Ayla Navara, merupakan seorang aktris ternama di Kota Lexus. Kerap kali mengambil peran jahat, membuatnya mendapat julukan "Queen Of Antagonist".
Meski begitu, ia adalah aktris terbersih sepanjang masa. Tidak pernah terlibat kontroversi membuat citranya selalu berada di puncak.
Namun, suatu hari ia harus terlibat skandal dengan salah seorang putra konglomerat Kota Lexus. Sialnya hari ini skandal terungkap, besoknya pria itu ditemukan tewas di apartemen Ayla.
Kakak pria itu, yang bernama Marvelio Prado berjanji akan membalaskan dendam adiknya. Hingga Ayla harus membayar kesalahan yang tidak diperbuatnya dengan nyawanya sendiri.
Namun, nyatanya Ayla tidak mati. Ia tersadar dalam tubuh seorang gadis cantik berumur 18 tahun, gadis yang samar-samar ia ingat sebagai salah satu tokoh antagonis di dalam novel yang pernah ia baca sewaktu bangku kuliah. Namun, nasib gadis itu buruk.
“Karena kau telah memberikanku kesempatan untuk hidup lagi, maka aku akan mengubah takdirmu!” ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joy Jasmine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 ~ Tertawa Lepas
"Kita makan dulu, aku tidak bisa berpikir kalau lapar."
Duarrr.
Alice yang semula semangat seketika speechless.
.
.
.
Alice tengah memerhatikan Darier yang makan dengan sangat lahap. Pria itu seperti tidak makan berhari-hari, padahal Alice tahu dengan pasti kalau keluarga Simpson bukanlah keluarga biasa yang bisa membiarkan tuan muda nya kelaparan.
"Kamu seperti tidak makan tiga hari," ujar Alice tak tahan lagi untuk berkomentar.
"Kau tahu? Di rumah keluarga kaya itu aku diberi makan apapun yang aku mau kecuali makanan seperti ini. Tentu saja aku harus memanfaatkan keadaan sekarang untuk dapat makan yang banyak," balas Darier sembari menaik-turunkan alisnya, membuat Alice sedikit mengembangkan senyum.
Memang benar makanan sederhana seperti ini rasanya tidak perlu diragukan lagi. Meski dijual di tepi jalan, tapi kedua pewaris keluarga kaya itu sama sekali tidak terlihat jijik. Alice pun ikut melahap mie ayam di hadapannya, sementara Darier tentu masih sibuk dengan bakso yang sudah hampir tandas.
"Pak, satu mangkok lagi ya," pekiknya dengan mulut yang masih penuh dengan mie bakso.
"Siap, Dek."
Alice menghentikan makannya sebentar, kemudian menatap pria disebelahnya yang telah menyantap porsi keduanya itu. Kemudian tersenyum jenaka dan kembali sibuk dengan mie ayamnya.
Entah kenapa meski pria ini menyebalkan, tapi Alice tidak merasa marah sedikitpun. Justru Alice seperti dibawa bernostalgia ke masa lalu dengan kelakuan Darier.
Saat asyik makan, tiba-tiba sistem Virtual Life muncul.
"Uhuk, uhuk, uhuk." Darier tersedak, ia merasa tidak melakukan apapun. Apa poinnya akan dipotong lagi?
"Ini minum dulu," ucap Alice sembari memberinya minuman.
Layar sistem melebar dan mulai tertulis sebuah kalimat.
...Selamat! Anda berhasil mengambil perhatian target, sebagai hadiah ingatan Anda akan dipulihkan perlahan hingga Anda ingat semuanya nanti....
"Arghh."
"Eh, kamu kenapa?" tanya Alice yang memang tidak bisa melihat layar sistem.
"Tidak, tidak. Aku tidak papa. Tadi aku hanya mengingat sesuatu."
"Apa yang kamu ingat?"
"Aku ingat, benar kalau Sylvia dan Melysa yang mencelakaimu. Tapi mereka hanya suruhan, dan dalang utamanya aku belum ingat siapa itu."
Berbicara mengenai Sylvia, Alice merasa sedikit aneh karena gadis itu tidak menganggunya lagi sejak terakhir kali. Sedangkan Melysa masih sesekali menemuinya hanya untuk bertanya mengenai Edric.
"Apa itu Aldric?" gumam Alice mengira-ngira.
"Bukan, bukan Aldric. Aku sangat yakin itu, bahkan saat kau terpuruk karena dilecehkan orang dia malah berniat untuk menjadikanmu istri kedua."
"Hah?"
"Iya, aku sangat ingat bagian itu. Tapi sayang, saat sampai di mansionmu kau telah bunuh diri. Aku yakin dia masih memiliki perasaan padamu, tapi dia juga seperti orang tidak waras yang membelenggu Olivia. Orang itu benar-benar gila, kau ingat adegan bagaimana akhirnya mereka menikah?"
"Aldric yang memaksa."
"Ya, dan Olivia tidak bisa membantah. Dan kapan itu terjadi, apa kau juga masih ingat?"
"Semester dua perkuliahan... What? Bukankan itu sebentar lagi?"
"Hemm," balas Darier yang masih menyantap baksonya.
"Saat ini hubungan Aldric dan Olivia tidak mengalami perkembangan seperti di dalam novel. Olivia justru menjadi kekasih Haven. Apa Aldric akan beralih memaksaku?" Alice bergidik, tentu saja ia tidak sudi menikah dengan pria gila itu.
"Aku sebagai rekanmu sekarang juga tidak setuju jika kau kembali pada Aldric," ujar Darier menggebu-gebu.
Layar kembali muncul, Darier pun memasang wajah waspada lagi.
