Harap bijak memilih bacaan.
riview bintang ⭐ - ⭐⭐⭐ = langsung BLOK.!
Barra D. Bagaskara, laki-laki berusia 31 tahun itu terpaksa menikah lagi untuk kedua kalinya.
Karena ingin mempertahankan istri pertamanya yang tidak bisa memliki seorang anak, Barra membuat kontrak pernikahan dengan Yuna.
Barra menjadikan Yuna sebagai istri kedua untuk mengandung darah dagingnya.
Akibat kecerobohan Yuna yang tidak membaca keseluruhan poin perjanjian itu, Yuna tidak tau bahwa tujuan Barra menikahinya hanya untuk mendapatkan anak, setelah itu akan menceraikannya dan membawa pergi anak mereka.
Namun karena hadirnya baby twins di dalam rahim Yuna, Barra terjebak dengan permainannya sendiri. Dia mengurungkan niatnya untuk menceraikan Yuna. Tapi disisi lain Yuna yang telah mengetahui niat jahat Barra, bersikeras untuk bercerai setelah melahirkan dan masing-masing akan membawa 1 anak untuk dirawat.
Mampukah Barra menyakinkan Yuna untuk tetap berada di sampingnya.?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"A,,,aku,,,"
Yuna seketika gugup. Dia bingung harus memberikan jawaban seperi apa.
"Aku apa.?" Tanya Barra dengan tatapan intens. Yuna tampak kebingungan untuk menjawab karna setelah mengatakan 'aku' dia kemudian diam.
"Aku haid saat Mas Barra nggak pulang, jadi Mas nggak tau." Yuna mengulas senyum tipis. Dia menyembunyikan kebohongan besar di balik senyumannya. Saat ini Yuna masih belum siap memberitahu kehamilannya pada Barra. Banyak hal yang menjadi pertimbangan Yuna selama ini.
Salah satunya karna Barra terlihat enggan melanjutkan pernikahan mereka meski adanya seorang anak. Jadi lebih baik Barra tidak perlu tua tentang darah dagingnya.
"Benarkah.?" Tatapan mata Barra sedikit menaruh kecurigaan. Dia tidak percaya begitu saja pada ucapan Yuna. Walaupun masuk akal, tapi rasanya ada yang disembunyikan dari Yuna.
"Tentu saja." Jawab Yuna santai.
"Mas Barra belum mau mandi sekarang.?" Yuna beranjak dari duduknya.
"Hemm,, nanti saja." Barra terlihat acuh. Dia memilih memainkan kembali ponselnya begitu Yuna beranjak.
"Kalau begitu aku mau mandi dulu." Ucap Yuna memberi tau. Dia tidak peduli Barra mau menanggapi ucapannya atau tidak.
Barra hanya menoleh sekilas, setelah itu kembali fokus pada ponselnya.
Sejak Barra pulang sampai menjelang tidur, interaksi yang terjadi terakhir kali saat Yuna memanggil Barra untuk makan malam, setelah itu mereka saling diam. Yuna juga sengaja tidur lebih awal, selain menghindari Barra, tubuhnya juga terasa sangat lelah.
Hormon kehamilan membuat Yuna merasa cepat lelah. Pikirannya juga tidak tenang, selalu gelisah.
Barra menghela nafas melihat Yuna yang tengah tidur lelap. Sudah 3 bulan sejak menikah, tapi tujuannya belum tercapai. Alih-alih mendapatkan kabar kehamilan sebelum waktu 3 bulan, sampai saat ini Yuna justru belum hamil.
Sesuai perjanjian yang Barra buat sendiri. Ada poin yang dia tulis bahwa hanya akan menyentuh Yuna selama 3 bulan pertama, setelah itu tidak akan ada lagi kegiatan suami istri di atas ranjang.
Pernikahan dia dan Yuna hanya tinggal menunggu masa kontrak berakhir.
Yuna bangun lebih awal. Dia menoleh ke samping, menatap Barra yang masih tidur pulas. Memperhatikan wajah tampan Barra memberikan ketenangan tersendiri sekaligus rasa sakit dalam hati Yuna.
Yuna tidak tau bagaimana menjelaskan perasaannya saat ini.
Kalau saja boleh jujur, Yuna ingin meminta Barra agar tetap bersamanya. Demi anak yang ada dalam kandungan saat ini.
2 bulan menahan semua ini sendiri, Yuna selalu menangis dalam diam jika ada Barra di rumah. Jika tidak ada Barra, Yuna terus meneteskan air mata setiap malam hingga terkadang tak tau waktu sampai hampir menjelang pagi.
"Kalau saja saat itu kamu menjawab bersedi mempertahankan pernikahan kita, aku nggak akan menyembunyikan semua ini dari kamu, Mas,," Gumam Yuna tercekat. Suara lirih, hampir tidak mengeluarkan suara karna merasakan sesak.
Turun dari ranjang, Yuna bergegas masuk ke kamar mandi. Tangisnya pecah disana meski tanpa suara. Entah sejak kapan dia sangat bodoh dan rapuh. Merasa tidak berdaya di depan Barra. Memilih untuk memendam apa yang dia rasakan.
Di saat wanita lain bahagia menjalani kehamilan pertamanya dengan perhatian dan kasih sayang dari suami, Yuna justru merasa tersiksa dengan kehamilannya.
Dia tidak bisa meminta perhatian dan kasih sayang dari Barra disaat-saat seperti ini. Saat perasaannya lebih sensitif dan fisiknya terasa lemah.
Yuna keluar dari kamar mandi setelah puas menangis dan mencuci wajahnya, dia sedikit terkejut melihat Barra yang sudah duduk di tepi ranjang dalam keadaan mata yang terbuka lebar. Melihat hal itu, rasanya tidak mungkin kalau Barra baru saja bangun.
