Aku diasingkan layaknya debu tak berarti. Siapa pun yang mencoba mendekati ku, maka mereka ikut terkutuk. Akulah gadis berkacamata empat dengan segala kekuranganku, dan mereka semua menikmati menonton ku yang terkena bully tanpa peri kemanusiaan.
"Hey, Cupu! Tempatmu dibawah sana, bukan di atas bersama kami." seru Sarah di depan seluruh anak kampus.
Penghinaan dan kekejian para pembully sudah melewati batasnya.
"Don't touch Me!" seru Rose.
Tak ada lagi hati manusia. Semua hanyalah jiwa kosong dengan pikiran dangkal. Buta, tuli, dan bisu. Yah, itulah kalian. ~ Rose Qiara Salsabila.
Wanita berkacamata empat dengan julukan cupu sejak menapaki universitas Regal Academy itu berjuang mencari ketulusan seorang teman. Hingga pembullyan para teman seuniversitas membangkitkan jati dirinya.
Siapa sangka si cupu memiliki dunia lain di balik kepolosannya. Bagaimana cara Rose menghukum para pembully dirinya? Apakah ada kata ampun dan maaf dalam kamus hidup Rose?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asma Khan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: COKLAT - BILU
Rose mengedipkan mata kanannya dengan senyum tipis. Hal itu mengingatkan semua orang akan satu kebiasaan Asfa yang selalu misterius. Namun, memiliki sisi nakal disaat memiliki sebuah rencana dadakan.
"I will do something." Rose menatap prince chubby dengan tatapan penuh arti, "Ayo prince, kita buat mommy mengeluarkan semua coklat malam ini, setuju?"
Prince chubby mengerjap tak paham sepenuhnya maksud onty nya. Tetapi kata coklat, apapun akan ia lakukan untuk mendapatkan coklatnya. Anggukan balita itu sangat antusias, membuat Rania menggelengkan kepala.
"Hubby, apa dia benar putra kita? Tingkahnya benar-benar....,"
Varo terkekeh mendengar keluhan istrinya, lalu menarik pinggang Rania ke dalam dekapan nya. Tatapan mata saling beradu memancarkan cinta.
"Aditya Alvaro Caesar. Prince chubby, putra kita. Apa kamu meragukan itu? Kamu yang melahirkan, dan menyusui. Jika lupa, aku bisa ingatkan. Bagaimana?" Varo mengerlingkan mata menggoda istrinya yang langsung tersipu malu.
"Ekhem! Vans, ayo ikut aku. Disini terlalu panas." cibir Tuan Luxifer.
Vans bangun dari tempatnya, "Papa benar, biarkan pasangan kita honeymoon lagi. Have fun, bro."
"Hubby, lepaskan!" pinta Rania.
"Why? Semua orang sudah pergi. Jadi, ayo kita ke kamar!" Varo melepaskan tangannya, lalu bangun.
Rania lega karena terlepas dari suaminya, tapi hanya sekian detik. Sebelum tubuhnya melayang di udara. Tubuh kekar Varo semakin memperlihatkan otot menonjol yang selalu bersembunyi di balik kemeja kerja. Langkah pria itu pasti menuju kamar dengan tatapan mata saling berbagi kasih. Namun, dibalik cinta sang suami. Ada kesedihan yang terpendam.
"Aku tahu ini sulit untuk kita. Terlebih untukmu, Mas. Kita tahu setiap keputusan Asfa selalu benar dan sudah dia pikirkan sepuluh langkah ke depan. Kita hanya harus bersiap menjadi sandaran ketika dia tak mampu berdiri, memberikan support, dan yang paling utama. Kita harus percaya pada seorang queen." bisik Rania lembut.
Varo mengedipkan mata tanda ia setuju. Keduanya melanjutkan perjalanan, sedangkan di kamar utama. Pintu tiba-tiba saja terbuka, tetapi begitu tatapan mata menelusuri seluruh sudut ruangan. Tidak ada tanda kehidupan. Lalu, dimana pemilik kamarnya? Apakah di balkon, atau di kamar mandi?
"Onty, mana coklatnya?" tanya Prince chubby tak sabar.
Rose memencet hidung balita itu gemas, "Sabar, Prince chubby. Sekarang duduklah di sini, dan onty cari mommy dulu. Okay. Ingat, jangan turun dari ranjang!"