...Misi pertama : Membatalkan pertunangan Alice dan Aldric....
Ia bersorak dalam hati, sepertinya misi ini akan menyenangkan. Tapi ketika mengingat bahwa Aldric aslinya merupakan pria berdarah dingin dengan segala belenggunya membuat Darier sedikit berkecil hati akan menghadapi pria itu.
"Aku akan membantumu lepas dari Aldric," ujarnya tiba-tiba seketika mengembangkan senyum manis milik gadis di sebelahnya.
"Bagaimana caranya?"
"Aku belum tahu."
Keduanya pun termenung, mencoba berpikir tentang rencana apa yang akan mereka lakukan.
Hingga tidak ada yang sadar bahwa seseorang telah bergabung di depan mereka. Sembari menyatukan kedua tangannya di depan dada, ia tatap dengan tajam dua orang yang masih terbilang remaja itu.
Lalu berdehem keras, "Hmmm."
Alice tersentak, sementara Darier masih termenung di dalam dunianya sendiri. Kedua bola mata biru safir itu terlihat membulat, "Pak Edric," lirihnya ketika melihat siapa orang yang mengganggu acara berpikirnya.
"Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya nya dengan tatapan menyelidik, pasalnya ini adalah kedua kalinya gadis miliknya ini berduaan dengan sepupunya sendiri.
"Tidak ada, kami hanya kebetulan makan di sini," bohong Alice sembari kembali memasukkan mie ayam ke dalam mulutnya.
Tatapan elang itu kini beralih pada sang sepupu, namun pria itu masih bengong dan tidak sadar kalau sudah ada sepasang mata tajam yang seperti ingin mengulitinya.
"Ah, ya aku tahu apa yang harus kita lakukan agar ... argggh, apa yang kau lakukan? Kenapa menginjak kakiku?"
Alice memberi kode dengan lirikan mata namun pria tetap berfokus pada mata Alice yang menurutnya kelilipan. "Matamu kelilipan ya? Sini aku tiupin," ujarnya kemudian dan mendekatkan wajahnya ingin meniup mata gadis itu.
"Hmmm." Sebuah deheman keras menghentikan aksi Darier, ia menoleh dan sedikit terkejut dengan keberadaan sang kakak sepupu.
"Eh, Kak. Sejak kapan di sini?" Sebuah pertanyaan yang membuat pria itu melotot, padahal selama ini ia sudah melarang baik itu Aldric maupun Darier untuk tidak memanggilnya kakak di depan orang lain.
"Kau! Berani sekali memanggilku kakak," marah Edric membuat Alice memutar bola matanya malas. Padahal ia sudah tahu identitas Edric yang sebenarnya.
"Ini kan di luar kampus, Pak. Sepertinya Bapak senang sekali dipanggil tua ya," sindir Alice dengan berpura-pura.
"Kalau begitu kau juga panggil saya kakak saja kalau di luar kampus," balas Edric dengan seringai yang membuat Alice seketika merinding.
"Eh, kenapa jadi saya?"
"Ini kan di luar kampus, saya juga lebih senang kalian panggil saya kakak. Jadi berasa semakin muda saya," sahut Edric membalikkan kalimat Alice sebelumnya.
Alice menelan ludahnya kasar, entah kenapa dengan pria ini ia selalu kalah beradu mulut.
Ia tatap Edric dengan sebal, begitu juga dengan Edric membalas tatapan itu dengan mata tajamnya. Tidak ada yang mau kalah, jadinya kedua orang itu malah seperti bermain, bermain tatap-tatapan yang melihat siapa yang akan bertahan paling lama.
Tatap-tatapan yang semula dari rasa kesal kini terpaut semakin dalam. Dua pasang netra itu seakan saling menyelami, saling mengagumi dan saling tertaut. Keduanya seperti orang yang tidak sadar.
Darier yang telah selesai menyantap tiga mangkok bakso akhirnya memperhatikan mereka. Ia pun menatap keduanya bergantian, kemudian mendapatkan ide yang sangat cemerlang. Namun ia tidak bisa memberitahu gadis itu terlebih dahulu, karena rencana ini bisa saja membahayakan gadis itu.
"Hmmm." Giliran Darier yang berdehem keras hingga pautan dua pasang netra itu terpaksa terputus.
Jika Alice telah menunduk dengan wajah yang bersemu merah, lain halnya Edric yang sudah melayangkan mata elangnya pada Darier.
Melihat mata tajam Edric yang lebih menyeramkan dari sebelumnya, Darier merasa terintimidasi.
"Hem, a-aku pulang duluan ya. Kalian, kalian berdua nikmatilah waktu berduaan kalian!" ujarnya kemudian segera bangkit dan berlari dari sana. Alice hanya tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah pria itu.
Namun baru beberapa meter Darier berlari ia kemudian menoleh lalu berteriak, "Kak, bayarin bakso aku! TIGA MANGKOK."
Setelahnya ia benar-benar berlari dan tidak menoleh lagi.
Alice yang sedari tadi sudah merasa perutnya tergelitik kini tak lagi bisa menahan. Tawanya seketika menguar begitu saja, sampai ia harus memegang perutnya yang terasa sakit karena tertawa.
Tawa yang lepas itu tak lepas dari kedua mata tajam Edric, dalam hati ia merasa sedikit cemburu karena bukan dia yang menjadi alasan gadis itu tertawa. Namun tak dapat dipungkiri juga ia terpesona dengan wajah cantik dingin yang sangat berbeda saat tertawa lepas seperti ini.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tbc.
🌼🌼🌼🌼🌼
tembak tembak tembak
🤣🤣🤣