"Mas Barra sudah bangun.?" Yuna sedikit gugup. Lagi-lagi dia mengulas senyum, kali ini untuk menutupi wajah sendunya yang baru saja menangis.
Menata semua makanan di atas meja. Yuna kembali pergi ke kamar beniat untuk mandi,dan setelah itu sarapan bersama.
Yuna mengerutkan dari. Barra terlihat sudah mandi namun tidak memakai setelah jas seperti biasanya. Dia hanya mengenakan celana jeans dan kaos saja.
"Mas Barra tidak berangkat hari ini.?" Tanya Yuna penasaran. Barra menoleh, kemudian hanya menganggukkan kepalanya.
"Bersiaplah, setelah sarapan kita akan pergi." Ucapannya datar.
"Pergi.? Kemana.?" Yuna semakin bingung.
"Selama ini kita belum pernah jalan berdua kan.?" Tanya Barra. Yuna reflek mengangguk.
"Kamu pernah bilang sama Mama Rena kalau kamu ingin pergi jalan-jalan."
"Jadi hari ini kita akan pergi." Jelas Barra. Mama Rena pernah mengatakan hal itu pada Barra 1 bulan yang lalu.
Sudut bibir Yuna reflek terangkat. Entah kenapa tiba-tiba seperti ada ribuan bunga yang berterbangan di hatinya saat Barra mengajaknya pergi berdua.
Mungkinkah ini awal ada dari kelanjutan pernikahan mereka kedepannya.? Apa Barra mulai menaruh rasa.?
Jika semua itu benar, Yuna tidak akan ragu untuk memberitahu kehamilannya pada Barra.
...****...
"Yuna titip kerjaan sebentar ya Mah,," Ujar Yuna. Dia pamit pada Mama Rena dan menitipkan pekerjaan pada sang Mama.
"Iya, tenang saja. Nikmati saja waktu bersama Barra, jangan terlalu pusing memikirkan pekerjaan, kamu butuh refreshing." Mama Rena tersenyum lebar. Dia ikut senang melihat putrinya akan pergi berdua dengan Barra untuk pertama kalinya.
Selama ini mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing sampai tidak sempat menghabiskan waktu berdua.
"Ayo,,," Seru Yuna begitu menghampiri Barra yang tengah duduk di teras setelah memanaskan mobil.
Barra mengangguk, beranjak dari duduknya dan masuk kedalam mobil.
"Kita mau kemana.?" Yuna terlihat antusias. Entah kenapa merasa seperti ABG yang baru pertama kali di ajak pergi dengan laki-laki.
"Terserah kamu saja." Jawab Barra. Dia melempar senyum tipis pada Yuna.
"Bagaimana kalau nonton.? Sudah alam aku nggak nonton." Pinta Yuna dengan tatapan memohon. Selain rindu dengan bioskop, Yuna juga menginginkan suasana yang romantis dengan Barra. Entah kenapa merasa senang membayangkan akan menonton bersama Barra.
"Baiklah,, tapi aku ada janji dengan Alan. Kita ke rumah sakit dulu sebentar." Tutur Barra. Yuna mengerutkan dahi. Seperti pernah mendengar nama Alan sebelumnya.
"Alan.?" Tanya Yuna.
"Dokter Alan, dia yang menangani Mama kamu." Ujar Barra menjelaskan.
Yuna mengangguk. Dia baru mengerti. Barra memang terlihat berteman dekat dengan Dokter Alan. Secara tidak langsung, dokter Alan yang telah membuat Yuna dan Barra menikah.
Turun dari mobil, Barra menggandeng tangan Yuna memasuki rumah sakit. Yuna tertegun melihat tangannya di genggam oleh Barra. Sulit untuk di ungkapkan dengan kata. Terlalu bahagia bagi Yuna.
Dari kejauhan, nampak dokter Alan berjalan mendekat setelah keluar dari ruangan. Dia tersenyum lebar pada Barra.
"Definisi temen nggak tau diri.!" Dokter Alan meledek. Dia langsung mengayunkan tangannya yang di sambut oleh Barra.
"Abis nikah nggak ada kabar, sekarang datang kesini karna ada perlu." Sambungnya lagi.
"Hebat juga lu,,," Dokter Alan mengembangkan senyum penuh arti sembari melirik Yuna.
"Nggak usah banyak omong." Potong Barra.
"Gimana.? Bisa langsung sekarang.?" Tanyanya tidak sabar.
"Lu pikir rumah sakit ini punya nenk moyang lu.? Baru daftar minta duluan."
"Noh yang lain antri, padahal udah buat janji 1 hari sebelumnya." Dokter Alan menunjuk beberapa orang yang duduk di kursi tunggu.
Barra menghel nafas kesal.
"Tenang, nanti lu di duluin. Urutan ke 4 tapi."
"Tunggu aja disana.? Apa mau tunggu di ruanganku.? Aku ada jadwal operasi 20 menit lagi."
"Lumayan kan nunggu di ruanganku, kali aja mau maen dulu sama istri lu." Godaan dokter Alan membuat Barra menatap tajam.
"Hehe,, ya kali aja mau memanfaatkan kesempatan dalam menunggu antrian." Tuturnya.
"Gue duluan." Dokter Alan menepuk pundak Barra, lalu beranjak pergi. Sekilas mengulas senyum pada Yuna, begitu juga dengan Yuna yang membalas senyum Okter Alan.
...****...
Jangan berhenti baca di tengah jalan ya, nanti nyesel lohh🤭.
Banyak kejutan tak terduga kedepan.😝