"Coklat, Onty....,"
"Lima coklat buat prince, tapi turuti permintaan onty." sela Rose cepat.
Anggukan kepala Prince chubby, membuat Rose bernafas lega. Setelah meletakkan keponakannya di atas tempat tidur mommy nya. Barulah langkah kaki menuju kamar mandi, tapi begitu di periksa tidak ada siapapun. Semua terlihat rapi dan tidak ada shower yang menyala. Kesibukan gadis itu masih sembari mengawasi balita di atas tempat tidur yang ternyata memilih berbaring bermain selimut tebal.
Niat hati ingin menuju balkon. Namun, tirai yang terbuka setengah sudah memperlihatkan bagian luar sana. Tatapan mata menelusuri area balkon, tapi tetap tidak ada mommy nya. Jadi, dimana wanita yang telah melahirkannya kini berada? Kamar bahkan masih sangat rapi.
"Onty! Coklat....,"
"Okay, Sayang. Tunggu sebentar," Rose tak ingin mematahkan hati keponakan satu-satunya itu, dan memilih untuk mengambilkan coklat dari lemari pendingin yang selalu memiliki simpanan coklat terbaik.
Seperti janjinya. Lima coklat dengan bungkus berbeda merek menjadi milik prince chubby. Meskipun rasa penasaran melanda hatinya, ia tak ingin menakuti keponakan yang masih tak terlalu muda.
Mommy dimana? Kenapa ada rasa sesak di hatiku? Apa yang terjadi? Mom, aku takut.~batin Rose.
Rose tak sadar lamunannya yang hanya beberapa detik, membuat Prince chubby bebas dari pengawasan. Balita itu menarik bantal yang langsung di lemparkan ke arahnya, dan seketika membuyarkan lamunannya.
"Uft, Prince. Kenapa mengagetkan onty?" Rose tersenyum tipis, lalu menggendong keponakannya agar lebih aman. "Apa yang kamu pegang, Prince?"
Selembar foto yang terbalik menjadi mainan baru prince chubby.
"Bilu," jawab Prince chubby dengan bahasanya yang masih belum jelas.
"Boleh, Onty lihat....,"
Prince chubby langsung memeluk selembar foto dengan erat dengan gelengan kepala.
"Bilu, mommy." Ucap Prince chubby.
Rose tak paham apa maksud keponakannya. Kenapa mengucapkan dua kata yang disambung? Bilu artinya biru, tapi kenapa di satukan dengan mommy? Tatapan mata tak sengaja melihat dari pantulan cermin. Dimana netra matanya adalah biru. Mungkinkah maksud prince chubby adalah foto mommy? Yah, pasti selembar foto yang dipeluk erat balita itu foto mommy.
"Prince chubby....,"
Ceklek!
Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian keduanya.
"Sayang, bawa prince chubby ke kamarnya!" titah Vans.
Rose bangun perlahan agar prince chubby tidak jatuh. "Pa, aku belum menemukan mommy."
"I know, istirahatlah. Besok kamu kuliah, Sayang. Good night my princess, my prince chubby." Vans memberikan kecupan kening bergantian, sebelum putri dan putranya meninggalkan kamar.
"Night too, Papa." jawab serempak keduanya, dan kembali berjalan menuju pintu keluar.
Kepergian Rose dan Prince chubby, membuat Vans bergegas mengunci pintu double. Langkahnya berlari menuju kamar mandi. Benar apa yang menjadi ketakutan dirinya. Bath up penuh dengan air, dan seseorang menenggelamkan diri dengan ketenangan yang tak bisa dipungkiri.
Vans langsung menggendong tubuh dingin basah yang masih saja memejamkan mata, kepanikan nya semakin besar. Ketika wajah cantik perinya pucat, bahkan sedikit membiru.
"Kenapa kamu masih saja melakukan itu? Apa nyawamu seratus?" Vans merebahkan Asfa ke sofa, lalu berlari mengambil selimut dari lemari.
Tanpa peduli dengan pakaiannya yang ikut basah. Ia sibuk menghangatkan tubuh Asfa dengan berbagai cara. Perlahan tapi pasti wajah pucat perinya kembali normal. Kelopak mata dengan bulu mata lentik terbuka.
"Abhi....,"
aku baca ulang lagi deh
maaf saya pembaca pendatang baru 🙏
dan akhirnya aku susah memahami....
sadis banget sampai memakan korban jiwa 😢😢