raport ujian semester," lapor zha, tapi ia tak membahas mengenai pembullyan yang ia alami saat ini. Ia masih bisa diam asal itu semua tak fatal.
Om edo yang tak suka basa basi itu segera menutup telepon usai zha menjawab semua pertanyaan darinya.
"Om kamu nelpon?" tanya van yang lagi-lagi menghampiri, ketika zha duduk diatas balkon dan menatap pemandangan yang ada disana.
"Iya, Kak... seperti biasa mau tahu kabar zha,"
Van memeprtanyakan kejadian tadi pagi padanya. Sedikit kaget ketika van tahu, tapi zha juga tak berkilah sama sekali karena memang seperti itu adanya. Justru van yang meradan, mengepalkan tangan dan rahangnya menegang. Ia mengatakan jika akan mengusut semuanya untuk memperbaiki nama zha didepan mereka semua, tapi zha menolaknya.
"Jangan,"
"Kenapa? Kau tak melakukannya, dan kau pantas membela diri."
"Iya, tapi ngga usah lah. Toh zha ngga ngelakuin itu, dan zha emang diasuh om zha saat ini. Fokus aja sama ujian yang sebentar lagi digelar," sambung zha dengan menyeruput air mineral yang ia pegang. Ia memang hanya ingin fokus dengan ujian dan nilai terbaik, hingga tak mau memikirkan beban ini.
"Jangan terlalu baik pada orang lain, itu akan membahayakan dirimu..."
"Loh, kenapa? Bukankah menjadi orang baik itu harus?" tanya zha. Selama ini, yang ia tahu adalah orang akan baik ketika kita baik padanya. Tapi sepertinya anggapan van bukan seperti itu, bahwa apa yang kita lakukan kadang dibalas beda dengan orang pada kita.
"Kau hanya belum tahu apa itu pengkhianatan. Rasanya lebih sakit daripada dibully oleh orang yang sejak awal menunjukkan rasa benci,"
Zha hanya menekuk bibir mendengarnya. Bahwa om edo pernah mengatakan hal yang sama, tapi hingga sekarang zha belum begitu paham apa maksud dan artinya. Kadang ia merasa, menjadi orang dewasa itu begitu sulit karena harus bisa menasehati orang lain dengan bijak.
"Kakak ngomongin apa sih?" tanya bodoh zha padanya. Tapi, saat itu van hanya menghendus napas kasar dan justru mengusap rabut zha hingga berantakan dibuatnya.
"Aashh! Jangan!" zha berusaha meraih tangan itu dan melepaskannya dari kepala, tapi yang ada justru keduanya terkekeh bersama disan meski semua orang melihatnya.
Bahkan, ketika seorang mengawasi mereka denganmengepalkan kedua tangannya. Dengan semua rasa benci yang ada, dan berjanjiakan memisahkan keduanya.